Chapter 5 - V

"Paris, Brussels, Amsterdam, Koln Germany, Zurich, Milan, Venesia, Roma, Eropa memang indah honey... " pekik Bee manja. 

"Tapi Bee kurang suka! Mungkin karena Bee ngga tahan dingin kali ya?! Kita salah waktu berkunjung kesana saat itu?! Belum lagi makanannya ya itu-itu aja?! Bosan!"

"Jadi kamu lebih suka kemana kali ini?" tanya Ryan penuh kesabaran. 

"Bee lebih suka kita ke Kinabalu saja honey?! Bisa diving, naik gunung, alamnya tidak kalah indah dari Eropa!"

Bee bergelayutan manja dibelakang punggung suaminya, lengannya melingkar di leher Ryan. Ryan tetap menekuni pekerjaannya. Itu salah satu hal yang disukai Ryan pada diri Bee, manja dan mesra. Memang dia seperti sedang menghadapi seorang anak atas sikap manja Bee, tapi semua itu berbanding lurus dengan sikap mesra Bee setiap mereka bersama. 

Kini mereka berdua selalu menandai tanggal merah di kalender, dan mengajukan cuti diantara tanggal merah itu. Mereka pergi kemanapun mereka suka, mengunjungi kota-kota di Indonesia ataupun melawat ke luar negeri jika waktu cuti mereka panjang. Bee memang sangat menyukai travelling, Ryan pun juga menyukai hal yang sama, travelling, tapi intinya dia travelling untuk berburu lapangan golf dan harus main disana. 

Begitu cintanya Ryan pada golf. Bee yang muda dan menemukan kembali cinta nya, merasa sangat jengkel jika waktu liburan mereka terganggu dengan aktifitas golf nya Ryan. 

"Kenapa sih harus golf kemanapun kita pergi honey?!" rengek Bee pada suaminya. 

Ryan tertawa dan memeluk Bee mesra, "kan kamu bisa ikut mas ke lapangan, bisa ikut juga turun?!"

"Ogah! Panas!!! Bisa hitam kulitku!" Bee tergelak-gelak dan berusaha melepaskan diri dari pelukan Ryan. 

Ryan semakin kuat memeluk dan menggelitik istrinya. Mereka bergulat dan saling menggelitik. Bee tertawa-tawa dan menjerit-jerit kegelian, tentu saja Ryan menang, dia pria yang kekar, lebih tinggi dan lebih kuat. Perlahan gelitikan Ryan berubah ritme, menjadi elusan mesra disekujur tubuh istrinya. Bee menyambutnya dengan lenguhan lembut. 

Masih dini hari, jam biologis Bee bekerja, sudah semenjak sekolah menengah tingkat pertama dia selalu bangun jam tiga dinihari. Dia merasa tidak enak badan. Tubuhnya lemas, asam lambungnya naik, dan perutnya bolak balik kram dari tadi malam. 

"Bismillah nanti pagi aku akan baik-baik saja ya Allah, sebelum berangkat kerja." rintih Bee kepada Allah. 

Tapi setelah sholat subuh selesai, kondisinya tidak semakin baik. Ryan seperti biasa menelfonnya sesaat sebelum bersiap-siap ke kantor. Bee menceritakan kondisinya. 

"Sebaiknya kamu ijin sakit hari ini honey?! Pergilah ke Eka Hospital, kan dekat dari rumah, jadi kamu tidak harus jauh-jauh pergi dalam kondisi sakit."

"Iya mas." jawab Bee lemah. 

Setelah taxi pesanan tiba di depan rumah, Bee berangkat ke Eka Hospital sendiri. Hatinya pilu, seandainya dia memiliki rumah tangga normal, tentu saat ini Ryan yang menemaninya ke rumah sakit, bukan supir taxi. Dia mengurus pendaftaran sendiri, menunggu sendiri dan masuk ke ruangan dokter sendiri. 

Dokter Chandra tersenyum manis, "Nanti ibu melakukan serangkaian tes ya?! Ada suster yang akan mendampingi."

"Apakah ada gejala penyakit yang mengkhawatirkan di diri saya dokter?! Semakin pucat wajah Bee mengetahui dia harus menjalani tes. 

"Tidak ibu, insya Allah tidak ada apa-apa. Sepertinya sih ibu tidak sakit apa-apa, akan lebih baik dilakukan serangkaian tes laboratorium, agar segalanya jelas. Setelah hasilnya keluar, ibu kembali kesini."

