Namaku Princess Zaskia, 23 tahun. Aku adalah mahasiswa yang saat ini sudah semester akhir dan segera wisuda. Sambil menunggu jadwal wisuda, kini aku bekerja di Starbucks - Malang. Aku terpaksa meninggalkan kota asalku karena beberapa alasan. Namun, tidak mengubah kenyataan jika aku akan kembali ke Lumajang lagi.
Ini adalah kisahku ....
Lebih tepatnya kisah cintaku.
[Storial.co] Hehe, apa mungkin terkesan curhat ya? Zaskia ingin mendapatkankan jawaban dari pembaca chat story ini.
Baiklah aku mulai "klik."
[Blogger Zaskia] -dipenuhi banyak tugas perkuliahan.
[Whatsapp Zaskia] -dipenuhi banyak chattingan.
[Instagram Zaskia] -dipenuhi banyak follower dan likers.
[Facebook Zaskia] -dipenuhi banyak postingan kopi sutabakusu.
*Kenyataan Zaskia adalah orang populer*
________
Hari itu, setelah kelulusan SMA ....
****
Aku tidak punya keinginan untuk melanjutkan ke perguruan tinggi. Terutama biaya hidup di luar kota sangatlah mahal. Aku adalah anak yang berasal dari keluarga biasa-biasa saja. Ayahku petani jagung dan ibuku pedagang di pasar. Aku tinggal di Gombleh, satu-satunya rumah ayah dari warisan kakek. Kampung di sini amat subur, banyak bunga yang menghiasi jalanan di sekitar sungai, penduduknya juga ramah-tamah. Bisa dibilang aku di sini seperti kembang desa karena kecantikanku yang menurun dari ibuku, Amira Kriswijayanti.
Di tahun 2015, tepatnya bulan Juni. Aku sudah tamat SMA.
Sebelumnya, aku bersekolah di SMA 1 Negeri Lumajang. Aku termasuk siswa berprestasi karena sering masuk peringkat 10 besar. Aku paling suka pelajaran matematika dan olahraga. Paling tidak suka dengan pelajaran bahasa Indonesia dan Sejarah, bagiku sangat membosankan. Terutama ketika guru bahasa Indonesia sering menggodaku seperti membuat-buat contoh kalimat yang menyangkut pautkan aku lalu menjodohkannya dengan salah satu cowok di kelas.
AKU TIDAK SUKAAAA!!!
Paling sering juga digosipkan aku berpacaran ....
Aku menjadi bosan dengan hari-hari SMA-ku yang seperti itu.
*Maklum walau Zaskia cantik, tapi tak pernah berpacaran*
Oh ya, aku dulunya anak IPA. Syukurlah aku bisa masuk IPA, aku suka dengan jurusan IPA ini karena ketemu matematika lagi dan lagi.
Matematika itu mengasyikkan bagiku, membuat seseorang berpikir secara realistis. Aku sangat menyukai matematika terutama pelajaran kalkulus. Yah, entah mengapa sebagian besar orang enggan menyukai matematika tetapi aku sangat meyukainya lebih dari apa pun.
Aku sering mengikuti olimpiade matematika hingga keluar daerah, saat itu aku selalu juara 1. Suatu saat jika begini terus, aku pasti bisa masuk PTN jalur undangan nih, harus pilih jurusan matematika!!!
Ya itu pikirku.
Kekecewaan ada saat kurasa pelajaran matematika ini sangat sulit.
Di kelas 3 SMA, aku mendapatkan guru yang bisa dibilang killer. Bahkan beliau sangat teliti dengan kesalahan-kesalahan kecil terutama pada pengerjaan alogaritma matematika.
Di saat itu, bu Hilda adalah guru matematika sebelumnya menunjukku untuk mengikuti olimpiade kalkulus tingkat SMA. Naas, ketika pak Nawari yang sebut saja guru killer itu mengajar di kelas untuk persiapan olimpiade. Soal yang ia berikan begitu sulit dan menjebakku. Pada akhirnya, kami yang di tunjuk untuk mengikuti olimpiade terpaksa dibatalkan karena tidak ada yang bisa menjawab soal yang ia berikan.
Aku begitu kecewa.
Saat aku protes padanya, jawabanku selalu salah "Apa yang salah dengan ini?" ucapku dengan nada kesal.
"Begini ... begini dan begini ...." Hanya memakai cara yang tidak sama dengannya saja jawabanku disalahkan!? Betapa egoisnya guru ini, pikirku yang cukup kesal dengan cara dia mengajarnya.
