Seusai menghabiskan makan, Hana beranjak menuju kamar. mengambil cucian kotor, hendak mencuci nya. Namun ia kaget, saat mendapati di tumpukan baju tersebut banyak bercak- bercak darah yang berbau amis memenuhi hidung nya.
"Darah apa ini?" Batin Hana kebingungan. Ia pun bergegas menuju sumur dan mencuci baju milik nya yang di penuhi bercak darah yang kini sudah mulai mengering.
Se usai pertarungan nya dengan baju- baju tersebut, ia pun melanjutkan aktivitas nya dengan menyapu rumah dan halaman. Tak lupa pula ia menyirami beberapa bunga yang Bibi nya tanam di halaman rumah minimalis tempat ia tinggal sekarang.
Pikiran nya masih saja tertuju pada darah tadi, darah apa itu? Dari mana asal nya? Kenapa bisa ada di baju nya?. Itu lah yang terlintas di fikiran nya.
Pekerjaan rumah telah selesai ia kerjakan. Kini ia menuju dapur dan memasak untuk makan siang. Di dalam kulkas ada tempe, tahu, telor, kangkung dan kentang. Ia berniat memasak sambel goreng tempe tahu kecap. Dan membuat perkedel kentang dengan lapisan telur di luar. Kangkung ia tumis dengan banyak cabai agar terasa pedas dan nikmat.
Ia pun memulai pertarungan dengan pisau tajam di tangan nya, potongan demi potongan telah berlalu. Api mulai ia hidup kan, dan memasukkan yang hendak ia masak ke dalam kuali yang telah siap di atas kompor.
Tak lama kemudian semua nya sudah siap. Aroma nikmat menembus hidung, dan membuat siapapun yang mendengar nya ingin mencicipinya.
Sambil menunggu Bibi dan sepupunya datang, ia pun standbye di depan televisi. Disana masih menyiarkan berita tadi pagi yang di tontong sang Bibi.
"Viral deh kayak nya," batin Hana sambil meraih remote, dan mengubah saluran televisi.
Ia menonton sebuah film barat, disana tentang pembunuhan, yang membuat nya bergidik ngeri, tapi seru. Di tengah asik nya menonton, tiba- tiba terdengar suara motor berhenti di halaman. Ia pun beranjak mengintip dari celah pintu.
"Yuk masuk dulu, mumpung Mama sama Hana gak ada di rumah," ajak seorang gadis pada pemuda berwajah cukup manis yang kini duduk di sadel motor Ninja berwarna merah.
"Baiklah." Pemuda itu turun dari motor nya, dan kedua sejoli itupun melangkah mendekati pintu utama. Hana yang menyadari hal itu, ia pun berlari, dan duduk di depan televisi ruang tengah. Tempat ia standbye tadi.
Nara mempersilahkan kekasih nya untuk duduk di sofa ruang tamu, kemudian ia beranjak menuju dapur untuk mengambil kan nya minuman.
"Eh Hana , ngagetin aja!" Nara kaget saat melihat Hana sedang duduk santai di sana.
"Hayooo siapa tu yang di bawa pulang?" Goda Hana, yang membuat wajah Nara memucat.
"Aku kira kamu ikut Mama ke rumah nenek,"
"Enggak,! Ketangkep basah kan sekarang haha," Hana tertawa mengejek.
"Han, plis ya jangan bilang ke Mama soal ini," Nara memohon dengan wajah memelas.
"Baiklah, baiklah. Aku janji gak akan bilang apa-apa kok."
"Makasih ya Han, kamu memang yang terbaik." Sembari mengacungkan ibu jari nya. Kemudian ia melangkah lagi menuju dapur, melanjutkan niat nya yang tadi sempat tertunda.
Tak terasa jam menunjukkan pukul 14:30 sore. Ia teringat akan dengan pekerjaan paruh waktu nya.
Hana beranjak ke kamar. ia mengganti baby dol yang ia kenakan tadi, dengan celana jeans panjang berwarna biru beserta kemeja longgar kotak- kotak berwarna krem.
Ia meraih tas kecil, dan menyimpan hp beserta dompet di dalam nya.
Hana melangkah keluar melewati ruang tamu, disana terlihat Nara sedang bergelayut mesra pada kekasihnya. Namun ia segera menjauh ketika melihat Hana.
"Hana mau kemana?" tanya Nara dengan wajah yang sudah memerah seperti kepiting rebus.
"Aku ke toserba dulu Ra, kalian aku tinggal ya." Celoteh Hana.
"Oh iya Han, kamu gak kenal sama pacar aku ini? Dia kan sekelas sama kamu,"
"Ah iya, Indra ya. Cuma tau nama nya aja, aku gak banyak kenalan di sekolah." Sembari tersenyum. Ya Hana memang tidak banyak kenal dengan teman sekelas nya, padahal dulu dia adalah tipe orang yang ramah dan mudah akrab. Tapi semenjak kejadian malam itu, sifat Hana jadi berubah-ubah.
"Kalo begitu, kenalin aku Indra," ucap nya sambil mengulurkan tangan nya.
"Aku Hana," gadis itu menerima uluran tangan kekasih sepupunya.
"Kalo gitu, aku pergi dulu ya. oh ya Nara, aku udah masak tadi, kamu ajak Indra makan sana,"
"Sip, ok Han. Kamu memang yang terbaik."
Hana tersenyum, kemudian melangkah keluar, hingga menghilang di balik pintu utama.
