Chereads / My ice boss / Chapter 13 - tiga belas

Chapter 13 - tiga belas

Selesai makan malam aku bergegas membersihkan meja makan. Semua piring kotor kubawa lalu kubersihkan di wastafel yang ada di dapur. Beberapa makanan sisa yang masih layak makan kusimpan di kulkas.

"Pa, sisa makan malam tadi saya masukkan kedalam kulkas ya Pak".

ucapku pelan dihadapan Steven yang saat ini tengah duduk diatas sofa, yang terlihat sibuk bermain dengan ponsel yang berada digenggamannya.

"Buang saja".perintahnya tegas tanpa memandangku.

"Ta..tapi Pak".

"Tidak akan ada yang makan makanan sisa itu disini".

"Tapi Pak semua makanan itu masih sangat layak untuk dimakan, semuanya masih bersih. belum ada tersentuh sama sekali". Jelasku sambil menatap kembali Bapak Steven.

"Kalau saya bilang buang, ya kamu buang. Saya kurang suka kalau ada yang melawan kalimat-kalimat saya". Bapak Steven mengucapkannya dengan nada sedikit meninggi sepertinya dia tersulut emosi.

"Ba.. baik Pak". jawabku takut-takut, Pak Steven kembali bermain handphone nya, aku langsung berbalik berjalan menuju kulkas yang letaknya berada di dapur. Makanan sisa yang sudah kutata rapi didalamnya itu kuambil kembali.

Menuangkan isinya kedalam plastik kresek. lalu mengikat seadanya membuangnya ketempat sampah. Ada rasa bersalah yang menjalariku saat membuang makanan itu ketempat sampah.

Sekarang kotak makanan itu kotor dan kosong isinya, kubawa ke wastafel untuk membersihkannya, mencucinya hingga bersih lalu meletakkannya kembali ketempat semula.

Selesai itu aku kembali ke ruang tengah tempat dimana Sehun duduk.

"Pak lauk nya sudah saya buang dan kotak tempatnya juga sudah saya bersihkan".

Steven melihat ku sekilas, lalu kembali sibuk dengan ponselnya.

"Kalau begitu saya pamit pulang ya Pak". Pamitku pelan, Bapak Steven kembali mengangkat kepalanya memandangku,

"Mau saya antar?". tawarnya sambil berdiri memasukkan ponselnya kedalam saku celananya. Aku yang merasa tidak enak, menggeleng menolak tawarannya.

"Tidak Pak. Tidak perlu Pak. Saya pulang nya pakai angkutan online saja pak. Terimakasih untuk makan malamnya Pak".

Aku menyunggingkan senyumku lembut, berjalan dari hadapannya dengan sopan.

"Tunggu disini sebentar jangan pulang dulu". Steven berjalan menjauh dari tempat ku berdiri, aku hanya mengangguk mematuhi ucapannya.

Kuperhatikan langkah Pak Steven sampai badan kekar miliknya menghilang dibalik tembok.

Tidak butuh waktu lama Pak Steven kembali muncul dihadapanku.

Tapi kali ini dirinya tengah memakai jaket kulit berwarna Hitam.

"Ayo" . Lagi aku mengangguk mengekorinya dari belakang hingga kami berhenti saat telah sampai digarasi mobilnya.

Kuedarkan pandanganku ada banyak sekali mobil disini. Sepertinya totalnya ada sepuluh mobil dan semuanya keliatan mobil mahal.

Tinnnnn..tinnnnnn ....

Menoleh kebelakang, ternyata keributan itu disebabkan oleh ulah Bapak Steven, dirinya kini tengah berada didalam mobil sedan putih, mobil ini belum pernah kulihat dibawanya kekantor.

"Masuk".

"Ba..baik Pak.". aku bergegas masuk duduk dikursi penumpang. Rasanya sangat menegangkan berada disebelah Pak Steven walaupun hal ini bukan yang pertama kali terjadi.

"Seatbelt nya".

Aku menoleh kearah Pak Steven.

"Sabuk pengamannya". Pak steven memegang sabuk pengamannya sambil memandang kearahku.

Oh ternyata Pak Steven menyuruhku menggunakan sabuk pengaman. Astaga, bodohnya aku.

"Maaf Pak" sambil cengengesan aku mencari sabuk pengaman begitu menemukannya langsung saja kupakai sabuk pengamannya.

"Sudah Pak".

Tidak melihatku sama sekali atau menyahuti ucapanku Pak Steven langsung mengendarai mobilnya.

Hening sekali.

Tidak ada yang membuka pembicaraan diantara kami. Ingin rasanya aku berbasa basi dengannya, tapi aku juga bingung memikirkan topik apa yang harus dibicarakan. Kalau tentang pekerjaan itu adalah pembicaraan yang sangat berat dan membosankan untukku. kalau membicarakan tentang pertemanan, kami tidak seakrab itu, kalau membicarakan kembali tentang kejadianku sewaktu dirampok kemarin, itu artinya sama saja aku seperti mencari mati dengan Pak Steven.

Dari pada bingung mencari topik pembicararaan lebih baik diam saja, ucapku pasrah didalam hati setelah berperang beberapa lama dengan isi kepalaku sendiri. Daripada salah bicara nantinya,diam sudah menjadi pilihan yang paling tepat.

"Davina".

