Cinta Fahri kepada istrinya begitu luar biasa. Ia telah mengikrarkan janjinya kepada tuhan. Sejak Fahri menyebut nama Citra pada saat akad nikah timbul perasaan yang luar biasa, perasaan yang sulit digambarkan dengan kata-kata, perasaan ingin melindungi dan membahagiakan Citra seperti menjadi tujuannya. Fahri ingin membahagiakan istrinya, ia mempunyai waktu sampai 3 bulan kedepan sebelum mereka berpisah.
Pagi pun telah tiba, langit masih gelap Fahri bangun lebih awal dan seperti biasa sebelum berangkat kerja ia membuatkan sarapan untuk Citra. Tak lupa tulisan disecarik kertas disamping makanannya. Isi kertas itu bertuliskan MAAF. Tak lama setelah Fahri berangkat kerja Citra pun bangun, ia terasa sangat lapar karena semalam ia tak makan apa-apa. Ia ke dapur dan melihat makanan yang telah disiapkan Fahri dan sekilas melihat tulisan fahri dikertas.
Di kantor Fahri mendapat banyak pertanyaan dari orang-orang di kantornya. Luka kemarin nampak jelas di wajah Fahri. Fahri terpaksa berbohong ke teman-temannya dengan mengatakan ia terjatuh. Ia tidak mungkin mengatakan sejujurnya kepada teman-temannya. Ia berprinsip bagaimana penilaian orang-orang kepada istrinya itu tergantung suaminya.
Hari sudah sore kantor pun telah sepi, karyawan lain sudah pulang, menyisakan Fahri yang masih bingung harus kemana. Ia tidak ingin langsung pulang kerumah karena ia tidak ingin membuat istrinya risih karena kehadirannya. Ia ingin kerumah orang tuanya tapi takut ibu dan bapaknya berkata apa kalau hanya dia sendiri yang datang. Fahri pun memutuskan untuk pergi ke warung jualan dekat rumahnya. Di warung itu iya bisa melihat rumahnya karena hanya tiga rumah yang membatasi. Ia ingin tetap dekat dengan istrinya tanpa harus ada sosoknya. Ia berbincang dengan bang Jack pemilik warung. Bang Jack dan Fahri cepat akrab. Bang Jack menawarkan kopi kepada Fahri.
"Kok mas kesini, tidak langsung pulang?".
"Lagi pengen ngobrol aja dengan bang Jack."
"Wah baguslah aku ada temannya. Soalnya istriku dan anakku pulang kampung tadi siang. Baru aja ditinggal sudah kangen mas, hehe."
Wajah Fahri berubah murung, ia tidak dapat menyembunyikan kesedihannya. Bang Jack yang sadar akan kesedihan mulai berbicara tentang sepak bola, dan hal yang lain agar Fahri tidak memikirkan masalah yang dia alami.
Waktu menunjukkan pukul 22.00 bang Jack pun ingin menutup warung jualannya.
"Mas masih mau duduk disini?" Saya sudah mau tutup mas, mau tidur."
"Nggak kok bang. Aku juga mau pulang."
"Hati-hati mas."
"Deket kok bang", mereka berdua tertawa.
Sesampainya dirumah ia sedikit membuka pintu kamar istrinya ternyata ia sudah tidur. Fahri yang sedari pulang kantor belum makan apa-apa mulai memasak mie instant lalu memakannya.
Next