Sepeninggal nya Hana , kedua sejoli itupun melanjutkan percakapan nya dengan di penuhi canda dan tawa.
"Aku ingin tau kamar kamu sayang, tempat dimana kamu dan aku telfonan setiap malam." Indra mulai merayu nya, dengan kepolosan Nara, ia pun mengajak Indra ke sebuah kamar, dimana ia dan Hana biasa nya tidur bersama.
"Ini kamar kamu sayang?"
"Iya, aku tidur disini sama Hana,"
"Rapi sekali ya kamar kamu,"
"Dulu sih sebelum ada Hana , kamarku selalu berantakan, tapi semenjak dia datang dan tinggal disini, semua nya jadi rapi dan bersih." Nara menjelaskan panjang lebar.
"Oh gitu ya, kasur kamu empuk juga ya," Indra menghempaskan tubuh nya di atas kasur.
"Biasa aja kok," Nara duduk di samping kekasih nya.
Indra menatap Nara, ia duduk di depan gadis itu.
"Sayang aku cinta kamu!" Kata-kata itu terdengar begitu manis di telinga Nara.
"Aku juga mencintaimu!" Balas Nara.
Pemuda itu mulai mendekati Nara, dan mencium bibir nya.
Semakin lama ciuman itu semakin panas. dan pada akhirnya setan menguasai diri mereka. Mereka tak mengingat lagi dosa.
Air mata Nara mengalir menyesali perbuatan yang barusan ia lakukan.
"Sudahlah sayang, jangan menangis. Kalo kamu hamil aku pasti tanggung jawab kok," ujar Indra sambil mengelus pucuk kepala gadis itu.
"Tapi aku takut,"
"Tidak perlu takut, ada aku kok." Indra membawa Nara ke dalam pelukan nya.
Beberapa saat kemudian, Indra berpamitan untuk pulang. Nara sengaja tidak mengantar nya ke depan, karna rasa sakit dan ngilu disana masih ia rasakan.
Sepeninggal nya Indra, Nara pun beranjak bangun dari tempat tidur. Ia terkejut saat mendapati darah berceceran di spray putih nya.
Dengan cepat ia mengganti spray dengan yang baru. Karna takut ada yang curiga atas perbuatan hina yang tadi ia lakukan.
Dengan langkah tertatih-tatih, ia mencuci spray tersebut hingga bersih dan harum.
Malam telah tiba, terlihat Hana berjalan menuju pulang dari tempat kerja nya. Dia duduk di kursi pinggir jalan menunggu angkot datang.
Tib-tiba sebuah mobil mewah berwarna putih berhenti di depan tempat ia duduk.
Kaca jendela mobil bagian belakang terbuka, menampakkan wajah seorang pemuda tampan yang ia kenal.
"Hana, lagi apa?" Dengan senyum indah di bibir pemuda itu.
"Aku nunggu angkot Lex," jawab Hana tersenyum manis.
"Sini masuk, biar aku antar," tawarnya sambil membuka pintu dan keluar dari mobil.
"Ah, tidak usah." Hana merasa tidak enak.
"Gak apa- apa ayok, malam- malam gini udah jarang ada angkot yang lewat."
"Beneran gak apa- apa, aku numpang di mobil kamu?"
"Iya gak apa- apa."
Hana duduk di kursi belakang, sedangkan Alex duduk di kursi depan samping supir pribadi nya.
"Tadi aku absen," ujar pemuda itu
"Apa? Absen?" Hana bingung.
"Iya, absen gak ke toserba hehe," Alex membuat lelucon.
"Kamu ada- ada aja, iya tumben kamu absen, biasa nya tiap hari, adaa aja yang di beli."
"Hehee tadi aku di ajak orang tua ku, ada urusan penting,"
"Oh gitu ya. Itu disana, berhenti di sana saja."
"Gak mau di antar Sampek rumah?"
"Gak usah, ini udah Deket kok,"
"Owh ya udah kalo gitu,"
"Makasih ya Lex,"
"Sama- sama."
Mobil pun melaju, dan Hana mulai melangkah menuju tempat tinggal nya.
Hana memasuki rumah, disana sangat sepi, ia pun langsung menuju kamar.
Di sana terlihat Nara sedang mengotak-atik ponsel nya sambil berbaring tak semangat di atas ranjang.
"Kok lemes gitu Ra? Kenapa? Udah ketemu pacar Seharus nya semangat dong." Goda Hana.
"Aku capek Han,"
"Owh ya udah istirahat aja, aku mau mandi dulu. Oh ya, Bibi belum pulang?"
"Belom Han,"
Hana mengangguk, dan ia pun bergegas meraih handuk, dan menuju kamar mandi.
Selesai dari ritual mandinya, ia pun memakai piyama tidur. Terlihat Nara masih memainkan ponsel nya dengan wajah lesu.
"Ini spray nya kok di ganti lagi? Baru kemarin yang aku ganti." Ujar Hana yang mendapati spray nya di ganti, padahal kemarin Hana baru menggantinya.
"Ah, itu_ itu tadi_ tadi ketumpahan jus, ya jus." Nara menjawab gelagapan.
"Oh gitu." Hana pun ikut berbaring di samping Nara.
Tak lama kemudian Hana pun terlelap tidur. Namun tidak dengan Nara, dia masih memikirkan hal yang tadi ia lakukan.
Bersambung...