[LUCY]
Kami berdua ditahan dalam mobil baja, dan entah ke mana mereka membawa kami. Salah satu orang yang berempat tadi mengawasi kami. Sepertinya dia adalah ketuanya. Terlihat dari sikapnya yang angkuh.
"Hey, kalian akan membawaku ke mana?"
"Kami akan mengirimmu kembali ke neraka."
"Yang benar saja? Memangnya kau tahu letak neraka di mana?"
"Maksudku, kami akan membinasakanmu setelah kami membawamu ke markas pusat."
Aku cukup cemas, karena aku kira mereka tahu di mana letak gerbang neraka itu. Tapi, ternyata perkataannya hanya perumpamaan saja.
"Kita sudah sampai, Pak."
"Baik."
Kami semua keluar dari mobil, begitu juga si Kakek tua dan cucunya itu. Dan kami berada di sebuah tempat terbuka yang sangat luas.
"Meski para petinggi dunia sudah mengeluarkan kebijakan untuk memberikan hak yang sama seperti manusia biasa kepada para Hybrid. Tapi, kami tetap akan memusnahkan semua Hybrid di dunia ini."
Lalu, dia memegang kerah bajuku dan sedikit mengangkatnya.
"Asal kau tahu, ini dunia kami! Kami lah yang berhak hidup di sini! Bukan kalian para monster terkutuk!"
"Kau pikir kau bisa hidup abadi di dunia ini? Kau juga akan mati dan bertemu mereka di neraka."
Dia melepaskan cengkraman tangannya dengan kasar.
"Kakek, bagaimana dengan tahanan wanita itu? Apa kita juga harus tetap menahannya?"
"Jangan, cucuku! Kita lepaskan saja dia. Meski dia sudah terhasut oleh iblis ini, dia tetaplah bagian dari kita, para manusia."
Mendengar ucapan mereka, setidaknya Luna akan baik-baik saja.
Aku melihat satu mobil lagi datang dan mereka mebawa satu tahanan lagi.
"Foxy?"
Dia tampak penuh luka dan kondisinya sangat lemah.
"Maafkan aku Lucy…, aku sudah membocorkan informasi… tentang keberadaanmu."
Pantas saja mereka bisa menemukanku di rumah itu. Karena, mereka berhasil membuat Foxy memberitahukan soal keberadaanku.
"Kapten, helikopter penjemput akan tiba sebentar lagi."
"Baiklah."
"(Lucy?)"
Foxy? Kau bisa bicara lewat telepati?
"(Iya. Dan aku punya rencana agar kau dan wanitamu bisa meloloskan diri dari mereka.)"
Tidak perlu. Asalkan Luna bisa baik-baik saja setelah ini.
"(Kau salah. Wanitamu tidak akan mereka lepaskan begitu saja. Dia akan dijadikan objek penelitian. Karena, mereka mengira dia memiliki kekuatan iblis.)"
Kenapa mereka bisa berpikir seperti itu?
"(Karena, saat mereka menemukan lokasi persembunyianmu. Mereka awalnya mengira ada satu Hybrid lagi yang bersamamu, tapi ternyata itu adalah Luna. Akhirnya, mereka ingin melakukan penelitian padanya. Untuk mengetahui keanehan tersebut)"
Sial! Kalau begitu aku tidak boleh tinggal diam. Aku harus melawan mereka!
"(Jangan! Biar aku saja. Aku akan mengorbankan diriku sekali lagi untukmu.)"
Tapi, kau sudah sangat lemah.
"(Aku akan membiarkan jiwa iblisku mengamuk.)"
Itu artinya kau akan…
"(Benar…) AAAKKKHHH…"
Apa yang…?
Tiba-tiba Foxy ditusuk oleh orang yang bersamaku tadi di mobil.
"Apa-apaan kau ini? Apa yang kau lakukan?!"
"Aku sudah bersumpah akan membunuhnya di depan temannya itu. Maka dari itu…"
"(Lucy cepatlah lari!)"
"AAAAARRRRRGGGGGGHHHHHH!!!!"
Foxy berubah wujud menjadi monster serigala dan melepaskan gelombang energi yang begitu dahsyat.
Aku dengan cepat menghancurkan borgol ini dan membawa Luna pergi dari sini dengan terbang menggunakan sayap iblisku.
"Lucy, apa yang terjadi dengan temanmu itu?"
"Dia kehilangan kendali, karena kesadaran manusianya hilang disebabkan tusukan itu."
"Jadi dia…"
"Iya, dia sama sepertiku bisa mengendalikan jiwa iblis dalam dirinya. Namun, jika kesadarannya hilang. Maka jiwa iblisnya pun akan mengamuk."
***
[KAPTEN RAFAEL]
"AAAAAAAAARRRRRGGGGHHHH!!!"
