Chereads / Lentera tak bersayap / Chapter 9 - Kelopak anggrek di akhir tahun

Chapter 9 - Kelopak anggrek di akhir tahun

Pucuk Anggek adalah hal yang di selalu di nantikan oleh Ketryn, kekaguman pada satu macam bunga ini tak bisa jika hanya dia pendam, kilau daunnya, halus kulit batangnya, meruncing - runcing tunasnya, semerbak mewangi harum bunganya....

" Heeeeeemmmssss harumnya buat ku gak ingin beranjak pergi"

Gumam Ketryn yang sedang bersiap pergi bekerja.

"Addduh duh..duh..."

Ketryn terkaget karna Lifa yang tiba-tiba menabrak dirinya dari belakang.

"Apa-apaan sich lu.. pagi - pagi udah nabrak-nabrak". Ucap Ketryn yang sedikit kesal.

"Eeeehhh maaf Ket aku udah buru-buru Ket.. ayooo kita berangkat sekarang ket!"

Ajak Lifa.

"Bodo amat!" jawab Ketryn yang sedikit kesal sambil merapikan kemejanya.

"Iiich... jangan marah donk, tadi itu gue benerin sepatu, eee tapi kaki gue gak bisa di ajak berenti Ket.. serius..." Lifa yang mencoba membela diri.

"Lain kali gak usah pake sepatu. Dibelakang no!. Ada banyak sandal lu tinggal pake."

Ucap Ketryn yang tambah kesal.

" Iyaa kah... sandalnya siapa Ket?

Tanya lifa penasaran dan berusaha mengingat jika tak ada sandal di belakang Rumahnya. wajahnya tertunduk karena rasa takut untuk menatap wajah kakaknya.

"Yaa sandal tetanggalah, kalau lu mau, pake aja!"

Mendengar Ketryn berkata demikian Lifa hanya bisa masa bodo. Lifa langsung berjalan mengikuti langkah kakaknya sambil masih sibuk dengan sepatunya.

"Derpbb."

Suara pintu Mobil yang menanda-kan mobil siap melaju tapi Lifa masih saja sibuk dengan sepatu kakannya karna kaki yang merasa tak nyaman. Rambutnya yang terurai indah membuat suasana tambah sibuk. Sementara Ketryn fokus ke arah jalan tetapi Lifa masih saja belum duduk dengan tenang. Tangan kanannya masih usil dengan sepatunya. sedang tangan kirinya menjaga Hape dan beberapa Buku pelajaran. memang posisinya tidak mengganggu Ketryn, tapi mengganggu pemandangan saja. Dan Ketryn tak bisa untuk menahan diamnya.

"Lu.. ngapain sich.. Fa?" Tanya Ketryn yang heran melihatnya.

"Aduch Ket, gak tau nie, kaki gue yang sakit apa sepatunya yang gak pas ya? kaki gue berasa gak napak di sepatu nya." Keluh Lifa.

"Emang itu sepatu beli dari kapan Fa?"

"Lah... dari kapan apanya, gue udah tiap Hari kali.. pake nie sepatu...!"

"Maksud gue Fa. ya gue tau elu pake itu sepatu tiap hari. tapi udah berapa tahun lu gak ganti Fa?"

"Lah mana gue tau. kemaren aja masih baik saja kok ini sepatu."

"Ngambek kali itu sepatu. ma kamu, makanya punya sepatu itu jangan kaya orang gak punya sepatu. Sepatu satu lemari itu lu mau apain Fa. Capek gue ngomong ma lu dari tadi. paling elu paham juga enggak kan!?."

Tanpa mendengarkan sedikitpun ocehan kakaknya Lifa berusaha untuk cuek saja.

"Udah sono turun.. turun capek gue lama-lama ngeliat muka kamu!."

Ujar Ketryn sambil mendorong-dorong pundak Lifa agar segera keluar dari mobilnya.

Sesampai di Rule Lifa sedikit susah berjalan karena masih terasa sakit telapak kakinya.

"Eeeh.. sepi banget kemana Icha ma Gita?" tanya Lifa.

"Pada mudik akhir tahun!." Jawab Qia

"Lah.. enak banget bisa liburan lebih awal, baru tanggal berapa." ucap Lifa dengan santainya.

"Tanggal berapa gimana, ini udah akhir tahun Fa."

"Biarlah udah akhir tahun yang penting gak akhir cintaku padanya"

Sambung Qia

"Ah elu... Paling juga cinta sama suami orang wkwkwkk"

"Entah lah.. Hh."

Sahut Qia dengan tertawa.

"Akhir itu bagi gue adalah segala nya... contohnya, akhir nya gue dan Vito adalah jodoh yang akhir nya bisa bersatu."

Ucap Tia yang mulai menghayal.

"Hadech... mulai lagi dech"

Sahut Lifa dengan pandangan yang sedikit menghela nafasnya. Mendengar itu Tia pun tak bisa menyembunyikan muka merah mudanya yang di sertai senyuman yang kian menambah imut dan manis untuk dirinya.

