"Hu-um."
"Serius? Maksudku yang perempuan."
Apo segera mengangguk kecil. "Iya, Dad. Cantik-cantik juga kok. Mereka punya sayap seperti aku."
"Hoo ...." gumam Mile. "Terus?"
Bola matanya bergerak pelan karena dipakai berpikir. "Umnn, kami biasanya disuruh mengangkut buah ke istana sih. Kadang juga barang dari negeri seberang," celoteh Apo. "Tapi intinya pelayan. Kami yang muda membantu Puteri, terus yang tua program istana. Semuanya mengabdi sampai dapat pasangan."
"Hmmm."
"Aku dibuangnya karena memecahkan guci, Dad ...." kata Apo. "Warnanya bening seperti kristal. Indah sekali sampai aku ingin pegang waktu itu."
Karena terdengar fantasi, Mile pun menganggap kisah Apo sebagai dongeng. Dia perlahan mengantuk lagi, tapi batal tidur karena Apo mengangkat topik pindahan mendadak. Sebagaimana nasihat Ta Nannakun, Apo juga ingin Paopao diajak serta, namun Mile merasa kosong karenanya. "Apa?" kagetnya.
"Eh?"