Apa-apaan gelombang energi ini. Membuat kami semua terhempas. Kecuali kakekku.
"Kakek! Apa yang kakek lakukan?"
Kakek dengan perlahan mendekatinya, lalu menusuk monster itu tepat di dadanya dengan pisau belati. Alhasil monster itu tumbang.
"Aaarrrgggghhhh… aaagghh…"
"Siapa tadi yang mengacau?!"
"Maafkan saya, Pak."
"Aku tahu kau dendam kepada mereka, tapi bukan seperti itu caranya!"
"Sudah, Kek. Biar kami yang urus dia!"
Kakek melepaskan cengkramannya dari leher orang ini.
"Kau harus mengejarnya sampai dapat! Kakek tidak ingin dia bebas berkeliaran di luar sana."
"Baik."
Lalu, aku menyuruh pasukan serbu untuk mengejar mereka.
***
Aku menurunkan Luna ketika kami sudah berada cukup jauh dari mereka. Dan melepaskan borgol yang mengikat tangannya.
Aku tidak terkejut dengan perbuatan mereka yang kejam dalam membunuh para manusia iblis. Tapi, membunuh foxy di depan mataku. Tidak akan kumaafkan!
"Sial!"
"Lucy, kamu tidak apa-apa?"
"Ah, aku baik-baik saja."
Luna tampak sangat khawatir denganku.
"Luna, maafkan aku sudah membuatmu khawatir dan belum bisa memberimu rasa aman dan tenang!"
"Tidak apa-apa. Meski situasinya sangat berbahaya. Aku tetap merasa aman bersamamu."
"Terima kasih!"
Luna memelukku dengan erat dan…
"Hangat sekali."
***
"LUCY!"
"Mau apa kau sekarang?"
"AKU TAHU DAN AKU BISA MERASAKANNYA. KAU MEMBENCI MEREKA, BUKAN? MAKA BIARKAN AKU MEMBALASKAN DENDAMMU ITU."
Sekarang aku harus bagaimana? Kebencian ini tidak bisa aku hilangkan begitu saja.
***
"Lucy? Bangunlah."
"Ah, maaf. Aku malah tertidur. Eh?"
Kenapa dia senyum-senyum sendiri?
"Kamu ini, walau situasi sedang genting masih saja nakal."
"Apa? Apa yang aku lakukan padamu?"
Ah, aku ingat sekarang. Tadi aku memanjakannya sebelum tertidur.
"Maaf, habisnya pelukanmu membuatku bergairah."
"Tidak, kamu tidak perlu meminta maaf. Justru aku senang bisa dimanja lagi olehmu."
***
"Setelah kau menggunakannya untuk menyegel Ayahmu, kau masih bisa memanggil pisau ini kembali. Jika kau menemui iblis lain yang sama kuatnya denganmu dan kau merasa kesulitan untuk melawannya."
***
"Luna, aku ingin kau melakukan sesuatu untukku."
"Apa?"
***
[KAPTEN RAFAEL]
"Kami menemukan lokasi persembunyiannya."
"Bagus. Tetap pantau mereka. Kami akan segera ke sana."
Kali ini kau tidak akan bisa lolos lagi. Karena, kami sudah siap tempur sekarang.
***
[LUNA]
"Aku tidak mau melakukannya."
"Kau harus..."
Setelah membisikan sesuatu padaku, Lucy merafalkan sebuah mantra dan muncul sebuah pisau di tangannya.
"Ini, kau gunakanlah pisau ini."
"Tapi, jangan sampai kau lepas kendali! Karena, aku tetap tidak akan mau melakukannya."
"Akan aku usahakan sebisaku."
Lucy mengamati situasi.
"Mereka sudah datang. Kau sembunyilah dan awasi aku dari tempat yang aman."
"Lucy, aku sayang kamu!"
Aku memluknya dengan erat.
"Aku juga menyayangimu! Baiklah, aku pergi."
Aku hanya bisa melihatnya pergi untuk menghentikan pasukan itu.
"Kembalilah dengan selamat!"
***
[LUCY]
"Tunggu, jangan menyerang dulu!"
Mereka berhenti namun tetap dalam posisi siaga.
"Aku tidak ingin melawan kalian. Sungguh! Aku memang seorang Hybrid. Tapi, aku bisa mengendalikan jiwa iblis yang merasukiku. Kesadaran manusiaku masih ada. Jika kalian membiarkanku bebas bersama wanita itu, aku berjanji tidak akan mengacau lagi."
Mereka semua tampak saling menatap satu sama lain tanpa menurunkan kesiagaan mereka.
"Apa yang kalian lakukan? Jangan dengarkan kata-katanya! Habisi dia!"
