Mereka berdua di seret, kedalam sebuah ruangan cukup luas. Di dalam ruangan tersebut, beberapa potongan danging manusia tergantung serta tergeletak pada sebuah meja besi yang sudah tertata rapih. Aroma anyir, amis serta bau busuk membuat gadis polos itu muntah. Kakek gila itu langsung, menamparnya dengan cukup keras. Sontak Roki pun sangat emosi karenanya.
Ingin rasanya Roki memukul wajah, kakek psikopat itu hingga hancur. Sayangnya, selain kepala tubuhnya sama sekali tidak bisa di gerakkan. Raut wajah gadis itu sangat pucat, berlinang air mata ketika kedua tangan dan kakinya di pasangkan besi, dalam posisi menyilang.
Begitu juga dengan Roki, hanya saja kakek itu memukul hidungnya hingga patah. Darah pun mulai mengalir, keluar dari hidungnya lalu sisa darah Roki yang menempel pada jari kakek itu, ia jilat layaknya menjilat sisa coklat pada jarinya. Di belakang terdapat zombie, yang terikat oleh rantai dan besi. Zombie itu memiliki gigi yang panjang, bermuka pucat serta memilik sepasang mata merah menyala.
"Lepaskan kami dasar Psikopat gila!" Bentak Roki pada kakek itu.
"Teruslah berteriak! Sbenatar lagi kalian berdua, akan menjadi persembahan Dewi Zokisku!" Ujarnya sembari membuka tirai yang ada di depannya.
Di balik tirai tersebut, tubuh manusia tanpa lengan dan kaki berdiri tegap layaknya replika anatomi manusia. Bagian wajahnya, di tutupi topeng pemain hoki. Melihat hal itu, kini giliran Roki yang muntah lalu dia melihat kakek gila itu menyalakan dupa. Mulutnya berkomat-kamit membaca doa, dengan keyakinannya. Sementara itu mereka mendongkak ke belakang, melihat Zombie yang sejak tadi terus meronta-ronta meminta makan. Di belakang zombie tersebut, ada sebuah ruangan terbuka, ketika di perhatikan secara seksama itu adalah kamar mandi.
Selesai berdoa, kakek itu mengambil sebuah pisau daging cukup besar, lalu ia memotong pergelangan tangan hingga menjadi potongan kecil-kecil. Jantung mereka berdetak begitu kencangnya, mereka saling berpandangan dengan rasa takut. Sesekali mereka berdua saling berkedip, memberikan suatu isyarat. Kemudian kakek itu, meletakkan potongan daging di atas piring lalu menghampiri zombie tersebut.
"Makanlah nak, cepatlah tumbuh besar agar kamu bisa menjadi pasukan pertahanan seperti ayah," ucapnya sembari menyuapi zombie yang ternyata adalah anaknya.
Satu persatu potongan daging, masuk ke dalam kerongkongannya, darah pun mulai menetes dari selah ujung bibirnya. Namun itu tidaklah cukup, zombie itu terus meronta-ronta agar dirinya di lepaskan serta mendapatkan makanan lebih. Sebuah senyuman kematian terukir, di raut wajah kakek tersebut lalu ia mengasah pisau daging miliknya sembari menatap mereka berdua dengan dingin.
"Tolong! Lepaskan aku! Ambil saja gadis kecil yang tak berguna ini, tapi tolong bebaskan aku!" Roki pun mulai meronta-ronta ketakutan.
"Tidak aku mohon, tolong kak! Angela berjanji akan menjadi anak yang berguna!" Ujarnya sembari meronta-ronta, dengan suara lantang karena ketakutan.
"Berteriaklah sekencang mungkin. Teriakkan kalian adalah hiburan bagiku!" Kata Si Kakek Psikopat, sembari mengasah pisau daging dengan sangat semangat.
Puas berteriak mereka berdua, seketika terhenti lalu menatap satu sama lain sembari tersenyum. Kemudian mereka berdua, melihat sesuatu dalam wujud transparan masuk ke dalam ruangan. Kakek itu, sama sekali tidak menyadarinya. Dia terlalu fokus mengasah pisau daging, serta menyalakan dupa untuk upacara ritual sesatnya.
Setelah itu dia menguji ketajaman, dengan melempar pisau itu pada tubuh manusia yang tergantung. Dan ternyata pisau itu, menembusnya dengan sangat mudah lalu ia berjalan mengambilnya kembali. Setelah itu mereka berjalan secara perlahan, mendekati mereka. Bukannya takut, mereka saling menatap dengan raut wajah bahagia lalu mereka pun tertawa terbahak-bahak.
"Apa yang kalian tertawakan? Apa kalian tidak sabar untuk bertemu dengan Dewi Zokisku?!" Ujarnya sembari berjay mendekat.
"Sekarang Jhon!" Ucap mereka berdua dengan kompak.
