Dalam kegaduhan ruang kelas itu, tampak Mesya yang masih termenung.
Mesya masih memikirkan keadaan Dody teman sekelasnya.
Entah bagaimana bisa tiba-tiba dia di temukan tak bernyawa dan dengan kepala yang terpenggal.
Padahal kemarin dia baru saja memukul kepala Mesya.
Bahkan luka di kepala Mesya masih terasa hingga kini.
Dan karna hal itu, membuat Mesya mulai berpikir jika ini ada hubungannya dengan ucapan Arthur dan ayahnya.
'Bahwa besok Dody tidak akan pernah mengganggunya lagi'
"Masa iya, Ayah membunuh, Dody. Rasanya tidak mungkin, 'kan?" Mesya mengusap pelipisnya sendiri.
"Lagi, pula Ayah, kan orang yang baik, terus kenapa aku harus curiga kepadanya?"
Kemudian Mesya pun mulai membuka buku tulisnya, karna sebentar lagi jam belajar akan segera di mulai.
'Mesya gak boleh berpikiran macam-macam lagi, karna ayah dan ibu adalah orang-orang yang baik' batin Mesya.
***
Satu jam berlalu kini tibalah waktu beristirahat.
Lalu Mesya berjalan menuju kantin sendirian.
Dan tepat saat itu juga, seseorang memegang pundaknya dari belakang.
Mesya yang merasa terkejut pun menoleh.
"Eh, Kak Arthur," ujar Mesya.
"Kamu mau ke kantin, 'kan?" tanya Arthur.
"Iya, Kak," jawab Mesya.
"Kamu kemarin ke kantin dengan siapa?" tanya Arthur lagi.
"Oh, aku pergi dengan Zahra," jawab Mesya.
"Lalu di mana dia?"
"Zahra, tidak masuk karna hari ini dia sedang sakit,"
"Oh, kalau begitu kita makan bersama saja ya,"
"Tapi, apa dengan Kak—"
"Tentu saja dengannya. David, kan, Kaka kita, jadi dia akan makan bersama kita," ujar Arthur.
Mesya merasa sedikit keberatan karna David akan ikut makan bersama mereka.
Tentu saja, hal itu akan membuat suasana terasa tidak enak bagi Mesya.
Terlebih dia tahu jika David itu sama sekali tidak menyukainya.
Bahkan setiap bertemu dengan Mesya, raut wajah kesal selalu terpancar.
Meski pun begitu, Mesya tetap memaksakan diri untuk, menerima ajakan Arthur.
Sesampainya di dalam kantin tampak David sudah duduk dengan santai.
Dan tentunya dengan pandangan yang sangat dingin seperti biasanya.
"Hai, Kak David!" sapa Arthur dengan nada yang selengean yang menjadi ciri khasnya.
David hanya menengok sesaat, menandakan jika dia sudah melihat kehadiran Mesya dan Arthur.
Tanpa menjawab sapaan Arthur.
Lalu di saat mereka tengah asyik makan bersama, tiba-tiba datang si ibu kepala sekolah menghampiri mereka bertiga.
"Selamat siang, Arthur ... dan si ganteng David," sapa kepala sekolah itu.
"Selamat siang, Bu Yura," sapa balik Arthur.
"Aku dengar, orang tua kalian mengadopsi anak baru dari panti asuhan, apa dia orangnya?" si kepala sekolah itu menunjuk ke arah Mesya.
"Iya, dia adik baru kami," jawab Arthur.
Mesya menganggukkan sesaat kepalanya, pertanda hormat kepada Yura si kepala sekolah.
"Wah, Kamu cantik juga, dan Ibu minta maaf, kemarin ibu sedang cuti, jadi tidak bisa bertemu dengan mu, saat mendaftar di sekolah ini," ujar Yura.
"Iya, tidak apa-apa, Bu." Jawab Mesya.
Tapi anehnya kepala sekolah itu terus memandang Mesya dengan wajah yang melecehkan, meski bibirnya terus mengembangkan senyuman, tapi terlihat jelas jika dia tidak menyukai Mesya.
"Saya, gak habis pikir kalau, Tuan dan Nyonya Davies yang konglomerat dan sangat dermawan itu mau mengadopsi seorang anak dari panti. Yang tidak jelas asal usulnya," tutur Yura.
Lalu dia menatap Mesya kembali.
"Wajahmu, itu memang sangat cantik ya, Mesya. Tapi sayangnya, kami semua tidak tahu siapa ibu dan ayahmu." Ujar kepala sekolah itu lagi.