Akhir tahun

Ada sebagian orang yang menganggap istimewa dengan alasan mereka tersendiri. Ada sebagian lagi yang menganggap itu suatu hal penting karena dirinya dan hidupnya masih sama saja, semua itu hanya masalah waktu dan setiap orang memiliki cara berbeda untuk melalui nya. Perubahan atau tercapainya harapan memang tak ada sangkut pautnya dengan Kalender. Semua itu tergantung dengan dirimu dan tekadmu saja. Ya tapi kan itu hanya sebagian pemikiran dari orang saja. Tak ada sangkut pautnya tapi terkadang secara sadar atau tidak, angka Kalender itu mempengaruhi mereka yang suka melihatnya apalagi suka menghitungnya, ada yang kian semangat kala matanya melihat angka-angka itu. Ada pula yang tambah jenuh karena pada kenyataannya angka yang di nantikan itu masih jauh dari antrean angka lainnya. Padahal hari esok saja kau tak tau apakah kejadiannya, dan ada juga yang kesal seakan tiba-tiba angka itu begitu cepat ada di matanya. Ya contohnya pas kamu punya target. Dan menurutmu itu berat tapi waktu menuntut dirimu untuk harus menyeselesaikan nya, berbeda halnya jika yang terjadi adalah menantikan. Menanti adalah menunggu sesuatu yang kamu harapkan kedatangannya. Tapi itu yang paling sukar. "Menunggu." Adalah kata yang sedikit tapi berat untuk di lalui, andai yang kamu tunggu itu adalah suatu yang tidak pasti, itu lebih baik dari pada sudah lama waktu yang kau habis kan, dan pada akhirnya

semua itu hanya sia-sia belaka, dan tidak sedikit orang yang terpengaruh oleh hal ini. Pengorbanan harta itu bisa dihitung, tapi kecewa karena sia-sia penantian, itu adalah hal yang sangat menyakitkan yang tak mungkin bisa kita berbalik arah menuju waktu semula yang di mana ketika itu kita dalam keadaan baik saja. Seiring berjalannya waktu, entah dengan target kalender atau tanpa kalender perubahan itu pasti ada.

Seperti yang tengah di rasa oleh Afwa ( ibu kandung Lilifa.) saat ini dia merasa sudah banyak perubahan dalam hidupnya dua putrinya sudah beranjak dewasa. Kian lama tambah banyak pekerjaan dan waktu untuk menikmati kebersamaan dengan keluarga kian tersisih. Dengan anaknya pun sudah jarang bisa berkumpul padahal masih dalam satu rumah, di karenakan semuanya memiliki kesibukannya masing-masing, apa lagi untuk berkumpul bersama orang tuanya yang jauh. Dan bagi Afwa akhir tahun adalah hal yang sangat istimewa karena Kalender sedang banyak di isi oleh angka merah.

"Yah... lusa kita ke rumah Ibu yaaa." ajak Afwa kepada suaminya.

"clik."

Sebuah pesan singkat yang di kirim Afwa untuk suami nya ( Harun ayah kandung Ketryn dan Lifa.)

"Hmmmmmmmmm...." Harun tak membalas karena belum memiliki jawaban yang pasti. Kemudian hanya meletakkan ponselnya di meja kerja dan melanjutkan pekerjaannya kembali. Hari kian sore yang tersambut oleh senja.

"Senja.... sangat aku sukai karna rona langitnya yang indah, hangat sinar mentari nya dan pokoknya damai"

Kata Qia sambil menutup mata sambil berjalan dari Kampus menuju Rule bersama tiga lainnya.

"Haha dan faktanya senja itu adalah waktu yang paling bikin pusing.." Sahut Sherin.

"Udara pengeb, badan bau keringet."

"Lampu merah yang bikin rame haaaddecch..." tambah Tia memperpanjang keluhan Sherin.

"Aaah tumben bukan Vito yang di bahas." Sindir Sherin yang mulai iseng.

"Iyaa.. kapan yaa senja senja gini duduk sama Vito." Bayang Tia sambil menatap langit.

"Makan kuaci di pinggiran lampu merah wkwkw, Wkk."

Cetus Qia yang tambah menggodanya. Dan langsung berlari yang kemudian juga Tia mengejar nya.

tak butuh waktu lama untuk berlarian.

"Ampun tuan putri aaaauuu, sakit Tia, lepasin gue."

Ucap Qia sambil tertawa karena lengan nya di cubitin sama Tia.

Jarak antara kampus dan Rule tidaklah jauh dan ada jalan khusus yang sudah tersedia untuk mereka, ini di maksud kan agar mereka tak punya alasan untuk tidak kuliah, jalan itu di lengkapi pengaman kanan kiri dan juga beratap, yaa mungkin pasnya kaya kamu kalau lihat penyebrangan dalam kota gitulah.

Malam hari adalah waktu dimana sebuah keluarga bisa berkumpul, yaa harusnya, tetapi kan itu hanya

"harus nya."

dan pada kenyataan nya tidak semuanya bisa seperti itu.

