Lyodra. Geng besar asal Bandung yang kini menginjakkan kaki di Jakarta. Geng yang telah lama dikenal karena keganasan dan kekuatannya di kota Bandung sana. Seluruh pelosok Bandung mengenal mereka. Pasukan yang dimiliki mereka sangatlah banyak hingga tak ada yang berani untuk melawannya.
Lyodra adalah geng besar yang dipimpin oleh seorang lelaki berparas tampan nan rupawannya. Maniknya bak mata elang yang siap menerkam mangsanya. Kontur wajah tegas ditambah dengan kulit sawo matang membuat pesonanya kian memancar terang disana.
Bastian Dirga. Satu nama yang selalu membuat Lyodra semakin bersinar namanya. Ia hidup dari keluarga berada yang siap menanggung semua kebutuhannya. Hartanya melimpah ruah dimana- mana. Namun tak ada yang tahu jika terdapat sebuah rahasia besar menyangkut kehidupan yang selama ini ditutupinya.
Dalam ruangan penuh obat- obatan itu, Bastian mulai membuka mata. Sayup- sayup ia membukanya membiarkan retina menyesuaikan dengan cahaya. Sudah 2 jam sejak ia tertidur akibat obat bius yang diterimanya. Ia tertidur sangat lelap disana. Bastian menoleh kearah kanan dan kirinya. Matanya terus menjelajah keseluruh ruangan kamarnya. Sepi. Kemana anak buahnya?
Dengan perlahan, Bastian mencoba untuk mengubah posisinya. Ia berusaha mati- matian hanya untuk bisa duduk diranjangnya. Tak adanya kehadiran siapapun membuat keadaan Bastian begitu kesusahan rupanya.
Namun baru saja Bastian berhasil terduduk, pintu ruangannya terbuka dengan paksa disana. Bastian karena hadirnya seseorang yang tiba- tiba mengejutkannya.
Dari ambang pintu, tampak seorang laki- laki jangkung berdiri disana. Matanya menatap tajam kearah Bastian yang masih cengo ditempatnya. Lelaki itu mengayunkan kakinya melangkah mendekat kearahnya.
"Dimana Keana?" tanya Rizky dengan melayangkan tatapan nyalangnya. Ia benar- benar yakin kalau hilangnya Keana ada sangkut pautnya dengan oknum dihadapannya.
"Emang Keana kesini? Mana dia?" tanya Bastian seolah tak mengerti apa maksud ucapan Rizky tadi.
"Jangan bercanda lo!" ucap Rizky meninggikan suaranya. Ia sangat yakin kalau perkataan Bastian hanya mengada- ngada saja.
Mulut Bastian terbuka hendak menjawab pertanyaan Rizky, namun itu semua tertahan oleh datangnya seorang suster kekamarnya.
Suster itu berjalan mendekat kearah mereka. Tangannya terangkat untuk melihat tetesan infus yang tergantung disampingnya. Suster itu mengecek keadaan Bastian dengan tenangnya. Ia membenarkan tetesan infus yang tergantung disebelahnya. Lalu matanya beralih menatap Bastian yang saat ini juga menatapnya.
"Tadi saya sudah suntikkan obat bius agar anda bisa beristirahat, bagaimana rasanya?" tanya suster itu sambil menatap intens kearah Bastian didepannya.
"Udah enakkan, Sus." jawab Bastian dengan senyum tipis terukir dibibirnya.
Ucapan Bastian hanya dijawab anggukan kecil dari susternya. Setelah itu, ia langsung pergi meninggal Bastian dan Rizky yang masih terdiam ditempatnya.
Manik Bastian beralih menatap Rizky yang masih menatapnya. Matanya menatap bingung kearah Rizky yang masih belum buka suara. Baru saja Bastian membuka mulutnya untuk berucap, Rizky sudah beranjak meninggalkannya.
"Sialan!"
Rizky terus mengayunkan kakinya menjauh dari kamar Bastian. Pikirannya sedang kalut sekarang. Jika Bastian tak tahu keberadaan Keana, lalu Keana kemana? Kenapa Keana selalu menghilang dari jangkauannya?
Langkah Rizky membawanya masuk ke sebuah ruangan yang sedari tadi menunggunya. Ruangan yang cukup besar yang diisi oleh seorang boss besar pula.
Rizky menatap seseorang yang masih termenung didekat jendela. Kepalanya tertunduk dalam meratapi ketidakberdayaannya.
"Abian," suara Rizky mengejutkan lelaki dihadapannya. Maniknya dengan cepat bertemu dengan manik mata Rizky yang berada tak jauh darinya. Dengan segera mendekat padanya dengan jalan tergopoh- gopoh dengan satu tongkat menopang tubuhnya.