Tiba-tiba Jhon muncul dan berdiri tepat di belakang Kakek tersebut. Sebelum berbalik, Jhon pun menyuntikkan lehernya dengan sebuah cairan pelumpuh milik kakek itu sendiri. Cybong itu, mengunakan sebuah jarum suntik berbentuk seperti pistol kecil. Sontak kakek itu terkejut, tiba-tiba saja tubuhnya tidak bisa di gerakkan lalu ia pun tergeletak di atas lantai sembari bersandar pada sebuah lemari kayu yang rapuh.
"Akting yang bagus anak," puji Profesor sembari memunculkan wujudnya, dalam bentuk hologram mini. Ia pun duduk di atas pundak Jhon sambil bertepuk tangan.
"Thanks Profesor, berakting seperti ini hampir membuatku gila," ujarnya sembari melepaskan kuncian besi, pada tangan dan kaki dengan mudah.
"Soal muntah itu, sungguhan kak," ujarnya dengan mata lembab karena menangis terlalu lama, sembari menatap Roki yang sedang membuka kuncinya pada tangan dan kakinya, dengan tangan kosong.
"Sialan beraninya kalian mempermainkanku! Siapa kalian sebenarnya?!" Ucap kakek itu menatap penuh amarah mereka berempat.
Dua jam yang lalu, sebelum mereka masuk ke dalam. Kepala Roki terasa pening, ketika dia menghirup aroma darah dan anyir dalam rumah itu, juga dirinya mencium aroma daging ayam yang biasa dia beli di pasar sebelum terlempar kemari.
"Ada apa nak?" tanya Profesor duduk di samping pundaknya dalam bentuk hologram mini.
"Firasatku tidak enak Profesor," ujarnya sembari menahan mual.
"Firasat?" Profesor itu bertanya kembali.
"Iyah, di rumah itu aku mencium aroma darah, anyir, busuk dan hal menjijikan di dalam sana. Tapi aku juga, mencium bau daging ayam dan bubuk musiu dan besi. Tapi ini di saat tertentu saja Profesor, sama seperti di kota itu. Sebelumnya aku merasakan firasat tidak enak, lalu kemampuan itu tiba-tiba saja muncul," ujarnya menceritakan apa yang ia alami di kota dan sekarang.
"Jangan khawatir, itu adalah kemampuan alamimu sebagai seorang mutan. Tapi tidak semua mutan, punya kemampuan tersebut. Hanya kamu yang memiliki kemampuan tersebut, jadi apa rencanamu nak?" Profesor tersebut menjelaskan kemampuan spesial milik Roki, lalu dia bertanya rencana selanjutnya.
Kemudian Roki menatap rumah itu, dengan raut wajah serius sembari berpikir mengenai rencana selanjutnya. Sebuah ide terlintas di benaknya, lalu dia menatap mereka bertiga dengan senyum jahatnya, dan Roki pun tertawa. Mereka bertiga pun menatap aneh dirinya, lalu mundur sebanyak tiga langkah karena khawatir akal sehatnya menghilang.
"Aku hanya mencoba berakting, jangan takut!" Ujarnya berteriak pada mereka sudah berjalan mundur dengan cukup jauh.
Mereka berempat pun bernafas lega, karena dugaan mereka salah lalu mereka berempat berjalan kembali mendekari Roki. Kemudian Roki, menjelaskan rencana pada mereka bertiga. Rencana yang pertama, Roki dan Angela akan berakting, sebagai seorang pengelana lalu meminta makanan dan minuman secara halus. Sementara rencana itu berlangsung, Roki meminta Jhon untuk menyelinap ke dalam rumah.
Di dalam rumah Jhon, di perintahkan untuk menyelidiki mengenai ketersediaan sumber mata air pada rumah tersebut. Selanjutnya Jhon diminta, untuk mencuri sandang dan pangan, juga persenjataan yang ia miliki. Barang-barang hasil curian dimasukkan ke dalam Bagscan. Selesai dengan pekerjaannya, Cybong itu diminta untuk mengawal mereka berdua secara diam-diam.
"Jika kakek itu melakukan sesuatu, apa aku harus menebasnya?" Tanya Jhon.
"Tidak Jhon, cukup lumpuhkan saja. Dan jangan lakukan apapun, sebelum aku beri aku perintahkan."
"Dari pada melakukan hal seperti itu, kenapa tidak langsung menyerang saja kak?" Tanya gadis polos itu.
"Aku teringat sebuah film tentang Psikopat, mungkin saja kakek itu tak jauh berbeda dengan penghuni rumah itu. Apalagi dia tinggal seorang diri, dengan bau amis serta segala sesuatu yang menjijikan di dalam sana. Apa kalian tau film yang aku maksudkan?"
Dengan kompak, mereka bertiga pun menggelengkan kepala. Roki pun kebingungan melihatnya, serta merasa aneh sendiri. Jika ini adalah masa depan, mengapa mereka tidak mengetahuinya? Apalagi teknologi disini sangat canggih, seharusnya mereka lebih tau. Profesor itu mulai menjelaskan, mengenai kondisi dan keadaan manusia di tahun 2500.