"Maaf, maksudnya apa dengan perkataan, Bu Yura itu?" tanya Arthur.
"Ah, maksudnya bagaimana kalau ternyata, Ibu dari Mesya itu adalah seorang wanita malam, dan Mesya adalah anak dari hubungan gelap pasti hal itu tentu saja hanya akan mencoreng keluarga kalian, yang terkenal kaya raya dan juga terhormat itu," tutur Yura.
Entah apa yang ada di pikiran wanita paruh baya itu, bisa-bisanya dia berkata sesuatu yang tidak pantas kepada anak di bawah umur seperti mereka bertiga, terlebih Yura adalah seorang kepala sekolah yang harusnya menjadi panutan bagi para muridnya.
Arthur hanya memandang wajah kepala sekolah itu dengan tatapan yang heran, dan sedikit dia tersenyum tipis, seakan sedang memikirkan sesuatu tentang ucapan dari Yura si kepala sekolah.
"Duh, Arthur, sorot matamu begitu tajam. Tapi sesungguhnya saya tidak bermaksud untuk menjelekkan adikmu itu. Saya hanya bicara berdasarkan opini saya saja. Dan sepertinya orang tua kalian itu hanya harus mempertimbangkan lagi jika hendak mengadopsi anak. Karna kita juga harus tahu latar belakangannya," pungkas Yura.
Mesya tampak sangat bersedih mendengar hal itu, lalu dengan segera David meraih paksa tangan Mesya lalu membawanya pergi dari tempat itu.
David membawa Mesya kembali ke kelasnya.
"Kak David, apa salah Mesya?" tanya Mesya dengan wajah yang memelas.
"Salah kamu adalah, LEMAH!" cantas David lalu David pergi meninggalkan Mesya begitu saja.
Mesya menangis di dalam kelas, dia berpikir jika David membawanya kemari karna dia merasa malu memiliki adik angkat seperti dirinya.
Terlebih ucapan Yura tadi, terdengar sangat memojokkan Mesya, dan seolah-olah Mesya adalah anak yang tidak layak mendapat kasih sayang.
"Memangnya, Mesya salah apa? Menjadi seorang anak yatim piatu itu apa salah?" Mesya bertanya-tanya kepada dirinya sendiri.
Dia berpikir jika lebih baik, tinggal di panti asuhan dan hidup sederhana serta sekolah di tempat yang biasa saja, di banding hidup mewah dan bersekolah di tempat elite tapi di pandang sebelah mata.
Selama jam pelajaran terakhir di mulai hingga usai, Mesya terus memikirkan dengan apa yang sudah di ucapkan oleh kepala sekolah tadi.
Mungkin kalau hinaan dari Arthur atau pun David, masih bisa dia terima, tapi ini orang lain yang beekata, orang yang sama sekali tidak tahu apa pun tentang dirinya, dan tidak ada hubungannya dengan dirinya.
Hal itu tentu sangat mengganggu pikiran Mesya.
Setelah bel pulang berbunyi, dengan langkah gontai Mesya keluar dari gerbang dengan wajah menunduk.
Dan di dalam mobil, sudah ada sang ayah serta kedua kakak-kakaknya yang sudah menunggunya untuk pulang.
"Ayo, Sayang, masuk!" panggil Charles sang ayah.
"Ayo, Adik Cantik, kita pulang dan jangan pikirkan wanita tidak tahu diri itu lagi, karna Ayah, pasti akan membereskannya!" ujar Arthur.
Entah apa yang di maksud oleh Arthur itu, yang jelas, pasti Arthur sudah mengadukan apa yang sudah di lakukan oleh Yura kepada Mesya.
Lalu Mesya pun masuk ke dalam mobil dan duduk tepat di samping Charles.
"Mesya, jangan sedih ya, biar nanti Ayah yang akan berbicara kepada Bu Yura, dan Ayah akan pastikan Bu Yura tidak akan lagi berbicara kejam kepadamu," tutur Charles kepada Mesya.
Sedikit merasa tenang di hati Mesya, karna meski ada orang yang tak menyukainya tapi setidaknya ada Arthur dan ayahnya yang selalu membelanya.
Esok harinya, sekolah kembali gempar dengan berita yang mengejutkan.
Setelah kemarin di gegerkan kematian Dody si anak nakal dengan kepala terpenggal. Kini giliran Bu Yura, si kepala sekolah yang di kabarkan meninggal dan jasad Bu Yura di temukan terpotong-potong di apartemennya sendiri.
To be continued