"Dimana Keana?" tanya Abian to the point pada sahabatnya. Sungguh ia khawatir sesuatu terjadi pada saudara tirinya. Maniknya menatap dengan penuh harap pada sahabatnya. Namun yang ditatap hanya diam membisu dihadapannya. Hanya sebuah gelengan kepala yang dilakukan Rizky padanya. Dan itu membuyarkan seluruh harapannya.
Abian tertunduk pasrah disana. Dimana Keana? Malam sudah datang, mengapa Keana belum pulang?
Abian mengalihkan pandangannya. Netranya berpindah menatap mega merah yang sudah semburat dengan warna jingga. Keana, kamu dimana? batin Abian memikirkan keberadaan Keana.
Sedangkan disisi lain, orang yang keberadaannya tengah dicari- cari, kini dengan santainya berselonjor di depan televisi. Sebuah bangunan asing ditengah kota telah memenjarakannya. Namun itu bukan penjara biasa. Penjara itu bak istana megah yang bertuan dilengkapi oleh puluhan pelayan. Namun siapa yang tak takut bila ada disana? Penjara itu bahkan tak lebih baik dengan penjara megah milih ayahnya.
Mata Keana fokus menatap layar televisi yang menayangkan animasi kartun kesukaannya. Tangannya tak henti- hentinya mengambil makanan dari dalam bungkus snack yang didekapnya. Lagatnya yang tenang sungguh berbanding terbalik dengan suasana hatinya. Ia gundah. Ia takut sesuatu yang tak tak diinginkan akan mereka lakukan.
"Sialan banget dia!" gerutu seseorang dari belakang Keana. Matanya menatap Keana dengan sebalnya. Tangannya sibuk memunguti sampah yang berceceran disekitarnya. Mulutnya mengerucut seolah tak terima dengan perlakuan yang diterimanya.
Mata lelaki itu berputar mengamati semua orang disekelilingnya. Nasib mereka sama. Sebuah kebodohan fatal membawa Keana ke markas mereka. Menculik Keana dengan maksud menjadikan tawanan hilang sekejap mata.
Semua itu karena kejadian beberapa jam lalu yang sungguh menyesalkan mereka. Berawal dari masuknya Keana untuk pertama kali di markas mereka. Bibir mereka terangkat bangga melihat seseorang yang berhasil mereka culik dari kubu lawannya. Mata mereka sama- sama menganggap remeh kearah gadis kecil dihadapannya.
"Mulai sekarang, lo tawanan kita!" ucap Ales dengan bangganya. Seorang tangan kanan Lyodra yang sangat dipercaya oleh ketuanya. Senyum smirk sedari tadi masih setia tersungging dibibirnya.
"Beneran?" tanya Keana sambil menaikkan sebelah alisnya. Ia masih tak percaya dengan ucapan Ales yang menurutnya kurang bisa dipercaya.
"Iyalah. Kenapa? Takut?" ujar Ales sambil berjalan mendekat kearah Keana. Matanya menatap intens kearah Keana seolah siap untuk memakannya. Jarak diantara mereka mulai terkikis disana. Senyum licik semakin menjadi dibenaknya.
Keana terus berjalan mundur untuk menghindari lelaki tubuh jangkung yang kian mendekatinya. Namun pergerakannya terhenti saat punggungnya telah terhatuk dinding di sudut ruangan sana.
Mata Keana membelalak saat melihat jarak Ales yang semakin menipis dengan dirinya. Tubuhnya pun telah berada dalam kungkungan lelaki dihadapannya. Bagaimana ini? tanya Keana saat kebingungan hinggap di otaknya.
"Lo tau siapa gue?" ucap Keana dengan sebisa mungkin ia menutupi ketakutannya. Maniknya bertemu mata Ales yang masih berjarak lima centi dengan dirinya.
"Lo tawanan kita." ucap Ales dengan penuh bangga. Kedua tangannya masih setia mengungkung Keana tanpa berniat melepaskannya.
Pletak!
Keana menyentil dahi Ales dengan kurang ajarnya. Sedangkan Ales meringis kesakitan akibat ulahnya. Tangannya pun sudah berpindah memegangi keningnya. Berani- beraninya!
"Lo..." hardik Ales menggantung di udara. Kata- katanya dengan cepat terpotong karena pergerakan Keana yang mendorongnya menjauh dari Keana.
"Hust!" ucap Keana sambil mengangkat jari telunjuknya didepan bibir seolah mengisyaratkan agar oknum dihadapannya bisa diam dengan segera.
"Kayaknya kalian nggak tau gue siapa?" ucap Keana sambil memutar matanya menatap seluruh orang yang ada di ruangan sana.
Tangan Keana dengan cepat bersekap didepan dada. Dagunya terangkat dengan tatapan sang penguasa. Senyum licik kini tersungging dibibir Keana.
"Gue Keana. Boss baru kalian!"