Seperti keluarga Lifa, mamanya Lifa yang sedang sabar menunggu di Rumah. Ayahnya harus lembur kerja. Ketryn ternyata telat pulang lantaran mobilnya harus ke bengkel dan Lifa belum juga minta di jemput karna sedang mengerjakan tugas. Mengerjakan tugas itu kan hanya alasan saja, dan faktanya mereka sedang asik jalan-jalan karena tugas kuliah sedang kosong untuk beberapa hari ke depan.

Masa muda tak sempurna tanpa menerobos lampu merah dan memainkan musik sekencang - kencangnya adalah hal yang biasa untuk mereka.

"Fa... kamu baru pulang?"

Tanya mamanya yang sedang membuka pintu kamarnya.

"Iyaa Ma..., uuh.. apek nya." Keluh Lifa.

"Ya udah tidur lah, besok saja Mama ngomongnya."

"Ha...?, iyaa kenapa Ma?"

Tanya Lifa penasaran.

"Gak ada apa -apa Fa, tidur lah. Mama masih nunggu Ayah dan Kakak belum pulang."

"Hmmmmm.. Baiklah Ma."

Lifa yang sudah tak kuat menahan kantuknya pun langsung tertidur pulas.

Ternyata tidak semudah itu untuk mengajak mereka ke tempat tinggal neneknya Lifa. Pagi pun tak sempat, hingga malam esoknya datang hingga hari esok nya lagi berlalu. Tapi keinginan mamanya Lifa belum juga tersampaikan. Ajakannya selalu saja kalah dengan dengan kegiatan lain, ada saja yang bikin tidak sempat, bahkan ayah Lifa yang semula ada fikiran justru tambah lupa. Mama Lifa hanya bisa bersabar, tapi tak menyerah dia tetep kukuh dengan niatnya untuk berkunjung ke rumah ibunya bersama keluarga sebagai liburan akhir tahun kali ini. Dia menyempatkan untuk libur kerja dan mempersiapkan semuanya, dari membeli tiket, menyiapkan baju hingga berbelanja untuk oleh-oleh dan bekal nantinya, itu semua sudah terbayang akan datangnya kebahagiaan.

"Ma... kok kemeja ayah yang garis coklat kok gak ada ya?"

Tanya ayah Lifa yang baru selesai mandi dan hanya memakai handuk di bawahannya,

"Iyaa yah... hari ini kita semua harus ke rumah ibu"

Jawab mama Lifa yang sengaja bersuara kencang agar semua yang sedang mencari baju mendengar, maklum mama Lifa sengaja mengambil baju mereka tanpa ijinnya. Ketryn pun terkaget mendengar suara mamanya dan langsung keluar kamar.

"Hari ini kita mau ke rumah ibu Ma...?"

Tanya Ketryn yang penasaran.

"Iyaa sayang berkemas lah! mama udah siapkan semuanya. gak ada alasan lagi untuk kalian mengelak." Tegas Mamanya.

"Hah...??" Gumam Ketryn bertanya pada dirinya sendiri. Dan semuanya pun sudah siap, semua keperluan mereka sudah masuk mobil dan tinggal memulai perjalanan.

"Kok Lifa belum turun kak?" Tanya ayahnya pada Ketryn

"Tau ah gelap"

Ketryn yang menjawab dengan muka juteknya.

Tidak ada yang mempedulikan orang lain semua sibuk dengan dirinya sendiri. Hingga tak ada yang sadar bahwa dari tadi tak terdengar suaranya Lifa. semua mengira baik saja. Dan barulah sadar ketika Mobil siap melaju. Namun Lifa belum juga terlihat. Semuanya masih belum ada fikiran bahwa Lifa Sakit. mereka mengira jika Lifa sebentar lagi menyusul.

"Mana nie anak. Lama amat di tungguin, dari tadi belum turun juga!" Ketryn yang sudah mulai jenuh.

"Iya Ma coba kamu susul sana. Lagi ngapain si ini anak. nanti keburu siang Ma!"

"Yah .. mama ini udah capek. bangun dari dini hari,.."

"Iya Ma iyaa biar ayah yang susul Lifa."

"Omelin aja Yah heran, nungguin orang satu udah kaya nunggu buah Anggur Mateng di pohon. hadecchh capek dech." Keluh Ktryn .

"Fa..."

Panggil ayahnya dengan mengetuk-ngetuk pintu kamar Lifa, tapi tak ada suara, lalu mencoba membuka pintunya yang ternyata tak di kunci, terlihat Lifa yang masih anteng di tempat tidur. Dan rasa panik mulai menghadiri. Dalam benak ayahnya. sudah tidak mungkin jika Lifa sehat tapi di jam yang sudah siang begini dia belum bangun.

" Fa..." Panggil ayahnya untuk membangunkan Lifa sambil duduk di sampingnya. Dan mencoba meraih tangannya. Dan rasa kawatir itu benar sungguh terjadi.

