Xie Liu dan Meng Mei berjalan pelan, menyusuri setiap sudut istana. Ekspresi Xie Liu masih seperti biasa, ramah dan sopan, senyuman palsu terus bertengger di bibirnya, Xie Liu sama sekali tidak mempedulikan kesibukan-kesibukan disekelilingnya. Sesekali gadis itu berhenti, memfokuskan pandangannya pada satu arah. Bukan, dia bukan melihat seseorang. Melainkan sedang memikirkan sebuah strategi. Karena niatnya mengelilingi istana Bukan hanya untuk melihat-lihat melainkan untuk mencari celah agar rencananya bisa berjalan mulus.
Xie Liu kembali berhenti. Pandangannya menyapu sekeliling halaman istana.
"Meng Mei! Apakah akan ada Perayaan?". Xie Liu membalikkan tubuhnya menghadap Meng mei, menatap penasaran ke arah pelayan setianya itu.
Meng Mei memandang Xie Liu gugup. Jari-jarinya saling menyatu dan meremas.
"Ya tuan Putri, 2 hari lagi akan diadakan pesta ulang tahun Raja Liu" jawabnya, suaranya sedikit gemetar.
"kenapa aku tidak tahu?"
Meng Mei semakin menunduk. Dengan rasa penyesalan, gadis itu kembali berucap. "Maafkan hamba Putri. Tuan Putri memang tidak pernah di undang pada acara itu". jawabnya ketakutan.
Xie Liu mengerutkan keningnya tanda tidak suka. Apa-apaan itu? Jadi benar, dia tidak pernah dianggap oleh orang-orang di istana ini. Tidak masalah.
Baiklah, Baik.
Kita lakukan dengan cara Xie Liu. Karena mereka yang melakukannya lebih dulu, maka jangan menyesal. Xie Liu kembali menyunggingkan senyum ramahnya.
"Tidak masalah!" ucap Xie Liu riang. Meng Mei menaikan pandangannya, dan berusaha menilai ekspresi tuan putrinya ini.
"Aku bersyukur karena mereka tidak mengundangku. Sehingga aku tidak perlu pura-pura beramah tamah. Dosaku sudah terlalu banyak". ucap Xie Liu, kemudian melanjutkan langkahnya, senyum ramahnya tidak pernah luntur dari bibirnya, senyum itu memang terlihat baik pada awalnya, namun jika senyum itu dipasang oleh seorang Xie Liu, maka sudah jelas bahwa arti dari senyum itu bukanlah hal yang patut disyukuri.
Meng Mei yang melihat itu semakin sedih. Entahlah, dia merasa jika tuan putrinya terlalu menutupi perasaannya.
[][][][][][][]
Hari ini adalah hari ulang tahun Raja Liu. Sudah banyak tamu undangan yang berdatangan dari kerajaan lain. Sedangkan Xie Liu, gadis itu lebih memilih menghabiskan waktu seorang diri di dalam kamarnya. la bahkan tidak mengizinkan seseorangpun masuk tanpa perintahnya.
Xie Liu membuka jendela kamar, melihat dan memperhatikan sekelilingnya.
Karena saat ini adalah pesta perayaan ulang tahun Raja, suasana disekeliling kamarnya jadi mendadak ramai. la bahkan bisa melihat para pangeran-pangeran dari kerjaan lain yang sedang berinteraksi satu sama lain, dan para saudari-saudarinya yang juga sedang bercengkerama dengan tamu lain dari dalam kamarnya.
Xie Liu menghembuskan nafas kasar. Dia tidak iri. Tidak sama sekali.
"Permaisuri memasuki ruangan!!" Xie Liu berdecak kesal mendengar suara itu. Hancur sudah kedamaian yang ia ciptakan sedari tadi.
Xie Liu bahkan tidak berniat untuk berbalik, sekedar menyambut kedatangan permaisuri.
Biarlah, biar mereka tahu jika dirinya tidak bisa diganggu untuk saat ini.
"Putri Lian" sebuah suara lembut membuat Xie Liu terlonjak kaget. Namun gadis itu masih tidak ingin membalikkan tubuhnya.
"Kalian semua, keluarlah!" perintah permaisuri Jia.
