Raja Liu Wei memasuki ruangannya dengan langkah yang pelan. Kepalanya masih saja memikirkan tentang perubahan yang terjadi pada Putri Xie Lian. la seperti melihat dirinya dan mantan permaisuri pada diri Putri Xie Lian. Apakah selama ini dia yang salah?.
Raja Liu menggelengkan kepalanya pelan. Tidak mungkin. Xie Lian Bukanlah putrinya. Raja Liu masih menyanggah semua pemikirannya.
[][][][][][][]
Hari sudah menjelang siang. Matahari pun sudah beranjak tinggi, mengeluarkan cahayanya yang menyengat kulit.
Xie Liu baru saja selesai sarapan. la memang bangun agak siang, lantaran tidak bisa tidur, karna memikirkan banyak hal.
Hanya raja Liu dan permaisuri lah yang datang mengunjungi gadis itu selama sakit. Tidak ada orang lain. Xie Liu juga tidak berharap untuk dikunjungi oleh orang lain. hanya saja, ia merasa kasihan dengan kehidupan miris gadis yang tubuhnya ia tempati saat ini. Begitu kesepian, dan tersiksa. Lebih baik gadis ini dibiarkan untuk tinggal diluar istana saja.
Tidak ingin menghabiskan waktunya hanya dengan duduk saja, Xie Liu mengajak Meng Mei untuk keluar, dan berjalan-jalan disekitaran lapangan tempat para prajurit berlatih.
Xie Liu berhenti tepat dipinggir lapangan. Memperhatikan dengan serius cara para prajurit berlatih.
Kondisinya memang jauh lebih baik dari kemarin. Saat ini ia masih tidak ingin keluar istana. la harus mencari cara terbaik untuk bisa kabur dari istana dengan aman.
Kening gadis itu sesekali mengernyit, matanya masih memandang cara berlatih para prajurit.
Huft...
Ia menghela nafas kasar. Xie Liu geram sendiri melihat bagaimana cara para prajurit bertarung. Tangannya gatal ingin mengajari mereka, matanya sakit melihat para prajurit itu menggunakan pedang, gerakan mereka terlihat kaku.
Pergerakan para prajurit terlalu mudah dibaca. Xie Liu yakin, Jika di medan perang, para prajurit itu pasti akan tumbang hanya dalam waktu 5 menit.
Gadis itu melangkahkan kakinya lebih dekat kearah tempat para prajurit berlatih. la mendapati pangeran Qiang Wei dari Selir kedua dan pangeran Shan Wei dari Selir ketiga, sedang mengawasi jalannya sesi latihan.
Pangeran Qiang dan Shan yang sedari tadi mengawasi para prajurit itu dari depan dan belakang barisan kini memusatkan perhatiannya kearah Xie Liu. Mereka mengernyit bingung. Bukankah Putri Xie Lian sedang terluka parah? Bagaimana Putri bisa berada disini, dan terlihat baik-baik saja.
"Long time not see pangeran!". Teriak Xie Liu melambaikan tangannya riang. Qiang dan Shan hanya mengerutkan keningnya bingung. Mereka sama sekali tidak mengerti apa yang dibicarakan oleh Putri Lian.
Xie Liu berjalan lebih dekat lagi kearah pangeran Qiang, yang kebetulan sedang menjaga posisi barisan.
"Permainan kalian kaku sekali". Ucap Xie Liu santai tanpa mengalihkan pandangannya dari permainan pedang para prajurit.
"Apa maksudmu?". pangeran Qiang berujar marah. Tidakkah Xie Liu tahu, kalau mereka berdua merupakan salah satu dari orang-orang terhebat di istana.
"Permainan kalian terlalu kaku" ulang Xie Liu. "Apakah aku juga harus menjelaskan kenapa aku bisa mengatakan itu?". Xie Liu memasang senyum ramah diwajahnya.
Pangeran Qiang tersenyum miring. "Jadi, seperti apakah permainan pedang yang Bagus itu Putri Xie Lian?" tantangnya.