"Kamu sakit Fa...? tanganmu panas, yaaa ampun!,"

Tersadar bahwa benar jika Lifa tidak baik saja.

"Clik."

satu pesan kepada Ketryn.

"Lifa sakit".

"Hah...? sakit?". Ketryn yang terkejut membaca isi pesannya.

"Siapa yang sakit sayang?"

Tanya mamanya. yang tidak sama sekali menyangka bahwa yang sakit adalah Lifa.

Ketryn dan mamanya pun segera turun dari Mobil. Rasa panik dan kawatir menyerta dalam langkah mereka hingga sampai di kamar Lifa.

"Haadeeech.... Lu itu ada - ada aja sich Fa.., plis dech masa akhir tahun sakit.. Gitu..."

Kata Ketryn yang duduk mememani Lifa. Dan Lifa hanya diam saja, tidak peduli. Tak habis pikir kejadian hari ini seperti ini.

Tidak lama kemudian Dokter pun sampai. Dan ternyata Lifa harus di bawa ke Rumah Sakit. Lantaran kurang darah juga demamnya tinggi.

meski sikap Ketryn tampak kesal. Selama perjalanan ke Rumah Sakit pun, tak hentinya Ketryn memegang erat tangan Lifa yang bersandar kepada mamanya. mungkin di hatinya sedikit kesal. Tapi tetap tidak bisa menyembunyikan rasa sayangnya kepada Lifa. sesekali Ketryn memperhatikan wajah Lifa yang sayup dan lemas. Bibirnya kering dan hanya diam saja.

merasa kawatir hingga ingin menjatuhkan air matanya. tapi Ketryn pura-pura mengusapnya dan berkata "Mataku ngantuk banget Fa. Karena nungguin kamu di Mobil tadi."

Sementara orang tuanya sedang bertemu Dokter yang barusan memeriksa Lifa.

"Heran gue Fa bisa gak sich kalau sakit itu bikin agenda dulu. Kalau kaya gini kan berasa gak pas banget gitu!" Ucap Ketryn untuk pura-pura tidak peduli kepada adiknya.

"Gue tu sakit dari kapan hari kali Kett.. cuma masih gue tahan." jawab Lifa dengan lirih

"Terus?"

"Ya udah sakit, terus gimana? lu inget kan yang pas gue jatoh itu, itu awalnya telapak kaki gue sakit Ket, kayaknya telapak kaki gue itu nyelip."

"Hadecch... capek dech, makanya sakit itu ngomong, jadinya gak nyampe parah gini."

"Iyaa dech... makasih yaa udah perhatian ke gue Kett."

"Iich... gak usah sok imut dech." Tegas Ketryn.

"Sayang. Gimana demammu?" Tanya mamanya yang baru masuk ruang rawat bersama ayahnya.

Orang tua mana si.. yang tak kawatir jika anaknya sakit. Wajah ayah Lifa sampe lusuh karena panik. yang sangat Mengkwatirkan nya.

"Kata Dokter ada urat di telapak kakimu yang gak bener Fa.. apa kamu terjatuh? tapi kok ayah gak tau, kapan kamu jatuh?" Tanya Ayahnya.

"Iya.. tapi aku gak jatuh, waktu itu aku jalan sambil pake sepatu, eeh.. malah nabrak Kekett." Adu Lifa mengeluh.

"Eeeh... bukan salah gue yaa Fa!" Bela Ketryn.

"Sudah-sudah... gak pa-pa kok kata Dokter entar juga udah boleh pulang tinggal tunggu dokter kasih resep obat." Tutur Mamanya kepada mereka.

Waktu menunjukkan jam Tiga dini hari. Mamanya Lifa terbangun karena ponselnya berdering. Dengan sayup dan kantuk yang tak tertahan dia mencoba menggapainya, tapi sebelum matanya terbuka melihat siapa yang menelfonnya, tetapi dering itu terburu mati.

"Haa.. Empat Puluh panggilan tak terjawab....!"

Afwa yang terkaget saat matanya sudah dengan jelas menatap layar ponselnya. Dengan suara kantuk Afwa balik menelfon. Sudah terfikir bahwa ibunya pasti menghawatir kan Lifa cucu satu-satunya. Karena tadi siang Afwa hanya mengirim pesan bahwa Lifa mendadak di bawa ke rumah sakit tapi tak menjelaskan penyebabnya.

"Gimana Ma...apa ibu udah di kasih tau.. Kalau kita tak jadi tadi kesana?" Tanya ayah Lifa.

"Udah Yah.. tadi pagi aku udah telfon, dan ibu minta di jemput, katanya mau ke sini."

"Yaa sudah kamu atur saja!, aku masih ada kerjaan sedikit, paling nanti siang udah bisa pulang."

"Cuu''pmm'".... suara kecupan di kening Afwa dari ayah Lifa tiap kali hendak berangkat kerja.