"Aku peringatkan, jika kalian membunuhku. Maka iblis dalam diriku akan mengamuk. Dan dia bukan iblis biasa."
"Raja Iblis. Benar, kan?"
Dia ini, cucu dari kakek tua itu. Ternyata dia sudah tahu.
"Mau monster sekuat apa pun yang ada di dalam dirimu. Kami tidak akan gentar."
"Baiklah kalau itu mau kalian."
Saat aku terbang tiba-tiba ada roket yang mengarah padaku. Begitu meledak, nafasku jadi terasa sesak. Ternyata ini racun yang sama seperti yang waktu itu.
"Aagghh! Dadaku sakit sekali!"
Sial! Aku membenci kalian semua!
***
"YYYAAAAHHAAHHAAHHAAHHAAA!!!"
***
[LUNA]
"Tidak! Lucy!"
Dia ditembak jatuh oleh sebuah roket. Dan sekarang dia tampak tidak berdaya. Apa dia mati? Atau jangan-jangan…?
"Hati-hati, Kapten!"
Lucy tiba-tiba bangkit dan mencekik leher orang itu.
"AAARRRGGHHH!"
"Kapten!"
"Ayo… mengamuklah… aku tahu kau membenci kami."
"KAU, BINASALAH!"
"AAAAAKKKKKKHHHH…"
Orang itu tampak lemas sekarang. Sepertinya dia sudah mati. Lalu, Lucy melemparnya ke arah pasukannya. Beberapa dari mereka ikut terhempas bersama orang itu.
Lucy berubah jadi monster dan mengamuk. Serangan yang mereka lancarkan tidak berpengaruh kepada Lucy. Dia terus menerus memporak-porandakan mereka semua
***
"Jika aku mengamuk, aku ingin kau membunuhku. Kau tusuk aku tepat di jantungku dengan pisau yang akan kupanggil sebentar lagi."
"Aku tidak mau melakukannya."
"Kau harus. Karena, Raja Iblis ini bisa saja bangkit sepenuhnya. Jika aku termakan oleh kebencianku ini. Dan, selama ini aku sudah sangat tersiksa, aku ingin kau menyudahi penderitaanku ini."
***
Air mataku tidak bisa aku tahan. Terus mengalir membasahi pipiku saat aku mendekati monster itu.
Dia menatapku dengan mata merahnya itu. Dia hendak menyerangku, tapi seakan ada yang mencegahnya.
Lucy, ternyata kau masih di sana.
Monster itu berteriak sangat keras, sehingga menimbulkan gelombang energi yang dahsyat.
"AAAAAAARRRRRGGGGGHHHHH!"
Semua yang ada di sekitarnya terhempas. Kecuali aku. Entah kenapa aku bisa menghalau gelombang energi tersebut. Monster ini menatapku dengan tatapan tajam tapi tidak tahu harus berbuat apa. Dan aku semakin erat memegang pisau ini.
"Inilah saatnya."
Aku melompat dan menusukkan pisau ini tepat di area jantungnya.
"AAAAARRRRRGGGGHHH!"
Monster ini kemudian tumbang, aku juga ikut terguling.
Aku melihat monster itu kembali ke wujud manusia.
"Lucy!"
Aku memeluknya dan kembali menangis.
"Luna. Maafkan… aku! Aku…"
"Tidak, Lucy. Kau tidak perlu meminta maaf."
"Setelah ini kau harus menjaga pisau ini, jangan sampai direbut oleh siapa pun!"
Dia mencabut sendiri pisau itu dan menaruhnya di tangan kananku.
"Apalagi pasukan pemburu iblis itu. Karena, pisau ini adalah senjata yang sangat mematikan bagi semua manusia iblis."
"Bagaimana…aa… Bagaimana aku bisa menjaganya? Aku hanya…"
"Mendekatlah… akan aku berikan sisa kekuatanku padamu."
Aku mendekatkan wajahku lalu dia menciumku dengan hangat. Aku kembali merasakan aliran energi darinya, sama seperti waktu itu.
Jadi, aliran energi yang kurasakan waktu itu adalah kekuatannya yang dia berikan padaku. Dan kali ini dia memberikan sisanya.
***
"Setelah melihat kekejaman manusia iblis yang kita temui, kau masih tetap ingin seperti mereka?"
"Ya!"
"Dan jika ada yang memberimu kekuatan iblis, apa kau akan menerimanya?"
"Tentu saja, karena itu adalah impianku."
***
Lucy melepaskan ciumannya dan dia tampak keriput.
"Lucy!?"
"Selamat tinggal!"
"Luccccyyyyyy!"
Aku berteriak dan menangis histeris. Tak kuasa melepas kepergiannya. Setelah beberapa saat, aku berhenti menangis.
"Aku memang menginginkannya, tapi tidak seperti ini."