"Dan kamu Xie Lian, duduklah disini nak!" perintah lembut itu menggerakkan hati Xie Liu.
Xie Liu berbalik, hanya untuk melihat bagaimana ekspresi sang permaisuri. Tidak ada siapapun disini. Maka tidak mungkin permaisuri sedang berakting baik padanya, bukan tanpa sebab Xie Liu curiga pada permaisuri, karena Xie Liu juga dulu adalah penggila Novel, apalagi jika tokoh utamanya bereinkarnasi ke zaman kuno, Xie Liu sering mendapati tokoh utama protagonis wanitanya selalu ditindas dan dibenci oleh permaisuri hanya karena alasan iri, dan ini dan itu, sebenarnya novel seperti itu agak membosankan menurutnya namun jika tidak ada bahan lain untuk dibaca, Xie Liu akan selalu menghabiskan waktu di depan novel yang bergenre apa saja untuk ia baca.
"Apa yang kau inginkan?" tanya Xie Liu tenang.
Permaisuri Wei tersenyum lembut. Tangannya menepuk pelan kasur di sebelahnya mengisyaratkan Xie Liu untuk duduk disampingnya. "Duduklah disini Lian. Ibu tidak bisa bicara dengan suara keras" ucap Permaisuri.
Xie Liu mengerutkan keningnya. Setelah beberapa saat, kakinya bergerak untuk mendekat kearah permaisuri.
"Kamu tahukan, ayahmu hari ini berulang tahun?". ucap permaisuri sambil mengelus kepala Xie Liu dengan lembut.
Xie Liu menelan salivanya dengan pelan. Kepalanya mengangguk refleks. Dia seperti sedang tersihir oleh karismatik sang permaisuri.
"Ibu tahu, bahwa ayahmu tidak pernah mengundangmu untuk datang. Jadi biarkan ibu yang mengundangmu. Datanglah ke pesta itu hari ini". pintanya lembut.
Xie Liu tidak mengeluarkan sepatah kata pun. Mulutnya seakan bungkam dan terkunci rapat.
Permaisuri mengangguk mengerti. "Yah, ibu mengerti. Kamu pasti takut kejadian tahun lalu terulang kembali." Permaisuri tersenyum, kemudian bangkit berdiri. "Jangan lupa makan makananmu". ucapnya lagi sebelum keluar ruangan.
Xie Liu masih terdiam ditempatnya. Sebenarnya dia bingung, musuhnya yang sebenarnya itu siapa?, Apakah permaisuri juga termasuk salah satunya?.
Xie Liu mendapati Meng Mei berjalan masuk ke dalam kamarnya. "Putri, apakah Permaisuri mengajak Anda untuk ikut Perayaan itu?" tanya Meng Mei gugup. Xie Liu mengangguk pelan, mulutnya masih terbungkam.
Xie Liu memperhatikan tingkah pelayannya yang tampak gugup, seperti ingin mengatakan sesuatu.
"Ada apa?".
Meng Mei menunduk, dengan air mata yang hampir jatuh dia menjawab. "Maafkan kelancangan hamba putri. Jika saya boleh berpendapat, saya harap anda jangan mengikuti permintaan permaisuri. Maafkan hamba putri, hamba pantas mati karena terlalu lancang" ucap Meng Mei hampir menangis.
"Meng Mei, berdirilah jika ingin berbicara denganku. Kepalaku sakit karena terus menunduk".
Meng Mei mendongak, melihat ekspresi sang tuan putri. "Anda tidak marah putri?", tanyanya bingung.
"Marah? Apa alasannya aku harus marah?", Xie Liu bertanya balik, ia benar-benar tidak habis pikir dengan sistem pemerintahan saat ini, bahkan untuk mengeluarkan pendapat saja harus takut, ia menghela nafas jengah.
"Asal kalian tahu, suatu saat nanti pasti akan ditemukan hukum Hak Asasi Manusia. Dimana semua orang berhak untuk mengajukan pendapat, mendapatkan perlindungan. Ahh, sudahlah, kalau kujelaskan pun kau pasti tidak akan mengerti. sebenarnya apa yang terjadi Meng Mei? Ceritakan semuanya!".
