Karakter adalah sebuah cerminan dari hati seseorang. Sifat yang menunjukkan baik buruknya seseorang itu dipandang. Namun karakter tidak bisa dinilai dari satu sudut pandang. Juga tak bisa dilihat hanya dari sebuah kebiasaan.
Abian. Nama yang cukup banyak orang kenal. Wajahnya, kharismanya, dan ketangguhan berkelahinya amat sangat membuat orang iri padanya. Sungguh paket lengkap Tuhan menciptakannya.
Setelah 1 tahun, ia baru akan kembali ke dunianya. Dunia malam yang selama ini ia rasakan pahit dan manisnya.
Malam itu, tepat saat waktu menunjuk pukul 11 malam. Abian melangkahkan kaki keluar dari kamarnya. Style andalannya telah terpasang rapi di tubuhnya. Jaket, celana, masker, dan topi kompak warna hitam semua. Warna yang sanggup menutupi identitasnya kala bermain ke dalam dunia hiburannya.
Abian berjalan mengendap- endap memastikan langkahnya tak membangunkan siapapun dalam rumahnya. Matanya menyisir seluruh sudut rumah, memastikan keadaan aman untuknya.
Ia mulai menuruni tangga sambil terus celingak- celinguk mengamati keadaan. Tak ada siapapun yang ia temui saat menuruni tangga.
Pintu rumah sudah dekat dengan jangkauannya. Kini hanya tinggal melewati sebuah kamar tepat disamping pintu utama, ia sudah bisa keluar dari rumahnya. Dan kamar itu milik ayahnya.
Ia semakin jalan dengan perlahan kala kakinya berlalu didepan kamar Aditya. Udah kayak pencuri aja, batin Abian sambil melotot kesal kearah pintu yang tertutup disana.
Dan akhirnya, setelah segala upaya Abian kini ia telah berhasil melewati kamar ayahnya. Perasaan lega langsung ia dapatkan kala membuka pintu utama rumahnya. Dengan sangat perlahan ia membukanya. Mengeluarkannya dari tempat yang membuat napasnya pengap didalamnya.
Abian bebas sekarang. Dengan cepat ia mengeluarkan motor kebanggaannya bersiap untuk datang ke tempat hiburan malamnya. Area balap kesukaannya.
Motor 250 cc milik Abian melaju diatas rata- rata membelah jalanan ibukota. Malam yang sunyi membuatnya semakin ingin sampai di tempat tujuannya. Abian merindukan mereka.
Setengah jam telah ditempuhnya, kini area balap sudah didepan matanya. Seketika senyum terbit di bibirnya kala melihat puluhan orang yang berkerumun disana.
Brum! Brum!
Suara gas motor Abian sengaja dibuat- buatnya. Mengundang perhatian semua orang yang telah berhasil membuat senyum terukir di bibirnya.
"Wagelaseh! Big boss dateng lagi, guys!" sorak Genta kala melihat motor besar milik Abian mulai memasuki area balap mereka.
"Ya ampun, mimpi apa gue besok?" teriak Revan sambil mulut menganga dibuat buatnya. Ia benar benar terkejut dengan kedatangan sang Raja balap yang tiba tiba.
"Lho? Emang udah ganti?" tanya Rizky sambil menatap dengan tatapan polosnya. Tatapan polos kebodoh- bodohan lebih tepatnya.
"Ya ampun, punya temen kagak ngotak semua!" hardik Genta mulai sebal dengan tingkah mereka. Pandangan Genta kembali terfokuskan pada hadirnya Abian yang semakin mendekat kearah mereka.
Sedangkan Abian, ia tersenyum dibalik helm full facenya. Akhirnya gue berani buat dateng lagi kesini, batin Abian diikuti senyum tipis di bibirnya.
Sejak kejadian yang dialami Reno satu tahun lalu, Abian sudah tak kembali lagi ke area bermain yang telah merenggut nyawa temannya itu. Selain itu, ia juga kehilangan satu teman terbaiknya. Hatinya seakan masih tak terima dengan insiden mengenaskan yang menjauh orang- orang kepercayaannya.
Namun, kini ia sadar. Ia hanya akan mendapatkan kembali kebenarannya jika ia berani untuk datang. Reno akan menguatkannya dari sana. Abian percaya itu.
"Lo udah nggakpapa?" tanya Genta saat Abian telah berdiri diantara mereka. Puluhan orang yang telah menanti kehadirannya. Leonard. Geng besar yang berhasil ia drikan bersama 2 sahabatnya. Sudah lama ia ak bertemu dengan mereka. Kejadian setahun lalu seakan membuat Leonard kehilangan nahkoda.