Lalu ia berkata "Jika kau sebegitu cintanya pada matematika, cintamu itu sia-sia. Suatu saat jika kau berada di perguruan tinggi akan di hadapkan dengan level yang lebih killer daripada diriku." Tatapan sinis dan ucapan pedasnya itu membuatku mengurungkan niat untuk masuk perguruan tinggi.
BERARTI CINTAKU PADA MATEMATIKA MASIH BELUM CUKUP! TIDAK BISA MELEBIHI CINTANYA ....
AKU MENJADI PUTUS ASA PADA PILIHANKU SAAT DIBANGKU KELAS 3 SMA.
-Saat itu aku dipanggil ke ruang BK-
Semua orang yang peringkat 1 sampai 10 besar akan mendapatkan jalur undangan untuk masuk ke PTN. Termasuk aku!
"Heh," gumamku dengan begitu bangganya dalam hati. Aku memilih Universitas Malang, dan test di sana di antarkan ayahku naik motor. Kami lewat Piket Nol - Semeru. Jalannya begitu sulit dan berliku-liku, untuk sampai ke Malang kota butuh waktu sekitar kurang lebih 4 jam.
[UNIVERSITAS MALANG]
Akhirnya aku sampai sini, juga.
Akan kubuktikan bahwa aku bisa masuk jurusan matematika.
Aku masuk ruang ujian.
Soal testnya tidak begitu sulit, aku sangat percaya diri mengerjakannya.
Ayah menungguku di bangku luar sebelah ruang ujian.
'TEEEEEET' waktunya hanya 3 jam.
Kami langsung pulang.
....
Untung ada ayahku yang baik dan dapat diandalkan.
Dulu, jauh sebelum aku lulus SMA, Ayahku pernah bertanya padaku "Nak, apa kamu ingin kuliah?"
"Ya ayah, aku ingin menjadi sarjana yang ahli dalam matematika dan nanti aku bisa kerja di lembaga keuangan lalu bisa memberantas korupsi." Tuhkan! Mungkin mimpiku ini memang ketinggian tapi, akan kubuktikan kalau aku bisa
"Hahaha, anak ayah yang cantik ini memiliki cita-cita yang sangat tinggi juga." Ayah menanggapinya dengan tertawa kecil di depanku setelah mendengar impianku tadi.
Aku tersenyum cerita saat menanggapi perkataan ayah.
"Bagaimana jika cita-citamu itu tidak terwujud, nak? Apa kau masih-"
Belum sempat ayah bertanya lebih lanjut, aku memotong perkataannya.
"Pokoknya harus terwujud!!" aku mengatakannya dengan wajah penuh keyakinan dan dengan sangat egoisnya aku mengatakan seperti itu.
....
Beberapa hari kemudian ....
Akhirnya hari pengumuman tiba!
[Daftar nama siswa-siswi yang masuk perguruan tinggi]
No. 1 Erina ... Universitas Erlangga (Jurusan Kedokteran)
No. 2 Saidah ... Universitas Jember (Jurusan Sastra Indonesia)
No. 3 Lutfi ... Universitas Surabaya (Jurusan Biologi)
No. 4 ... No. 5 ... Selesai.
Loh namaku!? Tidak ada!!!
Aku tidak percaya, aku tidak percaya namaku tidak ada di sana. Perasaan aku juga lancar mengerjakan semua soal-soal tesnya.
Seketika mukaku bermuram durja, aku hanya bisa melihat kegirangan teman-temanku di sana sementara aku sendiri ..., Ja-jadi aku tidak-
AAAAAAARRRRRRRRGGGGGGHHHHHHH!!!
Setelah mengetahui pengumuman itu, aku pergi ke toilet.
(Nangis kejer)
Ini mungkin karena kesombonganku! Mimpiku terlalu ketinggian, dan aku terlalu egois! Aku tidak bisa masuk ke PTN walaupun telah mengerjakan soal dengan begitu mudahnya.
Aku pulang dengan membawa kekecewaan.
Aku menceritakan pada ayah dan ibuku, respon mereka ... "Sudahlah tidak apa-apa jangan putus asa, ya, sayang."
Respon ayah sangat biasa saja.
Respon ibu, hanya 'apa kata aku.'
Oh! Kupikir beginikah orang tua yang sudah melihat anaknya telah mengecewakannya? Apa aku terlalu mengecewakannya, ya?
*Padahal ayah dan ibu tidak terlalu menuntut Zaskia untuk masuk ke PTN, hanya saja Zaskia terlalu bersemangat*
Sejak saat itu, aku tidak tertarik lagi untuk tawaran masuk perguruan tinggi. Aku enggan kuliah, menuju kelulusan pun aku sudah ogah-ogahan.
