Tatapan mata Bee menekuri setiap petak ubin di kamarnya, radar telinganya tetap siaga mendengarkan setiap kalimat yang diucapkan ibunya.
"Ibu lebih suka jika kamu menikah dengan Ryan, Bee. Daripada dengan manusia tidak jelas itu!"
Ibu memang tidak pernah sudi mengucapkan nama Ardan, pria yang selama ini tidak lelah memburu Bee. Sedari awal nyonya Sundari sudah tidak suka saat pertamakali Ardan datang berkunjung. Semakin lama dia semakin muak.
Bee pun sesungguhnya tidak menaruh hati kepada Ardan. Takdirlah yang mempertemukan Bee dengan Ardan melalui sahabatnya di waktu yang salah, dimana Bee sedang berduka ditinggal tunangannya menikah untuk yang kedua kalinya.
"Salah apa aku, hingga harus menanggung derita ini untuk yang kedua kalinya?! Biarlah siapapun yang melamarku, langsung ku trima saja ya Allah."
Begitulah rintihan Bee disaat hatinya berdarah-darah. Hingga dia tak perduli lagi, walaupun tak pernah ada benih cinta di hatinya untuk Ardan. Begitu naif nya dia, hanya mengandalkan gombalan seorang Ardan yang sudah tamat soal perempuan. Walaupun dia tahu ibunya tak suka dan takkan pernah merestui.
Hingga Ryan datang memberikan warna lain dalam hidup Bee. Ryan yang kharismatik, dalam kesederhanaannya justru memperlihatkan siapa dia yang sesungguhnya. Ryan yang kemudian tidak pernah absen menjemput Bee di setiap Jumat malam selama tiga bulan ini. Seorang pria dewasa yang pintar merebut hati nyonya Sundari. Pria yang dengan kelembutan dan kesabarannya menghangatkan hati Bee yang membeku. Pria yang sangat sopan menghargainya sebagai wanita.
Bee gelisah, dia tidak ingin kembali terluka, dia takut terluka, karena dia tahu ada benih di hatinya untuk Ryan. Tapi jika dia memutuskan cukuplah sampai disini, paling dia hanya sedikit patah hati, tidak perlu waktu lama untuk menambal lukanya, sebelum terlalu dalam fikirnya. Jika berlanjut, sanggupkah dia?!
Ryan sudah datang meminta Bee langsung kepada ibunya. Dia juga tidak menutupi segala kondisinya.
"Tapi ibu...?!" Jawab Bee hendak membantah.
"Tapi apa?!"
"Jika kamu menikah dengannya, toh bukan hanya kamu sendiri yang menjalani lakon seperti itu di dunia ini Bee!"
"Bee tidak sanggup hanya menjadi bayangan dalam hidup mas Ryan?!" bantah Bee pada ibunya.
Kali ini Bee tak lagi sanggup membendung air matanya, dadanya bergetar menahan sakitnya kenyataan yang harus dia tanggung. Dia ingin seperti ibu nya, bisa berdiri disamping bapaknya saat pelantikan bapak dan dikesempatan apapun. Bisa bersama kemanapun. Ryan memang punya posisi bagus di perusahaannya. Sama seperti apa yang selalu Bee harapkan, punya suami seperti bapak, tapi bukan dengan lakon yang seperti ini?!
Selain rasa yang mulai tumbuh untuk Ryan, Bee ingin membahagiakan ibunya. Bee tahu, restu ibu adalah segalanya. Begitu banyak yang dia lihat, jika ibu tidak merestui, tak kan bahagia mereka yang menentang ibunya.
"Baik lah ibu, Bee bersedia"
Nyonya Sundari baru saja menyelesaikan doa nya sehabis sholat Isya. Dia tidak lagi sabar menunggu esok. Diambilnya telefon selular miliknya. Tak lama kemudian telfon tersambung ke kerabatnya di Jogja.
"Assalamualaikum Warohmatullahiwabarokatuh mas Naryo?"
"Wa alaikumsalam dik"
"Sehat kah dik disana? Anak-anak piye kabare? Waras kabeh?"
"Alhamdulillah warah mas."