Meski Afwa bukanlah seorang yang sempurna, bukanlah yang memiliki segalanya sebagaimana yang di miliki oleh Qiyara. (Almarhum istri pertamanya Harun ayah lifa.) Tetapi Afwa adalah sesosok wanita yang istimewa karena kebesaran hatinya, Afwa mampu membuat Harun bangkit dari keterpurukan kan nya karena di tinggal pergi oleh seorang yang sangat dia cintai.

seorang yang sangat amat Harun cinta. "Bagaimana aku akan bisa hidup tanpamu Qiyara." Kata-kata itu masih saja terngiang di telinga Afwa sewaktu-waktu. tangis kehilangannya. tangisannya Ketryn masih begitu jelas untuk di ingat. Dan kini mereka bisa melaluinya bersama.

Butuh waktu satu hari lebih untuk sampai ke tempat tinggal ibunya Afwa, malam pun tiba si supir sudah sampai di kediaman neneknya Lifa.

"Aaadduh!! kamu kok lama sekali, kamu tau, itu saya sudah tunggu supir dari Afwa dari kemarin hari" Kata ibu nya Afwa yang dengan cerewet menyambut mobil yang baru sampai di depan Rumahnya.

"Iuaaa Bu... iyaa kan jauh..." Jawab si supir membela diri. Mereka memang sudah saling kenal dan terbiasa dengan logat bahasanya.

"Ya sudah masuk dulu sana, saya mau siap-siap dulu"

"Apa langsung mau berangkat Bu..?"

Tanya si supir heran.

"Lah.. yaaa saya itu sudah tunggu hari untuk ketemu cucu saya sudah lama sekali dari akhir tahun sampai akhir tahun lagi. Apa kamu mau saya menunggu tahun depan lagi!?"

"Iyaa iyaa siap ayo kita langsung berangkat." Ucap sang supir kesal tapi juga tidak bisa menolak perintah ibunya Afwa.

"Nah begitu lah itu tau kalau saya ini sudah sangat rindu dengan cucu-cucu saya. Bagus kalau mengerti begitu. Saya tau kamu dari sana jauh, tapi kamu tidak capek to?"

Mendengar ocehan dari neneknya Lifa si supir hanya mengangguk dan pura-pura sibuk mengelap kaca Mobil. Sedang kekesalannya hanya di lampiaskan dengan meng-iyakan kata-kata beliau.

"Kenapa apa kamu marah saya bicara seperti itu?" Tegur kakeknya Lifa yang sudah dari tadi melihat mereka berdua.

"Aaah sudah biasa." Jawab si supir dengan menyeka wajahnya yang kesal mendengar ocehan ibunya Afwa.

"Alamat gak bisa tidur ini pasti" Gumam si supir saat melihat bapaknya Afwa mendekat, ya namanya juga kenalan lama. Lama mereka tidak bertemu. Akan semakin banyak yang mau di bahas, tertawa dengan suguhan kopi dan beraneka makanan tradisionsal yang di suguhkan menambah hangat kebersamaan.

Makanan tradisionsal, kehangatan, kebersamaan, kata - kata itu sedikit terlintas di benak Khifdza kala melaju pulang dari tempat kerjanya, tapi belum terfikir bagaimana jalan untuk mewujudkannya.

Hingga suatu hari Khifdza mendapat tugas mengantar pesanan ke tempat yang tak pernah ia kenal.

"Waaauu... alamatnya gak salah. Tapi ini bukan mirip sebuah Rumah.."

Khifdza yang heran melihat tempat tersebut yang lokasinya lebih mirip dengan kebun hingga Rumahnya hanya terlihat gentengny saja lantaran halaman yang luas dan begitu banyak macam tanaman. Khifdza pun melangkahkan kakinya menuju rumah tersebut.

"Selamat siang Bapak, Ibu..." khifdza mencoba memanggil si tuan Rumah, dan pintu pun terbuka.

"Pesanan saya itu ya..." Terdengar suara dari dalamnya.

"Ooh iyaa pak ini kertas minyak yang anda pesan" Jawab Khifdza dengan anggun.

"Oh iyaa silahkan masuk dulu nak, jangan sungkan, ayoo duduk dulu kamu pasti capek kan!" Ajak si pemilik Rumahnya.

"Iyaa pak tidak apa-apa. Terima kasih sebelumnya Pak."

"Juki.... iya panggil saja saya dengan nama itu, Pak Juki."

"Iyaa pak Juki terima kasih saya Khifdza Pak"

"Sudah tidak apa-apa, anggap saja seperti Rumah sendiri. Saya suka kalau ada tamu yang mau mampir ke gubuk saya nak Khifdza.

"Oh iyaa." Jawab Khifdza dengan rasa hormatnya.

"A iya ... iyaa tunggu sebentar." Saya panggil anak dulu. Ada tamu kok malah gak di bikinin minum ini."

"Ola....!" panggil pak Juki kepada anak perempuannya yang sudah duduk di bangku SMP, dan Ola pun segera datang mendekat.

"Iyaa pak" Sahut Ola dengan cepat, dia yang tak tau bahwa ada tamu di rumahnya.

