Lalu setelah cukup lama tidak ada tanda-tanda akan keberadaan Sanjaya, tiba-tiba saja air sungai itu nampak bergejolak, semakin lama gejolak air itu terlihat makin besar dan setelah beberapa saat kemudian tepat dari arah gejolaknya air itu bersumber tiba-tiba keluar warna merah darah yang muncul kepermukaan sungai.
Tidak ada satupun orang yang tahu dengan kejadian yang sebenarnya terjadi di dalam sungai itu.
"Sanjaya ... hu ... hu ... hu ...!" teriak para bocah itu sambil menangis dan berpelukan satu sama lain.
Lalu tidak lama setelah itu tiba-tiba muncul gelembung-gelembung udara dari dalam air, makin lama makin banyak dan besar gelembung udara itu muncul kepermukaan sungai, dan tidak lama kemudian tiba-tiba muncullah si bocah sakti Sanjaya kepermukaan sungai dengan menunggangi kepala ular naga raksasa.
Melihat hal itu sontak saja semua anak yang ada di pinggiran sungai itu langsung ketakutan, ada dari mereka yang langsung lari tunggang langgang, ada pula yang malah jatuh dan kakinya merasa lemas dan tidak bisa dibuat berdiri lagi, dan bahkan ada juga yang sudah tidak bisa bergerak beranjak dari tempatnya, dan itulah yang dialami oleh Gardha.
Meskipun tidak sampai pingsan namun bocah yang lima tahun lebih tua dari Sanjaya itu nampak begitu syok berat, mulutnya terasa kaku untuk bicara, dan kakinya juga begitu karena saking takutnya dia pun tidak bisa lagi untuk sekedar melangkahkan nya.
Sementara itu Naga yang telah dikalahkan oleh Sanjaya itu nampak bergerak menuju ke pinggiran sungai untuk mengantarkan Sanjaya naik ke darat, untuk sekedar diketahui bahwasanya sewaktu berada di dalam sungai itu tadi ternyata Sanjaya kecil sempat hendak dimangsa oleh naga itu, namun bukan Sanjaya namanya kalau tidak bisa membuat binatang melata buas itu takluk di hadapannya, karena memang sewaktu naga itu melilit tubuh Sanjaya maka tanpa diduga-duga ternyata bocah itu mampu berontak dan berhasil melepaskan lilitan Naga itu, dan tidak cuma itu saja bahkan pada bagian ekor naga itu juga nampak terdapat luka, itu tidak lain karena sewaktu naga itu hendak menyerang tubuh Sanjaya dengan menyabetkan ekornya namun dengan sangat sigap tangan bocah sakti itu langsung menangkapnya dan kemudian dia gigit hingga membuat ekor naga itu mengalami luka dan mengeluarkan banyak darah.
Lalu karena merasa belum kalah akhirnya naga tersebut kembali bermaksud menyerang dengan menelan bulat-bulat bocah sakti itu, lalu nampak naga itu mengangkat tinggi-tinggi kepalanya dengan membuka lebar-lebar mulut besarnya, namun naas, belum juga binatang melata itu berhasil melancarkan serangannya lagi-lagi dengan sigapnya Sanjaya pun langsung mengambil batu yang ada di dasar sungai dan kemudian langsung melompat dan menyumpal kan nya ke dalam mulut naga itu, dan kontan saja binatang melata itupun langsung meronta-ronta dan kebingungan untuk bisa mengeluarkan batu besar yang hampir dia telan itu.
Sanjaya nampak masih berdiri sambil memperhatikan naga yang terus kelojotan itu, hingga akhirnya Sanjaya pun merasa kasihan, lalu kemudian bocah sakti itu berjalan mendekati sang naga, dan begitu melihat bocah yang tidak mudah untuk dia jadikan mangsa itu mendekat, nampak naga itu mulai berhenti meronta dan malah menurunkan kepalanya dan kemudian menaruhnya di depan kaki Sanjaya.
Sanjaya pun tahu bahwa binatang melata yang buas itu nampaknya sudah menyerah dan bermaksud minta tolong. Lalu dengan sigapnya Sanjaya pun langsung menepuk bagian bawah kepala sang naga, dan sungguh luar biasa hanya dengan sekali tepukan tiba-tiba batu seukuran kepala orang dewasa itu berhasil terlempar keluar.
Merasa telah diselamatkan akhirnya binatang melata itupun langsung menciumi kaki Sanjaya dan tiba-tiba berkata.
"Maafkan aku Pendekar pemilik mustika dari mayat sakti ..." Dan Sanjaya pun langsung kaget mendengar panggilan dari sang naga.
"Hei! Namaku bukan Pendekar Mayat sakti! Namaku adalah Sanjaya," sahut Sanjaya berkilah.
"Bukan! Kamulah titisan dari Pendekar Mayat sakti itu, namamu sudah banyak dikenal di duniaku," jawab sang naga.
"Di duniamu? Memangnya kamu ini siapa?" tanya balik Sanjaya.
