Waktu menunjuk pukul 6.15 pagi. Hanya membutuhkan waktu 15 menit bagi Abian untuk sampai di sekolahnya. Kecepatannya menggunakan motor tak bisa diragukan lagi. Apalagi dengan ikut sertanya ia dalam area balap, seolah kian membuatnya menyandang gelar sebagai Raja Jalanan saat ini.
Abian berlari menuju kelas seseorang yang tengah dicarinya saat ini. Larinya secepat kilat layaknya orang kesurupan. Pikirannya sedang kalut. Memikirkan apa yang terjadi pada gadis kecilnya saat ini. Atau mungkin sejak semalaman. Bagaimana bisa ia tidak mengetahui kalau gadisnya menghilang? Bodohnya!
Kakinya terus mengayun menaiki tangga disana. Jaraknya dengan kelas itu semakin dekat.
Abian mendongak melihat papan di dekat pintu yang bertuliskan XI IPS 1. Tanpa pikir panjang Abian langsung membuka pintu itu kasar yang sontak membuat beberapa siswa di dalamnya terkejut.
Matanya menjelajah seluruh isi ruangan. Hanya ada beberapa siswa disana. Namun netranya belum juga menemukan seseorang yang dicarinya sedari tadi. Dimana lo Kean? batin Abian.
Abian berbalik hendak keluar dari ruangan itu. Namun jalannya terhenti ketika ada seseorang berbahu lebar menghalangi jalannya. Mata mereka bertemu. Senyuman mengejek tersungging di bibir orang itu. Matanya memandang dari atas kebawah. Seolah memastikan apa yang dilihatnya saat ini.
"Tumben banget lo berangkat pagi? Cari siapa?" tanyanya pada Abian.
"Keana, lo tau dimana dia?" kata Abian sambil bernapas terengah engah akibat larinya tadi. Sedangkan yang ditatapnya saat ini menaikkan sebelah alisnya bingung.
"Bukannya kalian serumah, ya? Lha terus ngapain lo tanya, oncom!" jawabnya enteng dan langsung melanjutkan jalan menuju tempat duduknya.
"Bukan gitu, Keana dari semalem ngilang, Regan!" ucapan Abian berhasil menghentikan langkah Regan. Manik mereka kembali bertemu. Namun tatapan nyalanglah yang Regan berikan pada Abian.
Regan mengikis jarak diantara mereka. Ia dengan cepat menarik kerah seragam Abian bersiap untuk menghajar rahang tegas milik mantan sahabatnya itu.
Bugh
"Lo bego, ha! Keana ngilang semaleman dan lo baru tau sekarang! Dari semalem lo ngapain aja?!" teriak Regan tak terima. Betapa bodohnya oknum di hadapannya ini sehingga selalu membuatnya naik pitam.
"Astagfirllah kekasihku!" teriak seseorang dari ambang pintu. Suaranya nyaring terdengar seperti dibuat buat.
Abian dan Regan sontak melihat kearah sumber suara. Namun napas mereka langsung mendengus ketika melihat wajah Genta yang ada disana. Si biang kerok kericuhan yang tak pernah tahu waktu, tempat, dan keadaan.
Genta berjalan cepat kearah keduanya. Tangannya dengan cepat melepaskan cekalan tangan Regan di seragam milik Abian itu.
"Jangan pernah berani untuk menyentuh pujaan hati hamba wahai primata!" ucap Genta memperingati sambil menunjuk nunjuk ke arah wajah Regan yang merah padam.
"Primata pala lo! Keana ngilang, wajar dong kalau gue marah!" jelas Regan pada Genta dengan nada dongkolnya. Bisa bisanya wajah tampan paras menawan Regan disamakan dengan primata? Matanya...
"Ha? Bebeb gue ilang?" teriak seseorang lagi dari ambang pintu. Ia adalah Rizky. Dan dibelakangnya diikuti Revan yang sedang memandang dengan tatapan cengo miliknya. Bingung.
