Lanjut part ke 5 nih teman-teman...
Happy Reading :)
_
Aku tak bisa berkata-kata lagi, menahan sesak di hatiku. Selama ini Ezra tau semuanya. Aku hanya bisa mengangguk mengiyakan ajakannya. Kami pun langsung menaiki wahana-wahana di sana. Aku puas berteriak dan menangis, sedangkan Ezra seperti seorang ayah yang sedang menemani anak rewelnya bermain tanpa henti.
"Gimana? udah lega?" tanya Ezra memberikan kacu miliknya karena tissue milikku sudah habis dibasahi air mata.
"Thanks, ya … aku malu tau!"
"Kenapa?"
"Udah segede ini masih nangis kaya anak kecil. Liat nggak sih tadi orang-orang pada ngeliatin aku."
"Yang penting kan mereka nggak malu-maluin kamu."
"Hm, iya sih."
Lagi-lagi pria satu ini membuatku nyaman. Aku tak tahu apa tujuannya apa sampai ia begitu peduli denganku, tapi untuk sekarang setidaknya aku memiliki bahu untuk bersandar. Seharian ini waktuku habis bersamanya. Menjelang sore, hujan tiba-tiba turun sangat lebat seperti tangisanku yang menderu kencang tiada ampun. Sebagian tubuhku basah, begitupun dengan Ezra. Kami berteduh di sebuah kedai makanan siap saji yang awalnya sepi pembeli menjadi sangat sesak. Aromanya sungguh menggoda dikala hujan lebat seperti ini, ingin rasanya bisa duduk dan menikmati makanan hangat dan secangkir kopi. Namun, semuanya sesak.
"Ezra, jalan aja yuk!"
"Kemana?"
Aku hanya tersenyum dan melangkahkan kaki sejauh lima langkah dari tempatku. Air menghujani tubuhku, aku tak peduli. Siapa yang akan memarahiku sekarang? tidak satupun orang bisa memarahiku. Aku lupa diri atas kedewasaanku, air menenangkanku dari segala hiruk pikuk dunia. Sejenak kulupakan masalah-masalahku. Hingga aku tersentak kaget ketika tubuhku terdorong jatuh ke sisi jalan.
"Khansa, kamu nggak apa-apa?"
"Iya—nggak apa-apa, makasih ya, Zra." Nyawaku nyaris melayang karena kelalaianku sendiri. Sekali lagi Ezra menyelamatkanku. Dengan sigapnya ezra memeriksa keadaanku.
"Syukurlah, kamu nggak apa-apa. Lain kali hati-hati, ya Sa!" Ezra tiba-tiba memelukku dan pelukan itu adalah pelukan kedua yang pernah aku dapatkan setelah freya. "Kenapa aku belum pernah merasakan hal ini dari ayah?" gumamku dalam hati. Aku membalas pelukannya, tak ingin menyudahinya, namun dinginnya hujan kian mencekam.
"Zra, aku kedinginan."
"Oke, kita ke mobil ya."
Dengan hati-hati Ezra menuntunku menuju parking area dan masuk ke mobil di bangku belakang dalam keadaan basah seluruh tubuh. Sedangkan Ezra masih sibuk mencari-cari sesuatu di bagasi.
"Sa, maaf aku nggak bawa baju lain. Ini hoodie yang kemarin aku pakai, kamu ganti baju dulu pakai ini ya, biar nggak kedinginan."
"Terus kamu gimana?"
"Aku nggak apa-apa, kaya gini juga aman," kata Ezra kemudian menutup pintu mobil dan berjaga agar aku bisa mengganti pakaianku yang basah kuyup. Usai berganti pakaian, kubuka jendela mobil dan memanggil ezra. Begitu mendengar panggilanku, ezra langsung membuka pintu dan mempersilahkan aku duduk di depan dan menyusul duduk di tempat duduk pengemudi. Dengan elegannya dia mengemudikan mobil dalam keadaan pakaian yang basah. Aku tahu dia tak sekuat itu, hanya saja dia ingin terlihat gentle di depanku.
"Khansa, ke apartemenku dulu ya, dingin juga lama-lama pakai baju basah, haha."
"Iya, Zra. Nggak apa-apa, daripada nanti masuk angin." Kami pun pergi ke apartemen Ezra.
"Udah sampai?"
"Iya, ayo masuk," ajak Ezra berjalan berdampingan menuju ke kamar apartemennya. "Kamu beresin badan dulu, nanti gantian."
"Tapi, kamu belum ganti baju sama sekali loh," balasku dengan cepat.
"Aku gampang, ganti baju disini juga jadi. Udah, sana kamu bersih-bersih badan dulu, mandi sekalian biar badan seger."
"Oke…" Aku pun segera masuk ke kamar mandi dan bersiap untuk mandi. Kamar mandinya bersih, aku tersenyum tanpa sebab. Ah, nyaman sekali mandi air hangat setelah diserbu air dari langit. Aku bisa saja berlama-lama disini, tapi aku rasa ezra sedang menungguku di luar. Sebisa mungkin aku mandi lebih cepat dari biasanya. Masih dalam keadaan mengenakan handuk, tiba-tiba terdengar suara ketukan pintu.
"Iya!" sahutku menaikkan suara.
"Ini baju gantinya." Ezra memberikan beberapa pakaian dari balik pintu untuk aku kenakan.
"Thanks, Ezra."
"Oke, aku tinggal bentar ya, kebawah cari sesuatu, kamu selesein dulu aja mandinya, keringin rambut sekalian biar nggak pusing," ucap Ezra disusul suara pintu tertutup.
Ezra sudah mempersiapkan segalanya. Entah dari mana dia dapatkan baju wanita ini, tapi sepertinya dia baru saja membelinya. Ah, dia terlalu baik padaku. Sambil menyalakan hair dryer, aku tersenyum entah karena apa. lamunanku melayang kemana-mana, apakah aku jatuh cinta? entahlah, aku belum tahu jawabannya. Selesai mengeringkan rambutku, notifikasi handphone menyala, ada pesan masuk dari Ezra bahwa dia akan segera sampai. Belum sampai aki menaruh hanphoneku, terdengar suara pintu terbuka.
"Cepat sekali dia datang," gumamku bersiap keluar kamar mandi. Rasa yang berbeda muncul secara misterius, perasaanku sangat senang akan bertemu dengan Ezra.
"Ezra, pake baju dong!" ucapku memekik karena kaget melihat Ezra tidur telungkup di kasur hanya mengenakan boxer.
"Lu siapa?" tanya seorang pria yang kusangka adalah Ezra. Dia pun kaget ketika melihatku ada di apartemen bersamanya.
"Kamu siapa? mana ezra?" Aku sangat panik dan hampir terjatuh, tapi pria itu segera menolongku. "Jangan! jangan coba-coba sentuh aku!"
"Gue mau nolongin elu, ah bawel banget sih! … Lu ngapain di sini?" Pria itu memojokkanku di dinding, bibirnya menyeringai seolah akan menerkam. Ketakutanku sudah memuncak, sesegera mungkin aku menghindar dan pergi keluar dari kamar itu. Aku berlari tanpa alas kaki, melarikan diri selagi aku mampu. Tangisanku pecah di perjalanan. Aku tak pernah menyangka akan menjadi seperti ini.
"Ezra … apa yang kamu rencanakan? Argh…"
_
See you next...