"Aku adalah Raja Jin yang berkuasa di wilayah ini," jawab sang naga.
"Kalau memang begitu aku pingin lihat bagaimana wujud mu yang lain?" pinta Sanjaya.
"Baiklah aku akan perlihatkan wujud asliku."
Lalu tidak lama kemudian tiba-tiba naga itu pun berubah menjadi seorang kakek tua yang berpostur tinggi besar dan berwajah menyeramkan.
Setelah itu nampak dialog diantara mereka berdua pun terus berlanjut, dan dari percakapannya itu akhirnya Sanjaya pun jadi tahu bahwa di dalam dunia per Jinan saat ini, mereka para bangsa Jin memang sedang marah dengan penduduk kerajaan, terjadi demikian karena mereka tidak senang dengan perilaku Prabu Dharma yang tidak lain paman Sanjaya dan para punggawanya yang kerap melakukan kejahatan di daerah itu dan bangsa Jin pun tahu bahwa yang bisa menumpas para penguasa Tresnosari itu adalah manusia yang berjuluk Pendekar Mayat sakti yang merupakan titisan dari Eyang Candrawara yang namanya sudah banyak dikenal dikalangan para Jin.
Adapun Jin naga itu bisa tahu kalau bocah itu adalah sang Pendekar titisan mustika Mayat sakti itu tidak lain karena dia melihat kesaktian yang dimilikinya dan juga tanda khusus yang hanya diketahui oleh Jin naga itu sendiri. Lalu diakhir dialog itu nampak naga itu menawarkan diri untuk mengantarkan Sanjaya kembali naik ke daratan.
Lalu setelah Sanjaya turun dari kepala anaconda nampak Jin yang berwujud binatang melata itu menoleh pada Gardha yang sudah tidak bisa bergerak karena ketakutan. Dan naga itu terus bergerak mendekati tubuh Gardha dan bermaksud untuk menyantapnya namun buru-buru dicegah oleh Sanjaya.
"Jangan ...! Jangan kau apa-apakan dia ...!" seru Sanjaya.
"Bocah ini adalah anak dari orang jahat yang ada di Kerajaan itu Pangeran Pendekar, biarlah dia aku mangsa saja," ucap sang naga meminta.
"Jangan naga, biarlah dia tumbuh besar, siapa tahu dia bisa berubah jadi manusia baik dan tidak meniru perbuatan orang tuanya," timpal Sanjaya nampak masih menaruh harapan pada Gardha.
"Baiklah kalau memang itu yang Pangeran Pendekar mau, kalau begitu saya mohon pamit untuk kembali ke dasar sungai itu lagi, selamat tinggal Pangeran Pendekar ..." ucap sang naga dengan langsung bergerak meninggalkan Sanjaya dan beberapa temannya yang masih ada di situ.
Setelah naga itu menghilang di dalam sungai maka Sanjaya pun bermaksud untuk membantu Gardha untuk bangun.
"Mari Garda aku bantu," ucap Sanjaya sambil mengulurkan tangannya. Namun apa yang terjadi, bukannya menerima uluran tangan Sanjaya itu, dengan sombongnya Gardha malah meludahi tangan Sanjaya.
"Cuih! Aku tidak butuh bantuan mu! Aku masih bisa bangun sendiri!" ujarnya.
Lalu dengan agak bersusah payah akhirnya Gardha pun berdiri dan kemudian langsung berjalan untuk kembali pulang ke Istana.
Setibanya di istana Garda pun langsung menceritakan kejadian yang baru saja dia alami itu kepada Kakeknya yaitu Patih Diputra melihat cucu kesayangannya itu dipermalukan oleh bocah yang lebih kecil darinya maka Arya Diputra pun nampak marah, apalagi bocah kecil itu adalah Sanjaya putra dari Wira yang dulu terbunuh akibat dari fitnah yang dia buat.
"Ini tidak bisa dibiarkan, ini adalah ancaman serius bagiku, aku harus segera bisa menyingkirkan anak Wira itu!" ujar Arya nampak begitu berang.
"Tapi ngomong-ngomong Sanjaya, bocah itu merupakan kesayangan para Permaisuri, kira-kira cara apa yang bisa aku gunakan untuk menyingkirkannya? Hoh, ini harus benar-benar menggunakan cara yang baik dan benar biar tidak menimbulkan kecurigaan, karena aku juga tahu kalau Nanda adanu pun bisa saja menyayangi bocah kecil itu, karena memang dia sendiri tidak memiliki anak," lanjut ujar Arya Diputra berkata pada dirinya sendiri.
Begitulah akhirnya saat ini Patih Trisnosari itu nampak begitu berambisi untuk bisa melenyapkan Sanjaya Putra dari Wiraz bahkan hilangnya Sanjaya saat ini merupakan prioritas utama baginya sebelum dia bisa melenyapkan Raja Dharma, karena Diputra memiliki pendapat bahwa membiarkan anak Wira itu sama saja membiarkan harimau buas hidup di dalam istana yang setiap saat bisa saja menerkamnya.