Bagaimana bisa mereka tahu dimana Abian berada?
"Lo kemanain bebeb gue, Yan?" teriak Rizky saat ia sudah berada di hadapan Abian. Sungguh tercium napas bau naga. Abian sontak langsung menutup rapat rapat hidungnya. Menyelamatkan indra penciumannya.
"Sumpah lo abis makan apa sih, Ky? Bau naga banget napas lo, gila!" hardik Abian sambil mendorong bahu Rizky.
"Hehe.. tadi abis makan penyet tempe sama lalap pete di warung mpok munah," jawab Rizky sambil cengengesan.
"Eh kalian tau darimana kalau gue disini?" tanya Abian pada tiga makhluk astral di depannya itu. Tampang mereka yang absurd itu sungguh membuat Abian ingin mencekik leher mean satu persatu.
"Lha kamu lupa sayang, hati kamu kan udah aku pasangin gps," jawab Genta sambil mengelus elus dada bidang milik Abian dengan telunjuknya.
"Ya ampun Tarno!" teriak salah seorang diantara mereka. Teriakan yang sontak membuat ke empat orang disana terjingkat kaget disana.
Ke empatnya sama sama menatap ke arah pelaku pemekak telinga mereka, Revan. Sedangkan yang ditatap pura pura menangis histeris sambil mengusap usap matanya yang kering dengan dasi yang dipakainya itu.
Sungguh jelek ekspresi Revan saat ini. Untung saja wajahnya masih mau menolong ekspresi konyol yang selalu digunakannya. Itulah salah satu bukti bahwa Tuhan itu adil. Tuhan memberikan wajah yang tampan untuk Revan namun Ia tidak berikan isi otak yang utuh padanya. Cukup impas.
"Tumini," ucap Genta seolah olah terkejut dengan kehadiran Revan disana.
"Tumini, aku bisa jelasin!" ucap Genta sambil berjalan mendekati Revan.
"Udah cukup, Tarno! Aku kecewa sama kamu, hiks.." uhar Revan tak henti hentinya mengusapkan dasi di ingus bayangannya itu.
"Eh kalian bisa serius gak, sih!" hardik Regan meninggikan suaranya. Ia sungguh dongkol dengan kelakuan para manusia laknat dihadapannya.
"Tau, nih! Diem kalian!" ujar Abian ikut ikutan.
"Lo sama aja ogeb!" kata Rizky sambil melangkah meninggalkan empat orang yang melongo dibuatnya.
"Ngapa gue kena juga, coba?" teriak Abian tak terima. Namun sebenarnya itu percuma. Karena Regan mengambil langkah cepat untuk keluar dari ruang kelasnya.
"Keana, lo dimana sih?" tanya Abian pada dirinya sendiri.
*
"Gue nggak mau pulang, gue nggak mau sekolah, gue nggak mau kemana mana! Titik!" ucap Keana final pada laki laki jangkung di depannya itu. Matanya tertutup rapat saat mata lelaki itu menatapnya nyalang.
Keana yang tengah berbaring di kasur king size di rumah lelaki itu pun dengan teganya melempar bantal disebelahnya untuk mengusir sang pemilik rumah keluar dari kamar sementaranya itu.
"Dasar cewek gak tau diri lo! Udah ditolongin malah ngusir! Ngajak berantem lo!" hardik lelaki itu sedikit menyingsing lengan bajunya bersiap adu hantam.
"Eh eh nggak, ampun Bas," ucap Keana sambil mengangkat 2 jarinya. Jujur, ia kini sedang malas melakukan apapun. Ia hanya ingin rebahan sambil mencoba bernegosiasi dengan nasibnya. Barangkali nasib setuju untuk memperbaiki takdirnya.
"Ayo sekolah Kean, ini hari pertama gue pindah sekolah! Plis jangan rusak kebahagiaan gue di hari pertama ini!" ucap lelaki iku membujuk Keana agar mau berangkat sekolah dengannya.
