Chereads / Anak Angkat / Chapter 6 - Misteri Pembunuhan Berantai

Chapter 6 - Misteri Pembunuhan Berantai

Sebuah kasih sayang dari orang tua kepada anak-anaknya adalah hal, yang teramat normal.

Tapi semua itu terasa sangat berat bagi Mesya.

Entah mengapa dia tidak nyaman mendapatkan kasih sayang yang berlimpah dari kedua orang tuanya itu.

Dan kejadian-kejadian aneh terus mengganggu pikiran Mesya.

Berkali-kali dia menemukan bercak darah di sepatu ataupun jas milik sang ayah.

Dan tak hanya itu, melihat Arumi yang kemana pun terus membawa pisau di dalam tasnya, membuat Mesya merasa penasaran dengan apa yang sedang di lakukan oleh kedua orang tuanya itu.

Apa pekerjaan mereka sebenarnya?

Dan kenapa mereka tidak pernah pergi ke kantor untuk bekerja?

Mereka selalu ada di rumah setiap Mesya pulang, dan mereka juga selalu ada untuk Mesya.

Padalah perusahaan mereka ada di mana-mana tapi mereka bukanlah orang sibuk seperti para pengusaha pada umumnya.

Mereka berdua sering keluar rumah saat malam hari, dan pulang pagi-pagi sekali.

Apakah mengurus perusahaan itu harus di malam hari?

Pikiran Mesya mulai tak tenang, dan dia terus memendam perasaan ingin tahunya itu sendirian dia tidak berani bertanya kepada yang lainnya.

Dia takut mereka akan tersinggung, apalagi sikap David kepadanya sangatlah kasar.

"Mesya ...."

Terdengar suara lembut dan hangat menyapa telinganya.

"Ibu," sahut Mesya.

"Ibu, bawakan sesuatu untuk kamu, Sayang," tukas Arumi.

Lalu dari dalam tasnya, Arumi mengeluarkan sebuah cincin berlian yang sangat cantik.

Dan tentunya dengan harga yang cukup mahal.

"Ini buat, Mesya, Bu?"

"Iya dong, untuk siapa lagi. Kamu kan memang paling cantik di dunia ini, tidak ada yang menandingi kecantikan mu dan kamu akan bertambah cantik, setelah mengenakan cincin ini," ujar Arumi.

Sambil menyematkan cincin di jari manis Mesya, Arumi berbisik.

"Jangan sampai hilang ya, Sayang."

Lalu. Mesya mengangguk.

"Bu, apa Mesya boleh pergi ke panti asuhan? Karna Mesya sangat rindu dengan teman-teman Mesya," tanya Mesya.

Sejenak Arumi terdiam, wajahnya tampak kesal, 'huuuft ....' Dia mendengus berat. Tapi satu detik kemudian Arumi kembali mengembangkan senyuman ramahnya.

"Ah, boleh dong sayang, tapi bukan hari ini ya, minggu depan, bagaimana?" tukas Arumi.

"Ah, minggu depan ya," Mesya tampak kecewa, "umm, ya sudah deh, tidak apa-apa  yang terpenting bisa bertemu dengan teman-teman," ujar Mesya, dan kembali dia mengembangkan senyuman.

Dari bagian tas Arumi yang kebetulan berwarna putih, tampak satu titik noda merah, dan itu mirip sekali dengan darah.

Tentu saja hal itu membuat Mesya merasa penasaran, dan kali ini dia memberanikan bertanya, untuk mengobati rasa penasarannya.

"Bu itu darah apa?" tanya Mesya.

"Darah?" Arumi melihat di bagian tasnya yang di tunjuk oleh Mesya.

"Ini bukan darah sayang, tapi saus. Tadi Ibu baru saja makan di restoran dan tidak sengaja, sausnya mengenai tas Ibu," tutur Arumi menjelaskan.

"Oh, begitu ya, maaf ya, Bu," ujar Mesya.

"Iya tidak apa-apa," jawab Arumi.

Karna melihat wajah Mesya yang tampak bosan, akhirnya Arumi mengajak Mesya pergi jalan-jalan bersamanya.

"Mesya, ikut Ibu jalan-jalan yuk!" ajak Arumi.

"Kemana, Bu?"

"Kita ke Mall,"

"Wah, ke Mall? Mesya belum pernah ke Mall, Bu!"

"Nah, mulai sekarang kita akan sering pergi ke Mall bersama-sama,"

"Wah, yang benar, Bu?!"

"Iya, dong!"

