"Yumna... jangan lupa berangkat sekolah...." ucap Zaky
"Hah?.." Yumna kontan menoleh.
Byar! Dunia seketika berubah menyilaukan. Yumna mengerjapkan mata berkali kali. Ia belum siap menerima sorotan cahaya yang entah dari mana.
Lambat laun semua makin jelas ketika matanya mulai beradaptasi. Ia langsung mengembuskan nafas maklum. Semua pengalaman sial itu hanyalah mimpi. Baguslah.
"Jangan lupa...!." suara Zaky mengundangnya untuk melihat ke jendela sebentar. Tentunya Zaky yang berteriak. 'issh...' Yumna mendesis kesal.
Tapi.. Bagaimana caranya menghadapi teman barunya nanti. Bagaimana jika mimpi itu benar benar terjadi?. Perkenalan diri didepan kelas... itu mungkin akan menjadi mimpi buruk juga. Aissh... Yumna langsung menyerbu buku diatas meja. Dan membuka tiap lembar dengan cepat.
"Aku akan bawa kamu..." Yumna mendekap buku bersampul biru itu erat.
Mata Yumna sontak berputar panik saat melirik sorot mentari dari jendela. ia baru sadar . Mana jam? lirih Yumna tak bisa mengontrol kepanikannya. Bahkan jam yang bertahun tahun tergantung di tempat sama pun ia lupa.
Jam 6. Yumna berjalan cepat kekamar mandi. Namun tertahan sebentar. Waktunya persis dengan di mimpi. Ahh mungkin kebetulan. Yumna tak mau banyak berpikir. Waktunya sangat sedikit.
'Issh...dimana mba Desi. dia juga gak bangunin aku..' keluh Yumna dalam hati. Ternyata ada baiknya juga tetangga depannya itu. Teriakannnya bisa menjadi alarm pengingat.
Setelah semua acara persiapan sekolahnya selesai. Yumna menuruni tangga terburu buru. Ia sungguh dikejar waktu. Ia harus memanfaatkannya dengan baik.
krrruyuk krrruyuk.. Perut Yumna berseru protes di bawah sana. Ahh.. Yumna mendesah kesal. 'aku gak punya banyak waktu..' Ia mengusap perut ratanya kasar. dan langsung menutup pintu.
Ia terdiam beberapa detik saat menutup gerbang. Masih berpikir soal cara tercepat kesekolah.
Meong.... Seekor kucing sedang menghampirinya. Yumna membekap mulut sebelum ia menjerit kaget. Ahh tidak!! Itu kucing yang di mimpinya. Gadis itu mundur hati hati. Si hewan berbulu itu malah melompat kearahnya. Yumna tak bisa mundur lebih jauh lagi. Ia sudah mentok gerbang rumah.
'Please... jangan.. kamu kucing baik..imut..' batin Yumna seraya terpejam ngeri dengan kakinya yang mungkin akan terluka sebentar lagi.
'Meong.. ' hah? suara kucing itu justru terdengar lembut dan manja. ' Meong' Bukan cakaran yang ia dapat. Justru kucing itu malah mengendus ngendus kakinya. Sambil beberapa kali mengeong meminta perhatian. Iapun membuka mata dan mengernyitkan dahi heran.
Yumna berjongkok menatap teliti pada bola mata hewan berkumis itu. Seketika ia melunak melihat keimutan kucing jenis anggora dengan bulu coklat di depannya. Yumna luluh. Tanpa sadar ia mulai membelai puncak kepala si coklat itu. Seulas senyum terukir di wajah Yumna.
'meong..' Kucing itu makin mendorong kepalanya. Menuntut elusan lebih.
Tin Tin!. Bunyi klakson mobil sontak mengejutkan sikecil itu hingga berlari terbirit birit. Yumna spontanitas menoleh. Kaca mobil perlahan turun menampakan Diva.
"Yumna... ayo cepet naik.... takut telat..." seru Diva.
Yumna langsung mengangguk pasti. Untuk kali ini dia tak mau sok menolak kebaikan orang. Karena nyatanya dia memang butuh . Ia sedikit lega karena yang akan mengantarnya bukan Zaky, tapi kakaknya Zaky.
"Sebenernya ini mobil temen saya... hehe... tapi saya pinjem... bingung siih mau nganter kamu pake apa..." papar Diva. Ia merasa bertanggung jawab dengan Yumna. Beberapa saat lalu ia tergesa gesa, takut Yumna sudah berangkat lebih dulu. Ia pasti akan menyalahkan diri sendiri jika itu terjadi.
Yumna hanya tersenyum menanggapi seraya memasuki mobil berwarna silver itu. Ia sangat berterima kasih, Namun tak bisa mengeluarkan suara. Gadis itu menghembuskan nafas berat. Jika dia terus diam seperti ini, sama saja ia tak tahu diri. Tak tahu berterimakasih.
Ahh... kalaupun Yumna jalan kaki, ia berpikir, mungkin Zaky akan menabraknya juga dengan sepeda. Lagipula Ia tak mungkin seberani itu jalan kaki kesekolah. Tak menunggu lama. Kemudian mobil berwarna silver itu mulai melaju meninggalkan komplek .