Refleks aku memadang Pak Steven, memastikan apakah dia yang memanggil namaku barusan.

"Coba ceritakan kronologi kamu sewaktu dirampok kemarin".

"Hah.....". Aku tercengang tidak percaya mendengar perkataannya, kupikir Pak Steven tidak ingin membicarakan hal ini.

"Ceritakan bagaimana kamu bisa dirampok kemarin, saya penasaran".

"Oh ,Ia Pak. Jadi sewaktu Bapak menurunkan saya ditengah jalan , saya berinisiatif untuk belanja sebentar keminimarket yang kebetulan ada di sekitar saya di turunkan, membeli beberapa keperluan yang saya butuhkan untuk penerbangan keluar kota. Selesai belanja saya mengeluarkan ponsel dari dalam tas tujuannya untuk memesan angkutan online. Tapi entah dari mana asalnya tiba-tiba saja ada dua orang pemuda yang melintas dan mencuri ponsel dan tas dari genggaman saya".

Selesai menjelaskannya aku memperhatikan raut wajah Steven.

Datar, tidak ada ekspresinya, tidak ada rasa iba disana.

Kuhembuskan nafas pelan, duduk kembali menghadap kearah jalanan, ada rasa kecewa didadaku saat melihat tidak ada perubahan raut wajahnya.

"Lalu apa rencanamu selanjutnya?".

"Sebenarnya hari ini saya berniat pulang lebih awal dari kantor untuk mencari tas itu.Karena saya yakin sekali kalau si penjahat itu hanya ingin mengambil uang dan ponsel saja.

Kemungkinan besar berkas-berkas pribadi saya dan beberapa berkas kantor masih bisa ditemukan. Karena saya sangat yakin Pak, kalau si penjahat itu hanya menginginkan uang dan benda berharga lainnya yang ada di tas itu".

Sesak rasanya saat mengingat kejadian dihari itu. Kartu ATM satu-satunya yang kupunya berisi semua gajiku yang kusimpan selama bekerja di Kantor Bapak Steven hilang, hasil jerih payahku selama ini hilang begitu saja.

Mataku rasanya memanas, aku menahan butiran air mata itu semampuku, sambil mengkopek kuku ku dengan jari yang bebas untuk mengalihkan pikiranku.

"Kalau begitu kamu saya ijinkan untuk pulang lebih awal besok,".

"Benarkah Pak?". tanyaku memastikan kembali ucapannya.

Dan pak Steven mengangguk.

"Kamu bisa mencari berkas kamu yang hilang"

"Terimakasih banyak Pak".

Bapak Steven kembali mengangguk.

"Semoga saja besok aku bisa berhasil menemukan berkas-berkas itu, semoga saja aku bisa menemukan petunjuk entah sekecil apapun itu". kurapalkan doaku didalam hati, semoga alam semesta ikut serta membantuku.

"Terimakasih Pak, sudah mengantar saya". Ucapku berterimakasih saat Bapak Steven mengantarkanku dengan selamat.

"Sama-sama, kalau begitu saya pamit pulang".

"Baik Pak,hati -hati dan terimakasih sekali lagi Pak".

Steven hanya mengklakson, lalu pergi dari lingkungan kost ku.

"Terimakasih Tuhan, setidaknya Bapak Steven masih memberiku sedikit keringanan".

Aku melangkah masuk kedalam kost, seperti biasa aku akan langsung mandi membersihkan badanku yang lengket karena keringat dan berhubung tadi aku telah makan malam di rumah Bapak Steven jadi kuputuskan langsung tidur setelah selesai mandi.

Alarm berbunnyi, membuatku terbangun dari tidur, sudah pukul enam pagi. Aku begegas bangkit dari tidurku, merapikan kasur dan melipat selimutku supaya terlihat lebih rapi. Lalu membersihkan kost ku yang kecil ini menyapu serta mengepelnya, lalu memasak nasi memasak lauk seadanya. Ini adalah aktivitasku setiap pagi hal yang kulakukan sebelum aku berangkat kerja.

Selesai merapikan semuanya, aku bergegas mandi lalu setelahnya memakai setelan kantorku, kemudian sarapan dan berangkat kerja.

Sepi sekali, karena memang masih terlalu awal untuk tiba dikantor sekarang, tapi hal itu memang yang kuinginkan, aku ingin menyelesaikan pekerjaanku dengan cepat. supaya nanti aku bisa pamit lebih awal,

Kulangkahkan kakiku dengan cepat menekan tombol lift. Menunggu beberapa saat pintu lift terbuka. Aku masuk lalu menekan lantai paling atas, lantai tempatku bekerja.

Dengan langkah lebar aku melangkah saat tiba dilantai yang kutujuku, Berjalan menuju meja kerjaku, mendudukkan bokongku dikursi yang biasa kutempati, menghidupkan komputerku dan mulai mengerjakan pekerjaanku yang begitu banyak menumpuk.

"Pagi".

Aku mendongkak saat mendengar suara yang menyapaku, rupanya itu adalah Pak Steven, dirinya kini tengah berdiri dihadapanku.

Ada apa dengannya? tumben sekali menyapaku di pagi hari ini.

Dengan cepat aku bangkit dari tempatku duduk, dengan sopan menunduk membalas sapaannya,

"Selamat Pagi juga Pak".

Tanpa banyak kata Bapak Steven langsung berlalu dari hadapanku .