Putri Xie Lian akhirnya menoleh kearah Pangeran Qiang, memandang Qiang tepat dikedua bola matanya, Xie Liu terkekeh, Lalu mengalihkan pandangannya menatap kembali permainan pedang para prajurit.
"Apakah perlu kutunjukkan?", Bisiknya pelan pada dirinya sendiri, malas mencari masalah dengan dua pangeran dihadapannya itu, namun, walaupun Xie Liu sengaja memelankan suaranya, kata-kata itu masih bisa didengar jelas oleh Qiang.
Tanpa pikir panjang, pangeran Qiang melemparkan sebuah pedang kearah Xie Liu, dan langsung mengambil gerakan kuda-kuda.
Pangeran Qiang merasa, tidak ada salahnya meruntuhkan wajah Putri yang sombong ini.
Meng Mei yang melihat itu langsung mendekat. Dengan cepat tangannya menarik lengan hanfu milik sang Putri.
"Tuan Putri, mohon maaf atas kelancangan saya. Anda tidak boleh melakukan ini, Anda baru saja sembuh". Ucap Meng Mei memelas.
"Tenanglah Meng mei. Tolong minggir. Aku tidak ingin kau terluka" balasnya.
"Tapi Putri," ucapan Meng Mei terpotong oleh tindakan pangeran Qiang yang tiba-tiba saja melajukan serangannya. Xie Liu bahkan sampai mendorong Meng Mei menjauh, agar tidak terkena serangan.
"Beginikah cara seorang pangeran memperlakukan perempuan? Sungguh seorang pecundang." Xie Liu, masih memasang senyum andalannya, jika kalian bertanya apa ciri khas dari seorang Xie Liu, jawabannya adalah, senyum meremehkan dan penuh ejekan namun ditutupi oleh selimut yang berbentuk wajah penuh kesopanan dan keramahan yang tampak seperti saat ini.
Tanpa menunggu aba-aba lagi, Xie Liu atau lebih tepatnya Putri Xie Lian langsung memberikan serangan telak. Tadinya ia ingin bermain dengan santai. Tapi melihat pangeran Qiang yang hampir mencelakai dayangnya, ia jadi ingin memberikan pelajaran kepada pangeran Qiang.
Xie Liu melompat saat pedang milik pangeran Qiang hampir menebas kedua kakinya, suara pedang beradu, mendominasi tempat latihan kerajaan itu, gerakan mereka sangat lincah, gerakan keduanya juga sedikit seimbang, namun jika gerakan Pangeran Qiang penuh dengan energi dan sedikit menggebu-gebu, maka lain halnya dengan Xie Liu yang tenang dan teratur, sangat menarik untuk menjadi bahan tontonan, pedang Pangeran Qiang hampir mengenai wajahnya tatkala Xie Liu menendang perut pangeran Qiang kemudian membalik keadaan dengan melempar jauh pedang milik pemuda itu, Kini pedang Xie Liu sudah berada tepat di depan leher pangeran Qiang. Jika Pemuda itu bergerak sedikit saja, Xie Liu yakin, akan ada luka goresan di leher pangeran Qiang. Parahnya, jika Xie Liu ingin, ia bisa saja langsung menebas leher pangeran Qiang.
"Saya bisa saja langsung menebas kepala Anda Pangeran Qiang. Tapi saya bukanlah seorang pecundang". ucap Xie Liu, suaranya masih seperti biasa, ramah dan sopan, ia memasang senyum palsunya lagi kemudian melempar pedangnya begitu saja.
Semua orang yang melihat permainan pedang Xie Liu membelalakan matanya tidak percaya. Putri Xie Lian mampu melawan pangeran Qiang, yang terkenal dengan permainan pedangnya yang hebat dan energik.
Disudut lapangan, Tampak Putra Mahkota berdiri memandang ke tengah lapangan, tepat ke arah tempat dimana Putri Xie Lian dan Pangeran Qiang beradu pedang, sedari tadi Renshu mengawasi kejadian itu. Wajahnya masih datar. Tidak ada yang bisa mengartikan sorot mata dari sang Putra mahkota.