Namun namanya Keana tetap Keana. Ia akan tetap keukeh dengan apa yang sudah ia putuskan sebelumnya. Keras kepala memang.
Merasa ucapannya tak digubris, lelaki itu pun menarik napasnya panjang. Inilah yang membuatnya malas berurusan dengan makhluk sejenis Keana.
Lelaki itu berjalan mendekat ke samping ranjang Keana. Ia berjongkok tetap di sebelah Keana. Matanya sudah tak setajam tadi. Hatinya telah melunak.
"Lo tau nggak kenapa gue bela belain pindah sekolah kesana?" ucap lelaki itu lembut sambil mengusap usap pucuk kepala Keana yang terbaring disana.
"Gue kesana buat lo, biar gue bisa leluasa jagain lo, jadi jangan kecewain kepindahan gue dengan ngelakuin hal hal kayak gini, ya," lanjut lelaki itu. Tangannya tak berhenti untuk mengusap lembut pucuk rambut Keana.
Keana pun melunak. Ia membuka kedua mata yang sedari tadi ditutupnya rapat rapat. Keana menatapnya. Senyuman manis terukir di bibir lelaki itu.
*
"Lo udah telepon Keana, belom?" tanya Regan sambil berlari di koridor sekolah bersama Abian. Mereka tadi memang sudah berpencar untuk mencari Keana ke sekeliling sekolah terlebih dahulu.
"Ya ampun!" ucap Abian mendadak sambil menghentikan langkahnya. Sedangkan Regan hampir saja jatuh terjerembab karena ulah manusia setengah astral di sampingnya itu.
"Apaan bego!" hardik Regan sambil melayangkan tangannya kearah Abian bersiap untuk menjitaknya. Namun Abian malah cengengesan.
"Gue lupa," ucap Abian sambil mengangkat 2 jarinya. Wajahnya sungguh membuat Regan naik pitam. Ingin sekali ia mencekik leher Abian saat itu juga.
"Lo emang.." ucap Regan terhenti. Ia mengusap wajahnya kasar berusaha meredam amarah yang tersulut dihati dan kepalanya saat ini.
"Udah buruan telepon!" hardik Regan kembali saat ia masih melihat wajah cengo Abian tanpa bergerak sedikit pun untuk menelepon Keana.
Seakan tersadar akan lamunannya, Abian pun mengangguk dan langsung mengeluarkan handphone dari sakunya.
"Gimana? Nemu nggak?" tanya Rizky yang baru datang diikuti oleh Revan dan Genta di belakangnya.
"Belum, coba gue telepon dulu," kata Abian sambil menempelkan benda pipih itu di telinganya.
Mereka benar benar lelah. Hari masih pagi, dan mereka sudah banjir keringat saat ini. Sungguh mereka semua bingung dimana keberadaan Keana saat ini.
Semua orang diam menatap Abian yang masih menunggu sahutan teleponnya pada Keana. Namun beda halnya dengan Genta. Ia malah sibuk menatap kearah siswi siswi yang memandangi mereka sedari.
Seolah mendapat lotre untuk tebar pesona, Genta pun langsung melayangkan senyum manisnya pada mereka. Mengedip ngedipkan matanya nakal. Dan sesekali memberikan ciuman di udara kearah mereka.
Teriakan histeris jelas terdengar nyaring disana. Sungguh itu berhasil memecah konsentrasi mereka. Abian yang geram akan tingkah Genta pun langsung menjitaknya kasar.
"Lo serius dikit napa?" hardik Abian kesal.
Sedangkan Genta hanya bisa mengerucutkan bibirnya sebal.
Namun ekspresinya seketika berubah ketika matanya beralih menatap kearah parkiran sekolah yang ada di dekat sana. Memandang 2 manusia yang baru saja keluar dari dalam mobil hitam mewah milik seorang lelaki yang amat dikenalnya. Dan di sampingnya, Genta melihat seorang perempuan sedang mengerucutkan bibirnya sebal karena tingkah sang lelaki.
"Guys, itu Keana sama.."