[][][][][][][]
Malam telah tiba. Disinilah Xie Liu berada. Disebuah aula besar yang dimiliki kerajaan mereka, tempat dilangsungkannya acara Perayaan ulang tahun Sang Raja. Xie Liu menyamar dengan menggunakan pakaian prajurit, dan berdiri tepat disamping pintu masuk. Matanya memandang ke arah seseorang, yang kini menjadi sasarannya, mengawasi setiap gerak-gerik orang itu.
Setelah mendengar cerita Meng Mei, ia tahu, bahwa ada seseorang yang sedang mengincarnya dan ingin membunuhnya. Dia sudah menyimpulkan bahwa Permaisuri adalah orang yang baik. Namun, Hanya Meng Mei saja yang mengetahui hal ini, yang menyebabkan putri Xie Lian saat itu pingsan adalah karena seseorang. Tapi tidak ada yang mempedulikan ucapan pelayan itu, sepertinya Putri Lian ini memang tidak sepenting itu.
Xie Liu mengepalkan tangannya. Matanya masih memandang tajam ke arah orang itu. Keinginan membunuhnya meronta-ronta untuk keluar. Hal ini sebenarnya yang Xie Liu takutkan. la kira dengan berganti tubuh, sifatnya yang itu juga akan menghilang.
Renshu membelalakan matanya tidak percaya setelah mengedarkan pandangannya ke sekeliling ruangan, dan mendapati putri Lian juga berada diruangan ini.
Renshu mengerutkan keningnya, bingung dengan tingkah adiknya yang sedang memandang tajam kearah seseorang yang tidak jauh darinya.
Sekelebat ingatan seakan masuk kedalam pikirannya. Sebuah kejadian yang mengenaskan, hingga membuat putri Xie Lian kehilangan kesadarannya muncul dalam pikirannya, dan kejadian itu terjadi pada tanggal yang sama dengan hari ini.
Renshu menelan salivanya pelan, ia takut apa yang dipikirkannya akan terjadi. Apalagi melihat putri Xie Lian yang seakan memiliki jiwa yang berbeda, sehingga tidak ada lagi tatapan ketakutan dimatanya.
"Putra mahkota Renshu!", Panggil Raja dari sebelahnya.
Renshu terlonjak kaget, dan kini matanya Mengerjap pelan. ia memutar tubuhnya hingga sepenuhnya menghadap raja.
"Ya, yang mulia!" jawabnya setelah bangun dari keterkejutan.
Raja Liu tertawa pelan. Tangannya terulur menepuk bahu Renshu.
"Aku masih belum mendapatkan hadiah darimu. Apakah tahun ini kau tidak memberikan sesuatu kepadaku?". Tanya Raja tenang sedikit bergurau.
Renshu mengangguk pelan. "Hari ini saya akan mempersembahkan tarian pedang kepada yang mulia" jawabnya sambil membungkuk hormat.
Raja Liu tersenyum senang.
"Kalau begitu, lakukanlah! Aku tidak sabar menantinya". ucap Raja Liu.
Renshu berdiri, memanggil Jendral kepercayaannya untuk dijadikan pasangan tariannya. Dengan lihai ia bermain pedang, tampak seperti sedang menari. gerakannya selaras dengan ayunan pedang yang anggun, ayunan pedang yang ia ciptakan terlihat tenang dan sesekali terlihat tegas, tarian pedang yang gemulai namun tajam sangat menarik untuk dipandang, permainannya sangat serius, la bahkan tidak menyadari adanya gelagat aneh dari seberangnya.
Sebuah panah kecil tertusuk dibetis kirinya. Matanya terbelalak, merasakan nyeri luar biasa pada kakinya. la bahkan tidak sempat untuk melihat pelakunya, saat kegelapan menarik kesadarannya.
Ruangan tempat diadakannya pesta menjadi heboh. Tampak semua para undangan berdiri ketakutan. Semua prajurit mendekat, melihat dan mencari pelaku dari antara para tamu undangan. Beda halnya dengan Xie Liu yang masih berdiri diam ditempatnya, memandang tajam kearah Xue Fu, yang merupakan seorang sepupu jauh dari raja Zihao, yang diutus untuk datang menghadiri undangan.