Yumna masih dalam fikirannya. 'Syukurlah kejadian pagi ini tak sama persis dengan apa yang kualami di mimpi' batinnya. Yumna cukup lega dengan adanya Diva disisinya.
Yumna mencuri pandang kearah Diva beberapa kali. Hatinya dan pikirannya bertentangan dalam masalah bicara. padahal hanya satu kata, "Terimakasih". Yumna merutuki dirinya sendiri. Semua kata kata yang ingin ia ucapkan hanya sampai di kepalanya. Mulutnya kaku di luar kehendak. Rasa takut salah dan terlihat aneh menguasai jalan pikiran Yumna.
"Nih...." Tiba tiba Diva menunjukan sebuah kertas lecek dengan beberapa penggal kata. Ia tersenyum saat melihat Yumna terkejut sebentar lalu tertunduk. "Saya tau ini tulisan kamu, hmm makasih dah ingetin saya..." ucap Diva.
"Oh iya... aku beliin kamu ini..." Diva merogoh saku jas nya. Sebuah buku catatan kecil. Yumna melirik benda itu. untuk apa?.
"Pakai ini...kalau kamu masih ragu atau malu buat ngomong... tulis disini aja.. biar gak perlu nyobek buku tulis lagi...kalo ini kan gampang disobek...nih terima." tangan Diva cukup lama mengawang. "Yumna...." ucapnya. sengaja menegur.
"Hah..? He em.." lirih Yumna seraya mengambil pemberian Diva. Benar juga. Ia bisa menulis tanpa harus bicara. Ide bagus. Ini akan berguna nanti saat di di sekolah.
Yumna mendadak ingat dengan ucapan yang ingin ia sampaikan. Iapun menulis sebuah kata di buku itu lalau menyobeknya. srek!.
"Apa ada pesan untuk saya?." tanya Diva saat mendengar bunyi robekan. Yaah Yumna memang menulis untuk Diva. kata 'Terimakasih'. gadis itu sedikit ragu. Tak berani.
"Apa...?" Tangan kiri Diva menengadah ke Yumna. Gadis itu geligapan dan dengan gerakan kaku meletakan potongan kertas itu di telapak tangan Diva.
Diva membaca sepatah kata itu sekilas. Terlihat dia tersenyum samar. Meski hatinya sudah berteriak histeris merayakan keberhasilan Yumna yang mau berkomunikasi. Remaja ini semakin membuka jalan untuknya masuk kedalam kehidupan gadis itu. Ya.. syukurlah. semua berjalan sesuai harapan.
Diva akan berusaha merahasiakan tujuannya. Ia tak ingin Yumna makin khawatir jika tahu dirinya dianggap kelainan. Kondisi ini memang 'sulit' . sekalipun Yumna mengakuinya. Tetap saja, ada bukti yang menyatakan bahwa amigdala bagian otak yang berperan dalam melakukan pengolahan dan ingatan terhadap reaksi emosi penderita SM lebih sensitif daripada orang normal. Satu satunya dokter spesialis kecemasan yang menangani penderita SM Dewasa menjelaskan bahwa penderita jarang mau menyebut kata 'perawatan' karena ini membuat pasien 'cemas'.
Diva sebisa mungkin menahan emosi kegembiraannya jika Yumna mengalami kemajuan. Karena itu pasti membuat Yumna merasa dirinya aneh. Dan takut untuk membuka diri lagi.
Shiiit! Sebuah motor sport menyalip Mereka dan berhenti seketika menghalangi jalan. Diva reflek menginjak rem. Membuat badan Yumna terdorong ke depan. Dahinya sampai membentur kaca mobil. Ia reflek mengelus jidatnya. Sedikit mendesis ngilu. Aissh.. salahnya sendiri tak memakai sabuk pengaman.
"Zakyyy...!.." Seru Diva kesal. Ia hapal betul dengan motor yang dikendarai orang itu. itu jelas motor Zaky yang baru sampai kemarin.
"Yumna kamu gak papa.." Diva menuntun Yumna duduk kembali. Dia meringis prihatin saat melihat dahi gadis itu tampak sedikit lebam.
Pengendara motor itu turun dan hendak melepas helmnya. Sontak Diva dan Yumna menatap orang itu menyelidik. Apakah benar dugaan Diva?.
Sementara itu, Walaupun Yumna dengar seruan Diva sebelumnya. Tapi ia tak percaya. Ia masih ingat Zaky menabraknya dengan Sepeda, bukan motor. Ahh apapun itu. Sebenarnya Yumna tak begitu peduli. lebih baik tinggalkan saja pengendara motor ugal ugalan itu. Ini benar benar tak penting. Yang lebih penting sekarang adalah ke sekolah tanpa terlambat.
Yumna menggerutu sebal melihat gerakan cowok itu yang cenderung lambat. 'Hei! apa dia pikir dia tampak keren dengan gaya seperti itu! Aissh... Ayolah kak Diva.' Yumna melirik penuh harap pada Diva. Sementara psikiater itu malah sedang menatap kedepan penuh emosi.
1...2...3... Helm orang itu terlepas dari pemiliknya. Yumna terbelalak tak percaya. Disisi lain Rahang Diva langsung mengatup keras. Tin..tin..tiiiiin...! Diva menekan klakson berkali kali sambil bersumpah serapah.
"Adik terkutuk!." umpat Diva.