"Ah hanya cek darah dan urin ternyata, Alhamdulillah syukurlah." Bathin Bee. 

Dan setelah menunggu beberapa lama, hasil tes laboratoriumpun keluar. Bee kembali ke ruang praktek dokter Chandra. Kondisinya semakin lemah karena lelah. Ryan suaminya berulangkali menelfon menanyakan perkembangannya. 

Dokter Chandra mengamati lembar kertas dipegangannya, kemudian mengalihkan pandangannya ke arah Bee sambil tetap tersenyum sabar. 

"Alhamdulillah ibu, semuanya baik-baik saja. Ibu hanya butuh lebih banyak istirahat, makan yang bergizi dan konsumsi suplemen."

"Jadi saya tidak sakit apa-apa dok? Betulkah hanya kelelahan?!" berondong Bee. 

Dengan senyum yang semakin merekah dokter cantik dihadapan Bee tetap sabar melayani pertanyaan pasiennya. 

"Iya ibu. Ibu tidak sakit apapun. Hanya kelelahan karena saat ini ibu sedang mengandung, perubahan hormon, aktifitas tinggi yang tidak diimbangi istirahat cukup dan gizi yang baik, semakin membuat kondisi ibu lemah."

"Saat ini saya akan resepkan suplemen buat ibu. Jika sudah habis, ibu bisa kembali kesini dan langsung kebagian kandungan dan kebidanan."

Bee tidak lagi bertanya apapun, ucapan terimakasih kepada dokter Chandra pun terdengar lemah. Seharusnya dia bahagia mendengar berita kehamilannya. Tapi dia malah bingung dan sedih. Kini ada nyawa lain yang tak tahu apa-apa akan lahir kedunia?! 

"Benarkah ini karena aku perduli akan nasib anakku?!" bathin Bee. 

"Apakah ini bukan karena ego ku sendiri?! Aku yang malu dan belum siap mendengar bisik-bisik dan pandangan sinis tiap orang begitu melihat perutku semakin membesar?!"

"Sanggupkah aku, seumur hidupku akan di lebeli sebagai Pelakor?!"

"Aku bekerja di pemerintahan, bagaimana kelanjutannya?! Apakah aku akan kena sangsi?!"

Berbagai tanya silih berganti menyesakkan isi kepalanya. Dia menjalani kehidupan yang ternyata butuh mental baja. Tak semudah diucapkan. Bee berjalan sampai menemukan pintu keluar rumah sakit. Dia tidak lagi berminat untuk menebus resep ke apotik. Sementara Ryan bolak balik menelfon. Bee tak berminat menerimanya. Dia takut sekali, takut akan hujatan orang kepadanya. 

Mendapati istrinya tidak seperti biasanya, dan berkali-kali telfon tidak diterima, Ryan mulai gelisah. Apa yang terjadi pada Bee?! Bee sedang di rumah sakit, dan sendirian. Dia terlalu sayang kepada istrinya. Tapi dia tidak punya keberanian untuk menampilkan diri di kehidupan Bee. Terlalu banyak pertimbangan. Ryan memang termasuk type orang yang terlalu banyak pertimbangan, bahkan terkesan njelimet. 

Terkadang ada masa dimana Ryan termenung, "Taqdir mempertemukan mereka setelah dia tidak lagi berstatus lajang. Padahal dia dan Bee ternyata satu almamater di sekolah menengah tingkat atas dan alumni Universitas yang sama?!"

Ryan terus mencoba menghubungi Bee. Tapi Bee diseberang sana sengaja menon aktifkan suara pada telfon genggamnya. Hatinya semakin nyeri. 

"Aku memiliki hatimu mas, tapi engkau takkan bisa dan takkan mau berada disampingku?! Aku harus menjalani hidupku sendiri?!" 

Air matanya merembes deras, ditahan sekuat tenaga agar dada sesaknya tidak bergetar, tangis dalam diam, sesepi kalbunya. Taxi yang membawanya pulang melaju, pak supir sesekali mengalihkan pandangan melalui kaca spion tengah. Pak supir hanya berfikir penumpangnya yang cantik dan muda sedang menangisi penyakitnya?! Maklum saja, karena dia menjemput Bee di rumah sakit. 

