"Fa jangan samakan aku dengan orang-orang yang pernah ada di dekatmu.
Bukan karena aku membedakan diriku, bukan pula mereka berbeda denganku.
Aku sudah faham akan hidupmu
aku akui bukan lah hal mudah bagimu menerima kenyataan dalam hidupmu
di dunia ini, namun kamu juga tidak boleh lupa bahwa tidak ada satu manusia pun yang tidak pernah melakukan kesalahan, semua manusia itu sama tidak ada yang benar-benar suci tanpa kesalahan" ucap Khifdza yang sedang duduk di samping Lifa untuk menenangkan perasaannya yang hancur.
Mata Lifa berkaca-kaca tak kuasa menahan air matanya. ia pun tidak bisa berkata sedikitpun kepada Khifdza.
Hatinya terpaku dengan ucapannya ia ingin sekali menatap matanya dengan tersenyum.
Kata-kata Khifdza seakan sebuah anak panah yang tertancap tepat dihatinya, membuatnya lemah, namun itu sudah cukup menghapus segala apa yang terpendam di dalam benaknya yang penuh dengan kegundahan.
"Fa.. .. " Khifdza memanggilnya dengan lirih dengan senyumannya yang seakan bisa membuatnya semangat.
Lifa hanya bisa mengangguk sebagai balasan karena dia paham.
"Percayalah di balik semua hinaan dan cercaan orang kepadamu itu hanyalah karena mereka tidak mengenalmu mereka tidak peduli denganmu. sudahi lah saja fikiran mu akan kata-kata mereka. Ada lebih banyak hati yang bisa kau sayangi ada banyak orang yang menyayangimu."
Senyuman Lifa pun mulai terlihat dengan sedikit berani melihat wajahnya Khifdza
ia mengusap air matanya dan mulai terdengar kata-katanya yang sedikit serak.
"Aku fikir sudah tidak ada ruang lagi yang bisa menerima ku apalagi seorang manusia, apalagi menerima ku dengan hati nya ..
setiap hari rasanya aku ingin mewujudkan cita-cita ku .. hanya itu saja" jawab Lifa dengan nafas yang mendalam.
Khifdza pun langsung tertawa namun ia tahan
"Hihihihihi.. cita - cita apa ..?"
"Ah kok kamu gitu siii" jawabnya Lifa yang sudah ingin pula ikut tertawa
"Eh .. jangan bilang yaaa kalau cita-cita kamu itu jadi pacar aku?"
mendengar itu Lifa sedikit terkejut dan tak bisa menahan tawanya
"Hihihi ... kok kamu gitu sii Dza... aku kan jadi ikut ngatawain"
"Ya ketawa aja, enggak ada yang nyuruh kok!" balas Khifdza
"Eh seriusan aku tu punya citi-cita dari dulu bahkan jauh.. sebelum kamu lahir... iyaa"
"Masa? emangnya kamu tau aku bakal lahir kok udah punya cita-cita ..?"
"Apaan siiii" jawab Lifa dengan gemas meremas-remas pundaknya Khifdza.
"Serius lah.. kalau aja aku tau kamu akan lahir bahkan aku di pertemukan denganmu, mungkin aku gak akan memiliki cita-cita itu,
aku merasa bodoh terlahir ke dunia ini
aku merasa bahwa aku lah yang lebih hina dari pada yang paling hina
rasanya aku ingin membuang wajah ku ini" ucap Lifa dengan kesedihannya.
Lifa berkata demikian bukan tanpa alasan.
Di dalam hidupnya begitu banyak penderitaan itu bukan karena dia terlahir dari keluarga yang kekurangan.
bukan pula karena wajah nya yang tidak cantik jelita. Tapi ni bermula karena masalalu ibunya. Seorang ibu yang sangat dia sayangi dan dia kasihi. Lifa anak yang manis dia sangat jago dalam menyembunyikan perasaannya. Itu karena dari kecil dia sudah terlatih dengan sabar dalam menghadapi banyaknya hinaan.
Waktu mulai berlalu dan Khifdza pun ingin bergegas menutup kedainya.
"Yaa udah dech udah malem aku pulang yaa"
ucap Lifa yang memahami keadaan Khifdza yang sudah ada. Dan Khifdza pun mengiyakannya.
"Berani kan? pulang sendiri? tanya Khifdza
"Iyaa lah . .. aku baik aja kok , oh iyaa besok aku titipin sama si bantet aja yaa pesenan kamu itu hihihi "
Lifa biasa menyebut adiknya Khifdza dengan sebutan bantet, bukan karena dia menghinanya namun itu panggilan kesayangan darinya, karena adiknya Khifdza imut layaknya pinguin, hanya saja tidak tumbuh di daratan es dan itu yang membuat Lifa memanggilnya dengan kata bantet , dan sebenarnya nama aslinya adalah Aira .
Meski mereka tidak sederajat namun itu tidak menghalangi persahabatan untuk mereka. Lifa menganggapnya seperti saudara sendiri meski kadang banyak ucapan iseng yang mungkin bagi orang yang tidak kenal itu kurang sopan di terdengar. Sedangan bagi Aira, Lifa adalah adik kesayangannya yang sangat ia jaga dan ia turuti kemauannya dan di sisi lain itu karena sebagai balas budi atas kedermawanannya Lifa.
Lifa memiliki segalanya dalam harta, berbeda dengan Aira yang hidup dalam kesederhanaan. Bagi Aira, Lifa adalah kawan yang setia dan suka membantunya.
Aira adalah adik perempuan satu-satunya Khifdza, meski penampilannya tidak di tunjang oleh fasilitas yang mewah, namun memang asli dari citra kepribadian dia yang anggun. Berpenampilan sederhana serta tidak bermanis-manisan dalam bertutur kata, lembut dan suka tertawa tipis bukan lah di buat buat. Matanya bulat sempurna bibirnya yang tipis merah muda dan warna kulitnya memang asli putih mulus bagaikan seorang putri raja dan itu asli tanpa perlu perawatan yang spesial. Dan itu juga sebab Lifa tidak canggung berteman dengannya. Karena meski dia dari keluarga yang sederhana tapi penampilannya mendukung untuk tidak membuatnya malu.