Dan baru tersadar bahwa di depan bapaknya duduk seorang tamu yang begitu tampan.

melihat ada seorang pemuda tampan yang duduk di seberang meja, dia langsung tertunduk malu dan berbicara pelan kepada bapaknya. Membuatnya canggung dan tidak berani menatap wajahnya Khifdza. jantung nya berdetak keras dan matanya berbinar-binar. Namun Khifdza tak menyadari jika Ola mengaguminya karena memang sedikitpun tidak mengenalnya.

"Iyaa pak, ada apa?" Tanya Ola dengan lembut.

"Ini looo ada tamu, tolong kamu bikinin minumlah sana!" Suruh pak Juki kepada putrinya.

"Oh iyaa namanya siapa Nak?" tambah pak Juki menanyakan kepada khifdza dan itu sengaja agar Ola juga mendengarnya."

"Khifdza Pak.." jawab Khifdza dengan sopan.

"Khifdza... Nak khifdza mau minum apa, maaf orang tua itu cerewet yaa." Ucap pak Juki memberikan tawaran.

"Enggak apa Pak, terima kasih tidak usah repot - repot,"

"Ooh tidak, tidak repot kok, lah .. cuma air minum saja. Sambil ber-istirahat sebentar."

Khifdza pun hanya mengangguk. Setelah bercakap-cakap cukup lama Khifdza pun pamit pergi untuk kembali bekerja.

"Haaadduch! cepet amat perasaan gue gak lama di sana, udah siang aja, iich.. cepet amat yaa..." Khifdza yang keheranan karena ternyata empat jam terlewati tanpa berasa.

" Bos baru balik...?," Tanya

Piddin yang pas ketemu di depan pintu.

"Iyaa Pidd, abis ketemu malaikat tanpa sayap " jawab Khifdza sambil merapikan kertas minyak.

"Wwoooooooooooo... pasti cantik dan manis woooo berati.."

"Sssssttt besok dech kalau libur gue ajak lo ke sana Pid"

"Beres yes yes yes.. Beres pokok nya Bos, aku meski potong rambut, mandi, pake parfum aaaaa... Hhhh wangiiii...,"

Dan pas Piddin mengekpresikan "Wangi" Sambil menghirup nafas, Khifdza menaruh kertas minyak tepat di mukanya.

"Hhahhhhhhh... wangi tu.. kertas minyak.."

"Ahh bos iri aja liat aku bahagia Bos"

Bahagia....

Apa si itu bahagia...? Mungkin aku tak punya jawaban yang bisa membuat mu paham, tapi aku pernah mendengar, bahwa bahagia itu adalah, dimana saat kamu merasa menderita di atas jalan citamu (itu lah bahagia) secara texs mungkin kamu susah memahaminya. Tapi coba kamu baca yang ini "Jika kamu merasa lelah tapi kamu puas, itulah bahagia, Dan untuk texs itu, biar ku coba menjelaskannya, menderita di jalan cita, bisa di artikan bahwa kamu sudah ada di lingkup yang tepat untuk dirimu, dan pasti kamu sedang berjuang untuk meraih nya.. Bukan?. Sedangkan sesuatu tanpa usaha tanpa pengorbanan, akan kah itu suatu yang memiliki makna untukmu?.

Hal yang kamu bisa miliki tanpa perjuangan, pasti terasa berbeda dari sesuatu yang kamu dapatkan dengan perjuangkanmu, yang di mana dengan perjuangan itu kamu akan lebih menjaga, kamu akan lebih berusaha melindunginya agar tak hilang bahkan pergi darimu.

Sesuatu yang kamu dapatkan dengan usahamu yang maksimal akan menumbuhkan rasa semangat dan bisa menjadi obat betapa perihnya perjuanganmu. Itu kalau kamu beruntung, hingga bisa menikmati lebih banyak keberuntungan yang lainnya, jika gagal..?, percayalah kamu sudah memiliki pengalaman yang bertambah dari yang sebelumnya, dalam hidup ini banyak rahasia di tiap detiknya, yang jelas jangan menyerah, yaa sebagai mana yang terjadi dengan Afwa.

Terkadang apa yang tampak, tidaklah sama dengan hal kenyataannya, bisa jadi sebuah kebahagiaan yang kau lihat itu adalah hasilnya yang kau lihat yang menyembunyi kan pedihnya sebuah usaha. Bahkan membutuhkan perjuangan, pengorbanan yang mungkin tak mudah di lalui oleh kebanyakan orang, betapa tidak.. Seorang Afwa mampu bertahan hidup di tengah banyaknya orang yang membencinya, dan dia bukan hanya kuat untuk dirinya saja tapi juga untuk tiga orang yang sangat dia cinta yaitu kelurga kecilnya.

"Fa... Makan dulu ya sayang. kalau udah itu minum obatnya biar cepet sembuh sakitnya" bujuk Afwa kepada lifya

"Udah mendingan kok Ma.., gak mau ah.. obat nya bau nya gak enak"

"Fa.. namanya obat ya gak enak, biar kamu gak suka sakit Fa.., kalau obat itu enak entar banyak yang suka."