"Fine, gue harus coba buat lawan." ucap Abian dengan nada tegasnya. Penekanan di setiap kalimatnya seolah menunjukkan akan keseriusannya.
"Asik! Leonard bangkit lagi!" sorak Rendy. Salah seorang diantara anggota yang baru bergabung dengan Leonard. Keadaan pun langsung riuh disana. Mereka semua menyambut kembali kedatangan sang ketua dengan meriahnya.
"Berhubung sekarang lo udah balik lagi, gimana kalau kita party?" usul Bima. Orang yang telah menggantikan kepemimpinan Abian selama ia tak bergabung dengan mereka.
"Setuju, Bang!" jawab mereka kompak.
"Iya deh! Dan kali ini, gue yang bakal traktir!" ucap Abian yang berhasil membuat suara kembali riuh diantara mereka.
"Mantap!"
"Emang ya, Boss kita ngga ada duanya,"
"Yes, dapet gratisan!" itulah beberapa teriakan yang didengar Abian. Ia tak pernah menyangka, kawan kawannya akan menerimanya kembali setelah hillangnya dia dari geng mereka. Nampaknya malam ini adalah akan terukir salah satu kenangan indah dalam hidupnya.
Mereka semua bergegas menaiki motor masing- masing lalu mengendarakannya mengikuti jalannya sang ketua, menuju sebuah klub malam terbesar di Jakarta.
*
Hari libur adalah hari yang paling dinanti. Kala semua orang bisa menghabiskan waktu dengan bersantai, jalan- jalan, atau hanya sekedar bermalas- malasan. Sama halnya dengan Keana.
Rutinitasnnya selalu sama setiap hari. Ia akan merebahkan dirinya dikasur empuk tanpa berniat keluar kamar sama sekali. Karena ia tahu apa yang akan terjadi. Hanya sebuah pertikain tanpa henti yang semakin membuat posisinya leih terpojok lagi.
Keana menatap langit- langit kamar dengan tatapan kosong. Pikirannya kini berlabuh pada kejadian kemarin. Tepat saat pertanyaan Abian berhasil membuatnya takut.
"Siapa Bastian?" tanya Abian mengubah raut wajahnya. Dengan serius, ia menatap manik mata Keana bersiap mendengarkan penjelasannya.
Namun Keana takut untuk menjelaskannya. Ia takut kalau Abian tak percaya dengan semua ucapannya. Mau berkelit apalagi aku, pikir Keana.
Beruntung saat itu bel masuk telah menyelamatkannya. Sehingga ia tak perlu pusing- pusing untuk merangkai alibinya.
"Keana!" teriakan seseorang memudarkan lamunan Keana. Teriakan itu bahkan berhasil membuat Keana yang ada di lantai dua spontan menutup kedua telinga. Suara yang ia yakini kalau itu milik sang mama. Ada apa lagi ini, batin Keana.
Dengan malas, ia bangkit dari acara rebahannya lalu melangkah turun menuju ke sumber suara.
Mata Keana sedikit terkejut saat ia menatap kearah 3 orang yang sedang menunggu kehadirannya. Mereka semua kenapa? batin Keana bertanya.
"Kenapa?" tanya Keana menatap sang pemilik suara nyaring yang berhasil mengganggu aktivitasnya. Dilihatnya Sarah yang wajahnya sudah memerah menahan amarah dengan tatapan malasnya.
"Kamu tahu kemana Abian sekarang?" tanya Sarah sambil berjalan mendekat kearahnya. Tatapannya menatap nyalang pada Keana.
"Dikamarlah," jawab Keana dengan entengnya. Matanya masih menatap santai kearah Sarah yang kini berada dihadapannya.
"Abian nggak ada dikamar, Kean. Makanya itu kita tanya kamu," sela Mega, bunda Keana, sambil mendekat kearahnya.
Ucapan Mega berhasil membuat mata Keana melotot seketika. Abian nggak ada? Apa dia kembali ke jalanan lagi? pikir Keana.
Baru kemarin ia berhasil menghindar dari pertanyaan Abian. Dan sekarang, ia harus dihadapkan pada sebuah masalah yang ia sendiri tak tahu akarnya dimana.
"Abian, dia..." jawab Keana terbata- bata. Ia bingung harus menjawab apa.
"Jawab Keana!" bentak Sarah sudah tak tahan dengan perkataan tak jelas dari Keana. Tangannya spontan menarik rambut Keana kencang. Saking kencangnya, hingga hampir terasa tercabut dari kepalanya.
"Abian tadi lari pagi. Terus pas dia udah sampe luar, aku suruh balik lagi ke taman, buat beli bubur," ucap Keana sambil kesakitan. Kebohongan apalagi ini.