Tidak ada lagi tatapan mata ramah Xie Liu. Hanya kobaran kebencian yang berada dimatanya.
Dengan pelan bak malaikat pencabut nyawa, Xie Liu menuruni tangga, berjalan kearah Xue Fu yang tampak tersenyum miring, melihat kehebohan yang telah ia buat.
Setelah berada disamping pria itu, Xie Liu berucap dingin. "Long time not see Xue Fu" sapa Xie Liu santai. Bibirnya membentuk sebuah senyum, matanya kembali memancarkan keramahan.
Xue Fu melihat ke arah asal suara, dan mendapati seorang prajurit berdiri dengan angkuh seperti menantangnya.
"Bisakah kau mengeluarkan benda itu dari kantong pakaianmu!", ucap Xie Liu tenang.
Xue Fu tersenyum meremehkan. "Kau siapa? Kau tidak punya hak untuk memerintahku" jawab laki-laki itu tenang.
"Putri Xie Lian!!". Teriakan Raja Liu membuat pandangan Xue Fu dan Xie Liu mengarah ke tempat Raja Liu berdiri.
"Apa yang kau lakukan disini?" bentak raja.
Xie Liu melihat Xue Fu yang membelalakan matanya tidak percaya. la benar-benar tidak mengenali gadis yang berada disebelahnya ini. Dia terlalu berbeda, apalagi warna rambutnya.
"Kau tidak mau mengeluarkannya?" tanya Xie Liu santai, tidak mempedulikan tatapan tajam Raja Liu yang mengarah padanya.
"Tolong jangan berbuat semena-mena terhadap tamu kehormatan nona" ucap Xue Fu mencoba mengelak.
Xie Liu mengangguk paham. Dengan cepat ia bergerak, bahkan Xie Liu sendiri tidak menyadarinya. Xie Liu menaikkan sebuah benda yang baru saja diambil dari pakaian Xue Fu. "Busur panah kecil lengkap dengan panahnya. Ada penyanggahan?" tanya Xie Liu memasang senyum andalannya.
Xue Fu terdiam, wajahnya tampak gugup. Merasa disudutkan, laki-laki itu mengambil pedangnya, dan mengarahkannya kearah leher Xie Liu.
Xie Liu menaikan salah satu alisnya, benarkah? Sebegitu pengecutnya kah laki-laki dihadapannya ini?
Raja Liu yang melihat itu segara memerintahkan prajurit untuk mengelilingi kedua insan itu. Melihat hal itu, para prajurit Xue Fu juga melakukan hal yang sama.
Dengan santai Xie Liu duduk di atas meja, tempat dimana makanan disajikan. la bahkan tidak ketakutan melihat keadaan yang semakin memanas, wajah ramahnya, dan senyum palsunya semakin membuat orang bertanya-tanya, apa yang dia rasakan saat ini.
"Mau membunuhku?" Tanya Xie Liu dengan nada mengejek.
"Sebelum kau melakukan hal itu, aku pastikan jantungmu sudah berada di cawan ini. Dan aku akan mempersembahkannya kepada anjing-anjing jalanan"
Tanpa menunggu bantuan mendekat, Xie Liu memukul ulu hati Xue Fu sambil menjauhkan kepalanya dari pedang laki-laki itu.
Dengan lincah kakinya bergerak, tubuhnya menunduk, dan menarik leher Xue Fu.
Xie Liu yang melihat prajurit Xue Fu kini mengarahkan pedang meraka kearahnya kemudian berbalik, membiarkan tubuh Xue Fu menjadi tamengnya. Sesekali kakinya bergerak, menendang para prajurit. Kejadian itu dilihat oleh semua orang. Tampak semua orang terpana melihat kelincahan gadis itu. Seakan terhipnotis, seorang putri Xie Lian saat ini tampak begitu mengagumkan di mata mereka.
Xie Liu menyadari laki-laki yang masih Setia dipegangannya saat ini sedang meringis kesakitan. Xie Liu tahu, pasti sudah banyak luka pada tubuh Xue Fu. Dan itulah yang diinginkan Xie Liu. Kematian yang begitu menyiksa.