Teknologi di zaman ini memanglah canggih, hanya seluruh akses internet serta informasi di kendalikan, oleh para petinggi kota Horizon juga petinggi Elit Global lainnya . Jika ingin terhubung akses internet, di butuhkan izin khusus dari para petinggi kota masing-masing. Selain mendapatkan izin, juga harus membayarnya dengan harga tinggi tiap bulannya.
Setelah mendengar penjelasan, dari Sang Profesor dia pun paham, sedangkan Jhon dan Angela di buat penasaran akan identitas Roki sebenarnya. Sosok berdiri tegap, menatap rumah itu dengan gagahnya mngenakan logo pasukan pembebasan di lengan kanannya, menyimpan segudang misteri di dalamnya.
"Jadi intinya, aku ingin memberi kejutan padanya. Jadi apa kalian setuju, dengan rencana ini?" ujarnya sembari meminta persetujuan.
"Setuju," jawabnya dengan serentak.
Namun dia menatap gadis kecil itu, yang sedang bersemangat dengan khawatir. Dia berjalan mendekat, lalu ia pun berlutut di hadapannya. Roki pun bertanya, apakah gadis kecil itu sanggup melakukannya.
"Sanggup! Angela akan lakukan yang terbaik," ucap gadis polos itu dengan bersemangat.
"Bagus! Jika dia menyerangmu secara tiba-tiba, aku berjanji akan langsung meghajarnya. Tapi ingat Angela, jika kamu takut atau apapun yang kamu rasakan. Cepatlah katakan padaku," ucapnya sembari mengelus helm coklat, yang gadis itu kenakan.
Gadis kecil itu tersenyum, lalu dia terpesona menatap tubuh Roki. Tanpa sadar, dia benar-benar telah memikat hati gadis kecil itu. Namun sebelum menjalankan rencana, dia pun bertanya mengenai obat-obatan yang mereka berdua miliki. Jhon pun berkata, bahwa dirinya tidak membawa apapun selain persenjataan serta barang-barang penting untuk perawatan tubuhnya. Kemudian dengan bersemangat, bahwa dia membawa salah satu Bagscan berisi P3K juga membawa lima BRV Serum.
"Apa itu BRV Serum tanya?" Tanya Roki.
"Itu adalah serum ciptaan Profesor Bobi, untuk menangkal virus serta obat untuk regenerasi instan, sebagai pertolongan pertama kak," ujar gadis itu menjelaskan serum cairan berwarnaarna biru muda yang ia miliki, dalam sebuah kotak yang ia keluarkan dari Bagscan.
"Wow keren sekali! Baiklah ayo kita jalankan rencananya," puji Roki pada serum yang dimiliki oleh Angela, lalu ia pun memerintahkan pada dua rekannya untuk memulai rencana.
***
Sementara itu Kakek, bersandar pada dinding dengan raut wajah ketakutan. Kakek itu ingin segera kabur, namun seluruh tubuhnya tidak bisa di gerakkan sama sekali. Jantungnya berdegup sangat kencang, sekujur tubuh kakek itu mulai berkeringat serta raut wajahnya yang sangat pucat. Berbeda saat dia mempermainkan korban-korbannya, lalu membunuh mereka semua secara keji. Kemudian Roki dan Angela pun berdiri, lalu berjalan mendekati kakek itu yang sedang tidak berdaya.
"Bagaimana rasanya di kerjai?" Tanya Roki, pada kakek itu layaknya seorang penjahat.
"Kurang ngajar! Aku akan mengutukmu dan menghantuimu!" Sentak kakek itu pada dirinya.
"Benarkah? Jhon masukkan dia ke dalam!" perintah Roki, sembari menunjuk pada sebuah ruangan di belakang zombie yang sedang terikat.
"Baik tuanku," ujarnya sembari menunduk hormat. Lalu dia mengangkat kakek itu dengan satu tangan.
Cybong itu meletakkan kakek itu di atas bahunya, lalu melemparnya langsung ke dalam kamar mandi. Kemudian Roki memotong kedua lengan dan kaki zombie tersebut, lalu melemparnya ke dalam ruangan. Zombie itu langsung merangkak, mendekati Kakek Psikopat itu, lalu mulai menggigitnya. Sontak kakek itu berteriak kesakitan, ketika zombie itu mulai memakannya.
"Sampaikan salamku pada Dewi Zokismu itu, katakan bahwa aku sangat membencinya," ucapnya sembari menutup pintu, serta melihat akhir hidup Sang Kakek berakhir dengan sadis.
Setelah itu Roki, langsung menguncinya rapat-rapat membiarkan kakek menikmati penderitaan yang sedang dia rasakan. Sembari berjalan, Roki pun tersenyum puas mendengar proses mencabut nyawa, yang paling menyakitkan dari Sang Malaikat maut.