"Untuk apa bersekolah selama ini? Semua buku ini tidak akan berguna." Pikirku sambil membakar beberapa catatan pelajaran yang sudah tidak terpakai lagi.
Aku sudah memantapkan diri untuk tidak menikmati kehidupan sekolah lagi.
Setelah lulus SMA, aku ingin cari kerja dan cari pacar saja. Lalu nikah.
Itu pikirku, dan ... beberapa hari kemudian aku bertemu kakak kelasku di jalan.
"Eh, kamu!" Sapa dia padaku.
"Loh mbak Alisa, apa kabar mbak?"
"Oh, baik dek."
"Dek?" pikirku aneh, biasanya dia memanggilku "Sas"
"Kamu?" Tanya mbak Alisa padaku.
"Oh, aku baik juga." Ucapnya dengan senyum ramah.
"Setelah lulus SMA kamu mau ke mana?" dia menanyakannya juga, sama seperti pertanyaan ayah ibuku sebelumnya.
Aku tidak ada pilihan lain, aku belum bekerja tapi, aku tidak ingin menjadi pengangguran, "Umm ... aku bingung ... aku lagi cari kerja sekarang. Ada saran kah mbak?" Masa' iya aku harus bilang kalau aku cari pacar juga, hehehe.
"Waduh, gimana ya? Mbak belum kerja juga soalnya." Jawab mbak Alisa yang menatapku dengan ragu, "Kamu gak ingin kuliah?" dia menambahkan pertanyaannya.
"Eh, kuliah? Umm ...," bagaimana ya setelah aku masih merasakan kekecewaanku karena tidak diterima di PTN dan di jurusan yang kusukai, aku menjadi minder. "Aku tidak begitu tertarik-"
"Oh kukira kamu ingin kuliah." Responsnya sangat biasa.
"Eh!?" Tiba-tiba dia menyodorkan sebuah lembaran brosur perkuliahannya.
"Ya. Aku sekarang kuliah di sini." Jawab mbak Alisa dengan senyum riangnya. Kupikir, kuliah walaupun tidak di perguruan tinggi negeri mungkin menyenangkan juga, ya?
"...."
Kampus swasta yang dekat dengan rumahku.
"Aku ingin menjadi guru, untuk itu aku menginginkan sebuah gelar pendidikan. Bagiku guru adalah pekerjaan yang mulia yang bisa mencerdaskan bangsa, aku menyukainya."
Saat itu, saat aku mendengarnya kata-kata itu terucap dengan senyum lembutnya yang sangat natural ... entah kenapa kata-kata mbak Alisa sangat menginspirasiku.
"Tolong sebarkan ke teman-temanmu yang ingin masuk situ ya." Ah~ itu bagian dari promosi ternyata.
Kami tak sengaja bertemu di jalan, kemudian dia pergi.
"Ba-baiklah." Aku merasa berat hati dengan permintaannya.
Apa sebaiknya aku posting untuk membantu promosi saja ya?
"Hmm ...." Tapi, bingung ... apa ada yang tertarik?
Padahal tadinya aku bilang, aku ingin cari kerja! Yah~ jadi, bagaimana ya? Apa enaknya kerja dulu baru kuliah? Atau kuliah dulu baru kerja? Cari kerja sambilan di kota kecil ini susah juga ....
Tapi ....
"Apa bagusnya kampus ini, sih? Diliat doang kayak kantor ga jelas, bahkan masih bagusan SMA-ku. Tidak ada menarik-menariknya." Gumamku sambil membolak-balik brosur pemberian mbak Alisa itu, dan ... ketemu sisi menariknya! Jurusan ... kok, prodi? Apa itu? (Awam banget belum tahu istilah itu) "PENDIDIKAN MATEMATIKAAAAAAAAAAA! APA!!!?"
Ada jurusan Pendidikan Matematika.
"Gapapa meskipun kampus kecil yang terlihat kurang benarik dan cuma pendidikan apa nih!? Yang penting ada matematikanya." Pikirku, kini semangatku berkobar kembali.
Terima kasih banyak mbak Alisa.
Brosur yang sangat berharga, aku takkan menyia-nyiakan kebaikanmu, mbak!!
"...."
Baiklah, aku putuskan sekali lagi!!
Walau aku tidak pernah masuk PTN, tidak masalah.
PTS pun sudah cukup asal bisa bertemu matematika.
Cintaku pada matematika tidak akan pernah pudar, sampai kapan pun!
Akan kuputuskan aku akan masuk ke sini!
****