"Aah... Ma.. Aku itu bukan anak bayi ma...,"

Obat itu gak enak, kalau enak nanti banyak yang suka sakit. Kata-kata itu pasti yang selalu Lifa dengar dari kecil.

Sebelum minum obat. Berbeda halnya jika ayah Lifa yang menyuruhnya, meski diam tapi Lifa tak berani menolak nya.

"Ya udahlah mama nyerah Fa... nanti tunggu Ayahmu saja minum obatnya ya.., yang penting kamu sekarang makan dulu ini"

Afwa kembali membujuk agar liyfa segera makan.

" Mama udahan dulu yaa suapin kamu nya Fa.. Kayaknya Ayah pulang" , belum lah sampai Afwa keluar dari kamar Lifa. Pintu sudah terbuka, Ayah Lifa masuk bersama ibu serta adik perempuannya.

" Eeh... Tante, Nenek..." sapa Lifa kepada mereka.

"Sakit apa Fa...? maaf tante baru tau jadinya baru sempet ke sini dan pas ketemu sama mas harun di jalan tadi"

Ujar tantenya yang lega melihat kapas baik saja.

"Sebenernya kita gak sengaja kok ketemu di jalan iyaa kan Har...?

"Gak pa-pa kok Ma, Lifa sehat saja hanya butuh istirahat.

"Syukur lah Fa... Tante udah kawatir pas baca pesan dari Ayahmu, katanya mau pulang cepet soalnya Lifa sedang sakit, syukurlah kamu baik saja.

"Iyaa tante cuma terkilir dikit kayaknya!" Jawab Lifa sambil tersenyum tetapi juga merasa ada yang tidak enak. seperti merasa ada hal yang lain yang dia rasa.

"Nah... itu anak kalau di manja yaa kaya gitu terkilir Saja bisa masuk rumah sakit"

ucap Neneknya Lifa yang sudah mulai tampak rasa tidak nyamannya berada diantara mereka.

Lifa hanya terdiam menahan sakitnya. Sakit terkilir sich masih lumayan. Tapi ucapan Neneknya itu yang memang menyakitkan. Andai yang di salahkan adalah dirinya sendiri mungkin tidak akan sesakit ini.

Mendengar kata yang masih saja tak berubah logat karena ke-tidak sukanya kepada Lifa, serasa kian mengundang emosinya Harun. Seperti petasan yang siap meleduk, melihat Harun yang wajahnya mulai geram. Afwa mencoba menenangkan suaminya dengan mengusap-usap pundaknya.

"Udahlah sudah malam, mau ketemu Ketryn saja, sumpek rasa nya di kamar ini"

Ucap si nenek sambil keluar kamar.

"Yang sabar yaa mas Harun, Bude Afwa, Mama emang kaya gitu wataknya. Gak usah di dengerin, kita ke sini juga Mama yang minta, pas aku bilang Lifa masuk rumah sakit, aku tau Mama langsung kaya panik ingin segera ketemu Lifa, tapi tadi aku belum bisa ke sini, belum sempat... "

Ujar tantenya yang mencoba menjelaskan. Sementara Lifa hanya bisa diam dan mendengar kan, tanpa bisa mengucap kan kata yang pas untuk ikut berbicara.

"Ya udah Fa.. Tante pulang yaa, paling nenek gak ke kamar Ketryn karena dia udah tidur. kamu cepet sembuh yaa, lain kali hati -hati jangan sampai terkilir lagi.

"Iyaa Tante.. met malem, hati - hati di jalan"

"Oh iya.. Fa.. ada buah tadi tante yang bawa, udah aku suruh Bibi buat jangan masukin kuklas, biar besok bisa langsung kamu makan. Itu pesen nenek dan juga nenek yang beli itu Fa."

"Ok!"

Jawab Lifa yang sebenernya tak paham dengan ucapan tersebut. Kalau saja neneknya sayank, kenapa meski sukanya menyalah-nyalahkan Lifa selalu. Andai benar sayang. Lifa tak minta apa-apa, cukup di perlakukan layaknya Ketryn saja itu sudah lebih dari segalanya.

"Kalau udah, piring nya sini Fa..." pinta Mamanya dengan mengulurkan tangannya. Sementara ayahnya masih menutup wajah karena sumpek dengan kata-kata ibunya sendiri.

"Udah lah Yah..., Mamamu memang seperti itu, kita udah bisa ngerti kok" Bujuk Afwa kepada suaminya, barulah Harun menampakkan wajahnya dan tersenyum meski masih terlihat raut nyeseknya,

" Iya... Ma..., makasih yaaa." Ucap Harun

"Udah gak usah di fikir, yang penting kesehatan Lifa adalah segalanya. Jawab Afwa dengan begitu sangat sayang. Hingga senyum tipispun mulai terlihat di wajah ya Harun.

"Udah minum obat belom Fa?"

