Chereads / 365 Days Angela / Chapter 39 - Angela+Karina VS Geng Halu (1)

Chapter 39 - Angela+Karina VS Geng Halu (1)

"Lo ngapain?"

"Nungguin cowok gue latihan. Lo sendiri?"

"Sama. Nungguin cowok gue ngelatih cowok lo."

Angela mengedikkan bahu dan duduk di tribun penonton yang berundak-undak di pinggir lapangan basket. Karina duduk beberapa meter darinya, dengan angkuh mengibaskan rambut panjangnya ke punggung. Dari tempat mereka duduk, mereka bisa mengamati dari dekat suasana latihan di tengah lapangan. Valdy dengan kaos polo abu-abu gelap dan celana training hitam sibuk mengatur jalannya latihan di dua sisi lapangan, satu untuk tim putra, satu untuk tim putri. Mereka baru saja mulai, dan masih dalam tahap pemanasan dengan latihan dasar setelah peregangan.

Di sisi lain tribun penonton, di seberang tempat Angela dan Karina duduk, serombongan siswi duduk bergerombol. Angela menyipitkan mata pada satu sosok yang dikenalnya dengan baik, Luna, yang tengah menatap ke tengah lapangan dengan sorot penuh damba. Sesekali, si gadis halu dan rombongannya memekikkan nama Roni, sekaligus memandang Angela dengan kejijikan yang tak berusaha ditutupi.

"Cih! Kurang ajar!" Angela mendesis berang saat menyaksikan kelakuan mereka.

"Hajar, La! Lo lemah banget!" Karina berkata dengan nada geli, bersedekap sambil mengawasi objek yang sama. "Kalo gue yang ada di posisi lo, si Luna dan gengnya itu bakal pindah sekolah, nggak berani macam-macam lagi sama cowok gue."

Angela kontan bergidik. Bukan sekadar bualan, karena hal itu memang pernah terjadi sebelumnya pada satu siswi angkatan di bawah mereka. Konfrontasi dengan Karina di ekskul Cheers setahun sebelumnya, yang berakhir pada perundungan habis-habisan setiap saat. Saat itu Angela telah berusaha menghentikannya, namun ia ketiban sial juga akhirnya, ikut menghadap guru BP karena dianggap kaki tangan Karina. Ia berhasil lolos dengan bantuan kesaksian beberapa teman sekelas, terutama Andrei dan Roni. Karina? Skors 3 hari. Si korban? Hengkang dari sekolah tanpa banyak cincong. Mengerikan.

"Gue masih waras, nggak bakal menang satu lawan banyak. Gue nggak kayak elo, Rin."

Berikutnya, dengan tak tahu malu, rombongan itu menyerukan nama Valdy. Tak sekencang saat menyerukan nama Roni, mungkin karena tak berani terlalu terang-terangan di depan guru sendiri. Mendengar seruan manja mereka, Karina yang tadinya tersenyum, membelalak dan berdiri sambil berkacak pinggang. Penonton di seberang kontan menutup mulut dan suasana berubah sunyi.

"Macem-macem lo ya…" Karina naik ke atas tempat duduknya dan mengawasi mereka dengan galak. Mau tak mau Angela jadi penasaran melihat reaksi gerombolan halu itu.

"Lo udah apain mereka, Rin?" tanya Angela ingin tahu.

"Gue hajar satu-satu. Gue datangi kelasnya. Eh, gue sudah hapal ya orang-orangnya, yang naksir cowok gue, terutama dari kelas 10. Dan setelah gue kasih sedikit pelajaran, mereka janji nggak bakal mencoba ngedeketin Valdy lagi. Ini masih aja! Kelakuan cewek murahan!"

Wow!

"Lo ada waktu buat datangin mereka satu-satu?" Dengan banyaknya ulangan belakangan ini, belum lagi tugas dari semua mata pelajaran, belum lagi pacaran, Angela jadi heran sendiri.

"Kenapa enggak?" sergah Karina, melirik Angela sinis. "Gue nggak perlu belajar juga masih tetap jadi juara umum."

Angela berdecak, mengingat kembali semester lalu saat Karina mendapat juara umum 1 untuk angkatan mereka. Padahal dia jarang sekali belajar. Cerdas, cantik, hanya saja nyaris tak berakhlak. Belum lagi semi bipolar dan impulsive yang membuat Angela tak tahan berteman dengannya.

Karina lalu duduk kembali saat rombongan halu itu diam. Angela mengambil botol airnya, meneguknya sambil mengawasi Roni yang tengah pemanasan. Gerakannya gesit dan lincah. Butir-butir keringat terlihat menetes di pelipisnya, membuatnya jadi jauh lebih memikat dibanding biasanya. Angela mengawasinya sambil menopangkan wajah di satu tangan. Beberapa saat kemudian Roni memandang ke arahnya, tersenyum lebar dan melambai, lalu mengirim cium jauh. Angela terkikik. Wawan muncul di sebelah Roni, menoyor kepalanya dengan gusar dan mereka lanjut pemanasan.