Tak berhasil menghubungi telfon genggam Bee, Ryan menelfon rumah orang tua Bee. Nyonya Sundari yang menerima, mengatakan kalau Bee setengah jam yang lalu baru tiba di rumah dan saat itu sedang beristirahat. Mengetahui Bee sudah di rumah, Ryan memutuskan untuk menemui istrinya. 

Dia supiri sendiri mobil dinasnya, tak sempat lagi menukar dengan mobil pribadi, lagipula di jam kerja, ada apa menukar mobil?! Istri pertamanya pasti akan memberondong dengan berjuta pertanyaan?! Untuk urusannya bersama Bee, dia tidak pernah mau disupiri oleh supir yang diberikan kantor kepadanya. 

Dalam kondisi normal saja Ryan selalu memacu laju kendaraannya, apalagi dimana kondisi dia harus segera bertemu dengan Bee. Feelingnya ada yang tidak beres sehingga Bee tidak mau menerima telfonnya?! Mobilnya melesat di jalan tol hampir seperti melayang. 

"Assalamualaikum Bee?" dibukanya handle pintu kamar perlahan. 

Bee yang menyadari kedatangan Ryan, langsung bertukar posisi tidur, tubuh dan wajahnya diarahkan ke arah dinding. Dia berpura-pura tidur. 

Ryan duduk dibibir tempat tidur, dielus lembut rambut hitam panjang istrinya dan dikecup perlahan penuh kemesraan. Dia tetap disana dan terus mengelus-elus perlahan punggung Bee. Entah sudah berapa lama, Ryan memang suami yang sabar. Justru Bee yang sudah tidak tahan, berpura-pura tidur membuat tubuhnya semakin lelah. 

Perlahan Ryan membalik tubuh Bee hingga posisi mereka saling berhadapan. Dikecup kembali kening Bee dan pertahanan Bee pun runtuh. Bak air bah, air matanya tumpah ruah. Sesak di dada karena kesedihan dan rasa sakit selama perjalanan pulang di taxi, kini menemukan pelampiasannya. Dadanya berguncang hebat, sesegukan dia menangis. Ryan memeluknya dengan kasih sayang. 

"Ada apa honey? "

"Apa diagnosa dokter?"

Bee perlahan meraih tas tangan disampingnya dan mengeluarkan hasil tes yang dia peroleh di rumah sakit. Diserahkan pada Ryan masih dalam kondisi menangis hebat. Dibuka perlahan oleh Ryan dan dibacanya dengan cermat. Ryan tidak mengatakan apapun setelah tahu Bee positif hamil. Anaknya. Seharusnya dia bahagia?! Tapi dia malah bingung. Dia mencintai Bee, menyayanginya sangat.

Bagaimanakah nasib anak mereka kelak?! Sungguh takkan sanggup dia katakan kepada Bee, bahwa dia tak ingin memiliki anak dari Bee. Ryan tidak ingin Bee jadi salah sangka, dia takut istrinya menganggap dia tidak ingin bertanggungjawab dan sesungguhnya tidak mencintai Bee?! Bukan itu! Terlalu jauh yang Ryan fikirkan, nasib anak mereka kelak. Dan Ryan tidak pernah ingin kehilangan ketiga anak yang dia peroleh dari istri pertamanya. 

"Aku menginginkan anak ini mas... " suara serak Bee tenggelam dalam isak tangis yang semakin kencang. 

Setiap kali Bee teringat akan anak yang berada di kandungannya, air matanya tumpah ruah kembali, seperti ada mata air disana yang tak pernah kering. Ryan hanya bisa mendekap erat istrinya tanpa berkata apapun. 

"Tapi bagaimana dengan pekerjaanku?!"

"Bukankah mereka diluar sana tak pernah tahu jika aku sudah menikah?! "

Bee terus berbicara, menumpahkan segala rasa yang ada di hatinya. Ryan tetap diam, berbicara pada saat ini bukanlah hal yang tepat, karena Bee sedang dalam kondisi kejiwaan yang tidak stabil. 

Malam itu Ryan memutuskan menginap di rumah mertuanya, menemani Bee, menenangkannya. Resiko pilihan hidupnya. Bee tentu punya banyak kesabaran ekstra dan pemakluman saat Ryan bersama keluarganya disana. Tapi istri pertamanya pasti akan banyak bertanya kenapa malam ini dia tidak pulang ke rumah?!