"Iki arep titip Bee, rencananya dia mau menikah, tapi tidak mungkin diadakan disini mas, ya cukuplah menikah saja, mohon di urusin segala sesuatunya ya mas?!"
"Termasuk tolong di carikan kyai nya njeh mas?"
"Oh baik lah dik, nanti tak urusin segala sesuatunya."
Kamis 10 Januari 2008, bertepatan 1 Muharam, Ryan menikahi Bee. Pernikahan yang teramat sederhana, hanya dihadiri oleh ibunya dan pakde Naryo sekeluarga. Pernikahan yang disembunyikan dari siapapun. Bahagia sangat terlihat di raut wajah nyonya Sundari ibunya Bee dan tentu saja Ryan. Sementara Bee sendiri rasanya menjalani itu semua seperti sebuah mimpi.
Bee sangat bahagia sesungguhnya, karena dia hampir lupa bagaimana rasanya jatuh cinta. Dia hanya gamang memikirkan harus terpisah hidup dengan pria yang sudah menjadi suaminya. Setelah kembali ke Jakarta, Ryan akan tetap tinggal di Cilegon, sementara Bee akan kembali ke rumah ibunya.
Presidential Suite Grand Aston Hotel menyajikan hamparan pemandangan kota Jogjakarta. Kerlap kerlip lampu di jalan Urip Sumoharjo tiba-tiba merubah suasana syahdu di hati Bee. Jemarinya menyibak sedikit tirai, agar bola matanya leluasa menikmati pemandangan. Ryan suaminya lebih suka hotel ini, di kota dekat kemanapun menurut Ryan.
Walaupun sesungguhnya Bee lebih suka dan sangat ingin suaminya mengajaknya menginap di Aman Jiwo Magelang atau setidaknya yang lebih terjangkau di Villa Pakem Kaliurang. Bee ingin menggenapi malam pertamanya di tempat yang tak terlupakan, jauh dari hiruk pikuk kota. Tapi Ryan hanyalah seorang pria yang kurang faham apa mau istrinya dan salahnya Bee dia tidak mengungkapkan apa yang jadi keinginannya.
Tiba-tiba saja lengan kekar Ryan melingkar di pinggang Bee yang langsing. Ryan menuntut haknya sebagai suami. Diciuminya rambut istrinya yang hitam panjang tergerai, kelembutannya membangunkan syaraf bibir Ryan, menyeruak wangi rose.
Desah nafas Ryan memburu, menggelitik tengkuk istrinya, membangkitkan rasa yang luar biasa saat berada di belakang telinganya. Seperti ada kupu-kupu menari dibawah perutnya. Tubuh Bee mengelinjang, merespon sensasi kehangatan cinta Ryan.
Dengan sigap Ryan membalikkan tubuh istrinya. Sekejap bibirnya sudah melumat bibir istrinya. Kedua lengannya tanpa sadar merengkuh kuat tubuh Bee. Lingerie sutra berwarna hitam mempertegas warna kulit Bee yang sehat putih mulus. Kelelakiannya memberontak, lembutnya kulit istrinya butuh pembuktian.
Bee melenguh pasrah, Ryan yang dia kenal sangat berbeda dengan Ryan yang saat ini sedang merengkuhnya erat. Setiap inci tubuhnya dijelajahi Ryan. Terlepas sudah semua yang dikenakannya. Merah birunya cinta mereka baru saja dimulai. Ada kenikmatan yang luar biasa dibawah sana saat suaminya memasukinya.
Alarm berteriak nyaring dari telepon genggamnya. Bee tersentak bangun, waktunya sholat malam. Segaris celah terbuka dari kelopak matanya, samar-samar dilihatnya seorang pria duduk di bibir tempat tidur sedang menatapnya lembut.
"Assalamualaikum?" seru pria itu.
Setelah kesadarannya pulih, Bee tersenyum. Pria itu Ryan, mas Ryan yang kini berstatus suaminya.
"Wa alaikumsalam honey" panggilan sayang itu spontan keluar dari lisan Bee.
Berdua mereka menghabiskan malam bersama dengan sholat malam berjamaah hingga masuklah waktu fajar. Bahagia yang sempurna bagi Bee. Hingga realita kehidupan yang sesungguhnya tiba, mereka menikmati setiap detik kebersamaan.