Saat permainan basket dimulai, Angela mengeluarkan ponsel dan merekamnya. Permainan berkali-kali berhenti sesuai tiupan peluit Valdy, dan lelaki itu memberi arahan mengenai teknik atau gerakan yang keliru. Valdy terlihat serius, bicara dengan Roni dan Wawan sambil memperagakan gerakan berkelit, lalu shoot ke arah ring yang cukup jauh. Saat bola masuk melewati ring dengan mulus, Karina memekik antusias, membuat Angela kaget dan hampir menjatuhkan ponselnya.

"Kerennnn!!" Karina berseru, melambaikan tangannya pada Valdy yang melirik sekilas ke arah mereka.

Mata Valdy beradu dengan mata Angela, dan spontan Angela memeletkan lidah ke arahnya, sekalian mengusir semua bayangan kencan mereka kemarin di pantai. Apalagi adegan saat sunset, yang susah sekali dihilangkan dari kepalanya.

Tiupan peluit kembali terdengar diiringi gemuruh tepuk tangan penonton dan jerit-jerit antusias yang meneriakkan nama Roni. Angela kembali siaga, mengulangi merekam. Namun ia terganggu dengan pop up pesan yang muncul di layar ponselnya. Dari nomor-nomor asing. Hujatan, seperti biasa. Ia menurunkan ponsel dan mematikan perekam, lalu membelalak penuh benci pada rombongan di seberang yang juga tak kalah galaknya saat menatapnya. Oke, pikirnya muak.

Angela kembali merekam, tapi kali ini ia merekam rombongan di seberang yang mulai ramai meneriakkan nama Roni. Beberapa bahkan berdiri sambil melompat kegirangan melihat aksi Roni di lapangan, lalu memekik dengan suara memekakkan saat Roni berhasil melakukan lemparan three-point yang mulus di tengah kawalan ketat Wawan. Peluit kembali terdengar, dan Roni berjalan dengan gusar ke arah Valdy sambil menunjuk ke arah rombongan yang ribut sedari tadi.

"Usir aja!" Karina berseru memanas-manasi.

"Nggak mungkinlah, Rin!" Angela mematikan perekamnya, mengawasi dengan tertarik apa yang akan terjadi. "Kalo lagi turnamen, bahkan lebih parah dari ini kelakuan penontonnya. Kayaknya bakal dibiarin deh!"

"Tapi ngeselin!"

"Memang. Tapi bagus untuk ngelatih mental mereka yang lagi main kan?" Angela mengucapkannya tanpa sadar. Roni berjalan ke arahnya sementara sisa pemain lainnya bubar, berganti tim putri yang masuk lapangan. Desah kecewa terdengar dari arah penonton yang menyaksikan Roni berjalan menjauh.

"Hai." Roni menepuk puncak kepala Angela lalu duduk di sebelahnya. Ia menerima botol air dan meneguknya dengan cepat. Keringat membanjiri wajahnya hingga ke leher. Punggung bajunya terlihat lembab. Angela mengulurkan handuk kecil untuknya mengelap aliran keringat. "Asik juga main basket ditungguin pacar. Ada yang merhatiin." Roni menerima handuk dan memandang Angela lekat-lekat sambil mengelap wajahnya.

"Ada banyak yang merhatiin kamu, Ron. Tuh lihat di seberang."

"Nggak masuk hitungan!" Roni berubah masam. "Nanti mau makan dimana?"

"Dimana aja boleh."

"Tentuin satu tempat, La."

"Hmm… Lagi pingin bubur ayam."

"Nggak sedang demam lagi kan?" Roni berubah cemas mendengar jawabannya, lalu menempelkan satu tangan di dahi Angela.

"Enggak, Ron. Memang udah lama nggak makan bubur. Itu lho, yang di dekat Mall Metro. Ya? Mau ya?" Angela menurunkan tangannya dan menggenggamnya.

"Oke, Cantik." Roni mencubit pipinya dengan gemas, lalu menoleh saat Wawan memanggil namanya.

"Pacaran aja lo! Sini!" Wawan melambai menyuruhnya mendekat. Roni menggerung gusar. Ia meminum lagi airnya dan berdiri.

"Tunggu ya." Roni mengecup dahi Angela, lalu berlari ke arah Wawan yang tercengang menatapnya.

"Sekalian yang hot kiss kayak waktu ini, Ron. Kelakuan lo… Astaga!"

"Ntar kena detensi lagi. Kapok gue! Kenapa? Lo suka melihatnya? Cari pacar dong!"

"Yeee…" Wawan menoyor kepala Roni dan mereka lalu bergabung dengan sisa tim putra lainnya untuk berdiskusi.

"Nggak usah pamer!" Karina berseru jengkel, membuat Angela menoleh.