Dan Mesya sangat gembira mendengarnya, karna ini adalah pengalaman pertamanya bisa pergi jalan-jalan ke Mall.

Selama berada di panti, jangankan pergi ke Mall, pergi ke pasar malam saja sangat jarang.

Dan sesampainya di Mall, Arumi mempersilakan Mesya untuk memilih semua pakaian dan barang-barang apa saja yang dia ingin kan.

"Bu, kalau Mesya ambil boneka beruang ini dua, apa boleh?" tanya Mesya sambil menunjuk boneka beruang itu.

"Ow, boleh dong, memangnya yang satunya untuk siapa?"

"Yang satu, untuk, Zahra, temanya Mesya, Bu. Dia orangnya baik banget lo,"

"Ya, silakan," jawab Arumi dengan sabar.

Dan setelah puas berbelanja serta makan siang bersama, Arumi pun mengajak Mesya pulang.

Namun sesampainya di depan gebang rumah, tampak dua wanita paruh bayah, sedang bergosip.

Bahkan meski setengah berbisik, suara mereka sampai di telinga Mesya dan Arumi, ya walaupun tidak terlalu jelas.

Tapi Arumi sudah paham betul, jika mereka sedang membicarakan dirinya dan Mesya, karna bukan hanya satu kali saja mereka membicarakan dirinya dan Mesya dari belakang, sebelumnya juga sering.

Tentu saja hal itu mulai membuat hati Arumi sangat kesal.

Arumi segera memasukkan mobilnya ke dalam gerbang, lalu dia mengajak Mesya masuk ke dalam rumah.

"Ibu, kenapa Tante  yang di luar itu jahat?" ujar Mesya dengan polosnya.

"Jahat bagaimana?" tanya Arumi.

"Waktu itu, Tante itu bilang kalau Mesya itu hanya akan di jadikan tumbal  untuk kekayaan, Ayah dan Ibu," tutur Mesya.

"Tenang, Sayang, itu tidak benar. Kami ini bukan orang jahat, dia hanya iri dengan kekayaan kita, kamu lihat, 'kan rumahnya lebih kecil dari rumah kita, mereka hanya orang-orang dengan penyakit hatinya," tutur Arumi.

"Bu, apa Mesya kembali ke panti saja ya?"

"Jangan dong, Sayang, kamu itu segalanya bagi kami jadi kami tidak mau kehilanganmu!"

"Tapi, di sini banyak orang-orang yang tidak suka, Mesya. Hanya karna Mesya anak yatim piatu. Apa itu salah?"

Mata gadis kecil itu mulai berkaca-kaca dan siap akan menjatuhkan butiran bening ke pipinya.

"Ssst, jangan sedih. Tidak akan ada orang yang menyakitimu, lebih lama. Karna kamu adalah kesayangan kami."

Arumi mengelus rambut Mesya.

Dan kembali berbisik di telinga Mesya, "Ibu akan pastikan, wanita tidak tahu diri itu tidak akan bisa lagi menghina kita, apa lagi menyakiti hatimu!" tegas Arumi.

Mesya terdiam sesaat, dia melihat kedua bola mata ibunya tampak sangat menyeramkan, seperti binatang buas yang siap menerkam.

***

Esok harinya, saat Charles dan Arumi membuka pintu gerbang dan hendak mengantarkan Mesya serta yang lainnya ke sekolah, tiba-tiba rumah yang berseberangan dengan rumah mereka, di penuhi oleh para warga yang berkumpul.

Bahkan pintu rumah juga sudah terpasang garis polisi.

Mesya tampak penasaran dengan apa yang sudah terjadi di rumah itu.

"Ibu, apa yang terjadi dengan rumah itu?" tanya Mesya.

"Entalah Ibu juga tidak tahu," jawab Arumi.

Tapi Arumi menatap sesaat ke arah rumah itu sambil tersenyum tipis.

Kemudian dia kembali mengantarkan anak-anaknya ke sekolah bersama Charles.

Sedangkan di rumah wanita itu, tak lama polisi mengeluarkan sebuah jasad dari dalam rumah, dan sudah di bungkus dengan kantung mayat, serta di tandu menuju mobil ambulance.

Mayat yang dibawa itu adalah jasad pemilik rumah, yaitu seorang wanita yang kemarin, sempat bergosip tentang keluarga Arumi.

Dan wanita itu meninggal dengan cara mengenaskan.

Lidahnya menghilang, dengan kedua bola mata yang juga di cungkil habis.

To be continued