Chereads / MY SWEET LECTURER / Chapter 32 - MSL - BAB 32

Chapter 32 - MSL - BAB 32

The Punishment

Aku selesai mandi dan baru kunyalakan ponselku. Ada empat puluh satu panggilan tak terjawab. Tiga puluh sembilan nomor ponsel Christ, dan dua panggilan lainnya panggilan dari nomor asing.

*Isabella, kau dimana?*

*Aku menunggumu di rumah*

*Beri aku kabar secepatnya*

*Kau marah padaku?*

*Beri aku kabar*

*Isabella Dimitri, jangan membuatku kehilangan kesabaran. Cepat pulang atau dimanapun kau berada aku akan menemukannya dan membawamu pulang*

*Kau salah jika marah soal Mss. Hwait, aku tidak ada hubungan apapun dengan wanita itu*

*Jika ini soal permintaanmu semalam, pulang dan aku akan mengabulkannya*

*Isabella kau membuatku gila*

*Aku kerumah Granny dan kau tidak di sana, aku menunggumu di kedai, jika kau pergi kesuatu tempat setidaknya berikan aku kabar*

*Aku menghubungi sahabatmu dan dia mengatakan katu tidak disana. Aku akan memecatnya jika dia menyembunyikanmu di apartmentnya, jadi cepat pulang!!*

Aku membaca semua pesan yang masuk darinya dengan air mata yang berderai-derai. Dia benar-benar khawatir padaku.

*Aku Granny, dan ini nomor ponselku. Pulang dan bicara dengan cucuku atau jika aku yang menemukanmu lebih dulu kau akan bernasib buruk!*

*Kau membuat cucuku kacau gadis muda*

Baru saja kubaca pesan dari Granny tiba-tiba sebuah panggilan masuk, kurasa itu Granny. Tamatlah riwayatku jika nenek tua itu memakiku dan mengancam untuk membotakiku.

"Halo." Suara Granny ternyata lebih menyeramkan jika kudengar melalui telephon.

"Halo." Jawabku gemetaran.

Suara berat khas nenek-nenek kudengar lebih mirip dengan suara nenek sihir di film snow white."Dimana kau?"

Aku menjawab lirih, tapi karena telinga nenek Christ sangat tajam jadi aku yakinkan dia mendengarku dengan baik. "Dirumah Mr. Hudson."

Bentaknya."Minta maaf padanya."

"Sudah kulakukan Granny, tapi dia mengusirku." Jawabku.

"Seharusnya cucuku menembakmu ditempat bukan hanya mengusirmu, sayang sekali hatinya terlalu lembut." Geramnya sebelum mematikan ponselnya.

Aku tertegun menatap ponselku, nenek tua itu benar-benar seperti koboi, dia suka menembak orang ditempat.

Aku meletakkan ponselku di ranjang, mengusap sisa-sia airmata kebodohan dari wajahku dan mengambil outer kemudian menyelimutkannya di tubuhku.

Aku berjalan keluar, berniat ke kamar Christ untuk meminta maaf padanya. Tapi dia pasti akan sangat marah karena aku datang dan datang lagi, bahkan saat kesabarannya padaku sudah habis. Setidaknya aku harus mencoba memperbaiki keadaan, karena kalau tidak, aku akan menjadi gadis yang benar-benar tidak tahu diri. Lagipula aku bukan gadis lagi.

Aku berjalan bimbang ke arah kamar Christ dan berhenti di depan pintunya. Aku tidak segera mengetuk pintunya, lagi pula apa yang akan kukatakan padanya jika dia bahkan tidak ingin melihat wajahku.

Aku baru saja berniat untuk mengurungkan niatku dan kembali ke kamarku saat tiba-tiba pintu terbuka dari dalam. Padahal ini sudah lewat tengah malam dan pria itu belum tidur?

Kami sama-sama terkejut, Christ tidak menyangka aku berdiri di ambang pintunya, begitu juga denganku yang tidak menyangka dia masih terjaga.

Christ segera mengalihkan pandangannya.

"Apa yang kau lakukan di situ?" Tanyanya ketus.

"Aku . . ." Aku tertunduk. "Ingin minta maaf." Jawabku lirih.

"Aku tahu kau pasti sangat marah padaku saat ini, aku bisa menerima itu, tapi setidaknya kau tahu bahwa aku menyesali kebodohanku dan meminta maaf padamu." Kataku menatapnya, tapi tak berani berlama-lama karena aku segera mengalihkan pandanganku ke lantai.

"Selamat istirahat." Aku berpamitan dan berbalik untuk meninggalkannya. Tiba-tiba tangannya menarikku dan dalam satu sentakan dia membuatku bergulung dalam pelukannya.

"Kau membuatku gila." Bisiknya ditelingaku dan air mataku kembali berjatuhan. Setelah tangisku mereda Christ membawaku dalam gendongannya masuk kedalam kamarnya kemudian membaringkanku di ranjang.

"Aku sangat marah padamu!" Desisnya dengan cepat meloloskan kaosnya dari atas kepala kemudian melemparnya kelantai. Dia merangkak ke atas ranjang dan langsung menciumku dengan kasar. Dia benar-benar meluapkan emosinya dengan cara yang lain. Ku bahkan tidak mengenali lagi pria ini karena dia melibatkan kemarahannya dalam hasratnya.

Christ bahkan tidak menungguku siap untuk menghujamkan dirinya kedalam diriku. Aku bahkan masih berpakaian lengkap saat Christ melakukan semuanya, dengan cepat dan egois kemudian terhuyung jatuh disisiku.

"Kau menghukumku?" Tanyaku ditengah isakanku.

"Kau frustasi?" Tanya Christ sambil menatapku.

"Ya." Bisikku lirih.

"Itu yang kurasakan berjam-jam yang lalu. Dan sekarang kau merasakan hukuman yang akan kau ingat didalam kepalamu, jadi jangan ulangi lagi." Christ menatapku kemudian membalik tubuhnya menjadi tengkurap dan tertidur sementara aku merasa baru saja menjadi pelacur yang bercinta tanpa ada cinta didalamnya, hanya nafsu dan kemarahan.

Christ benar-benar menghukumku, dan aku pantas untuk hukuman sekejam itu.