"Lo masih…"

"Sorry ya! Sekarang Roni udah nggak ada artinya lagi buat gue!" Karina melengos angkuh, lalu memandang ke arah Valdy di tengah lapangan yang mengawasi dengan intens jalannya pertandingan. "Sudah ada penggantinya yang jauh lebih sempurna." Karina lalu menatap Angela dengan sinis. "Lo nggak akan bisa menang dari gue, La."

Serius, pertunangan gue bocor, tamat kisah hidup gue selama 17 tahun ini, pikir Angela ngeri.

"Lo udah jadian sama Val.. ehm… Pak Valdy?" tanya Angela penasaran.

Suara peluit terdengar. Mereka berdua menoleh ke arah lapangan dan melihat dua pemain terkapar di tengah lapangan, sepertinya baru saja bertabrakan keras. Valdy berlari cepat ke arah mereka dan ikut berjongkok diantara pemain lainnya yang memeriksa kondisi teman mereka.

"PMR! Tolong dibantu!"

Valdy berseru pada empat anggota PMR yang ikut mengawasi latihan sejak awal. Mereka bangkit dengan sigap dan dalam sekejap telah berada di dekat korban dengan kotak P3K di tangan. Latihan dihentikan sementara. Angela dan Karina menghembuskan napas lega, mengira terjadi kecelakaan yang lebih parah.

"Lo mau tahu?" tanya Karina sambil memilin rambut panjangnya di jari telunjuknya. Matanya masih mengawasi Valdy yang berbincang dengan para pemain.

"Semua orang juga ingin tahu kali!" Angela berkilah, lagi-lagi berusaha mengusir fantasinya soal kencan kemarin.

"Gue udah ciuman sama dia. Lebih dari satu kali."

"APA??"

Angela memekik keras. Dalam sekejap ia menutup mulutnya sendiri, lalu melayangkan pandang ke sekitarnya. Sebagian besar orang yang ada disana memandangnya dengan penasaran.

"Ih, bego lo ah!" Karina duduk mendekat dan merangkul bahunya, terlihat merona.

"Serius? Lo udah sejauh…"

"Emang kenapa kalo udah ciuman?"

"Ya, tapi…"

"Dia juga suka. Lo pikir yang minta lebih dari satu kali itu siapa? Valdy."

"SHIT!"

Karina membungkam mulutnya dengan satu telapak tangan, mengisyaratkan Angela agar diam saja. Angela melepas tangannya dari mulutnya, shock luar biasa. Sumpah, posisinya kini makin di ujung tanduk. Jika Karina tahu apa yang terjadi sebenarnya…

"Angela!"

Angela dan Karina menoleh mendengar panggilan atas namanya. Valdy berdiri berkacak pinggang di dekat bangku penonton paling bawah, menatapnya tajam. Suasana hening dengan semua mata menatap ke arah mereka berdua.

"Bahasa, tolong! Mau saya detensi lagi?"

Angela mengepalkan kedua tangannya dengan muak, jengkel karena dipermalukan di depan umum entah untuk keberapa kalinya. Masih belum kapok ya kemarin gue injak, batinnya berang.

"Maaf…" Ia mengucapkannya dengan susah payah. Di sebelahnya, Karina menjauh kembali dan duduk dengan pose menggoda sambil bertopang dagu. Selama beberapa detik Valdy masih memandangnya tajam. Angela dengan cepat meraih ponsel, mengetikkan pesan pada lelaki itu sambil tetap balas memandangnya.

Angela : Sorry. Aku kaget dengar cerita Karina soal ciuman HOT kalian

Valdy mengernyit, mengambil ponsel dari saku celana trainingnya, dan membelalak membaca pesan yang baru saja dikirim Angela padanya.

Angela : Ternyata tunangan gueee….

Valdy berbalik, memunggunginya, dan beberapa detik kemudian Angela menerima balasan darinya.

Valdy : Bukan urusanmu

Angela : Ada di poin sekian, Om

Valdy : JANGAN BAHAS INI SEKARANG!

Angela : Weitss… capslock jebol, Om?

Angela memutar bola mata saat Valdy menengok ke arahnya sekilas sebelum berjalan menjauh, kembali ke tengah lapangan. Rombongan halu di kursi seberang sibuk berkasak-kusuk dengan tampang riang, sepertinya senang karena melihat Angela kena teguran langsung dari Valdy hanya karena satu kesalahan kecil. Kalau dipikir-pikir sangat tak adil, sementara sedari tadi mereka heboh berteriak-teriak nyaris tanpa henti. Angela berdecak kesal.

"Rin." Angela memanggil Karina.

"Apa?" tanya Karina dengan nada malas, masih memandangi Valdy dengan mata sayu menerawang. Angela berjalan mendekat dan duduk di sebelahnya.

"Bantu gue membalaskan dendam ke monyet-monyet kecentilan di seberang itu!" Angela menunjuk dengan sengit kerumunan yang masih saja betah mengawasinya.

Karina duduk tegak, merentangkan kedua tangan di depan tubuh dan menggeliat. Ia lalu memainkan kedua tinjunya dengan mata berkilau jahat.

"Mau dengan cara apa?" tanyanya antusias.

***