"Udah Yah... tadi pagi pas Ayah yang nyiapin obatnya, kalau yang tadi siang enggak minum, soalnya Ayah belum pulang."

Jawab Lifa dengan memandangi wajah Ayahnya.

"Lah kan, ada kamu Ma?" Tunjuk Ayahnya.

"Enggak maulah, Mama capek bujukin dia, dia udah gede katanya." Dengan sedikit kesal mengadu dan membela dirinya. Bahwa memang Lifa adalah anak yang tidak mudah untuk meminum Obat.

"Ya udah Mama turun sana, bawa itu piring nya, ini biar Ayah yang urus."

"Lifa ... anak Ayah yang cantik yang cerdas. Ayoo sekarang minum obatnya yaa sayang." Bujuk Ayahnya.

"Iaa Yah... ini Lifa mau minum." Ucap Lifa sambil nunjukin Obat di satu tangannya dan air putih yang sudah di sebelahnya. Namun belum juga Lifa memulai meminum Obat tersebut. Masih saja malas dan berulang-ulang menatap wajah ayahnya yang fokus memperhatikannya.

"Anak Ayah nakal yaa kalau ayah gak di rumah yaa, pasti kaya gini, coba lihat mana hidung nya." Ayah Lifa yang mencoba mengajak bercanda agar Lifa segera meminum Obatnya.

"Ini udah," Sambil menunjukkannya jika di telapak tangan Lifa sudah tak tersisa.

"Kalau belum, mau minta di cubit apanya nie anak Ayah hmmmm." Karena Ayahnya tau kalau Obatnya belum di telan.

Di saat-saat seperti ini, saat yang tak di sangka yang kadang bisa menghadirkan keceriaan, canda tawa seperti dulu, yang sebelum semuanya sibuk dengan dirinya masing - masing.

Seperti yang dulu...

Dulu yang Lifa dan Ketryn masih kecil. Sungguh keluarga yang tak memiliki kekurangan dalam hal apapun, tapi itu kan hanya pandangan dari orang lain, terlebih lagi bagi mereka yang tak kenal dekat, melihat keluarga Lifa bagaikan keluarga Sultan, memiliki dua putri yang cerdas nan cantik jelita, harta benda berkecukupan, pekerjaan yang menjanjikan, kehidupan mapan dengan semua fasilitas mewah... H.... rasanya, itu adalah dambaan semua orang tentunya.

"Pagi Bi'..." sapa Ketryn kepada Bibi'nya yang sedang menyapu di halaman rumah

"Pagi juga non Ketryn..,"

Ketryn adalah anak yang rajin dan mandiri, dia sangat peduli dengan kesehatan badannya, meski dia harus bangun lebih pagi sebelum dia berangkat kerja, dia rutin menjalani olah raga, ya meski hanya berlari mengelilingi halaman rumahnya saja, itu sudah cukup baginya, dari jendela kamarnya Lifa memperhatikan kakaknya, terfikir olehnya jika dia juga ingin ikutan olah raga

"Ah.. tapi males lah, ngapain juga, gue gak olah raga juga udah cukup dengan jalan tiap hari dari Rule ke kampus kok. Ngapain meski capek-capek ngiterin Rumah. udah kaya gak ada kerjaan lain aja apa." Gumam Lifa yang sambil terus berfikir tentang keseharian Kakaknya.

Selesai berolah raga, Ketryn mengamati bunga anggrek ke sayangannya.

"Yeeeeeee.... udah ada tunas bunganya."

Dan dia pun langsung lari ke kamarnya hendak mengambil hape. Dan kembali turun

" clik"

Layar hape pun terbuka.

"Gogle. Butuh berapa hari waktu bunga anggrek untuk sampai mekar?",

Namun belum lah sampai tersambung, baterai habis karna Ketryn lupa untuk mengecaz nya semalam. Dan mencoba meminjam hape milik Lifa.

"Fa..." Panggil Ketryn pada Lifa yang masih tiduran.

"Kenapa ket...?"

"Pinjem hape donk!"

"Haaaa.....?" Jawab Lifa dengan respon terkaget.

Dalam benak Lifa adalah suatu hal yang aneh, kala Ketryn meminjam hapenya, Lifa tak berkata ya atau tidak tapi Ketryn sudah membawanya pergi ke depan rumah untuk mengambil foto bunga kesayangannya, tak di sangka gambar layar hapenya Lifa adalah foto mereka berdua waktu masih kecil. Waktu masih lucu-lucunya dan imut-imutnya. Langkah Ketryn mulai pelan dan duduk di bawah gantungan anggrek kesayangannya, melihat foto tersebut mengingatkannya pada semua yang telah berlalu. Tahun-tahun yang dulu, tahun yang masih baik saja, tahun yang penuh canda tawa, tahun yang penuh kebahagiaan, tahun yang penuh warna. Senyuman.... senyuman yang indah seindah harapan Ketryn dalam menantikan kelopak anggek di pengujung tahun ini...

Kelopak anggrek di akhir tahun.

Ketryn.