Chereads / Lorex 19 / Chapter 17 - Kebaikan tuan rumah

Chapter 17 - Kebaikan tuan rumah

Satu hari lamanya mereka bertiga berjalan. Mereka hanya melihat tulang belulang dan kayu lapuk. Perjalanan menuju Kota Dolten, jika berjalan kaki memakan waktu sebelas hari lagi. Kedua mata Roki terlihat sayu, tubuhnya terasa lemas sembari menggendong Angela. Dia berjalan menatap jalan tak berujung, sembari menahan rasa sakit pada kedua telapak kakinya. Sedangkan Jhon, berjalan dengan santai, dengan raut wajahnya yang datar.

Persediaan air tinggal 30 ml, dia harus pandai-pandai dalam berbagi air dengan gadis kecil itu. Jangan sampai, salah satu diantara mereka berdua mati kehausan, atau bahkan terjatuh akibat kecerobohan-nya. Roki pun, mendongak ke langit cerah, sembari berdoa mengharapkan keajaiban. Dulu dia sangat membenci hujan, sebab setiap ada event selalu digagalkan oleh hujan. Jalanan menjadi becek, lubang di jalan pun terlihat samar-samar. Juga awal dari setiap kisah sedih, selalu ditemani oleh hujan.

Kini setelah semua yang terjadi, dia sangat merindukan hujan bahkan dalam dia berdoa kepada Sang Pencipta untuk menurunkan hujan, namun hingga sekarang hujan tak kunjung turun. Dia merasa bahwa Sang Pencipta menghukum dirinya, karena sifat kufur nikmat pada kehidupan sebelum terlempar kemari.

"Haus," kata gadis kecil itu, dengan raut wajah pucat bersandar di bahu Roki.

"Ini habiskan," pinta Roki memberikan sebuat botol berbentuk seperti termos padahal.

Angela, Si Gadis Kecil itu langsung meminumnya hingga tetes terakhir, sekarang tak ada satu tetes air pun yang mereka punya. Dengan terpaksa, mereka harus terus berjalan dalam keadaan kehausan. Angin berhembus sepoi-sepoi, panasnya sinar terik matahari menembus kulit, berjalan di sebuah hamparan tanpa kehidupan. Roki pun berjalan sempoyongan, tubuhnya terasa sangat lemas, pandangannya menjadi kalang kabut. Raut wajahnya sangat pucat, menatap kedepan sembari memaksa kedua kakinya untuk bergerak.

Di depan dia melihat, puluhan pohon kelapa menjulang tinggi, terdapat kelapa yang sangat banyak. Lalu diantara puluhan pohon kelapa, terdapat sebuah danau dengan air yang sangat jernih. Roki dan Angela pun menjulurkan lidahnya ke depan, menatap danau itu bagaikan seekor anjing, lalu Roki pun berlari sekencang mungkin menuju danau sembari menggendong Angela.

"Tuanku!" Teriak Jhon ketika Roki melompat, mendaratkan dan seperempat tubuhnya masuk ke dalam pasir dan tanah.

"Fatamorgana sial," ucapnya dalam keadaan wajahnya masih tertimbun oleh pasir.

Kemudian Jhon pun menarik mereka berdua, lalu membaringkannya di atas tanah, cyborg menepuk-nepuk baju serta mengusap wajah mereka berdua yang kotor karena pasir dan tanah. Kedua mata gadis itu terpejam, raut wajahnya sangat pucat namun masih tetap bernafas. Tak jauh berbeda dengan Roki, terbaring lemah karena haus. Cyborg itu menggendong gadis kecil itu, lalu ia berjalan sembari berjalan merangkul tuannya.

"Profesor dan Jhon, tolong bisakah kalian lakukan sesuatu untuk mencari air?" Pinta Roki dengan lemas.

"Iyah tuanku, sejak tadi hamba juga sedang mencarinya." Kata Jhon sembari menatap ke depan.

Jhon pun berusaha, untuk mencari sumber mata air dengan sistem radar miliknya. Sayangnya, karena teknologi yang ia miliki terbatas serta tidak memiliki akses izin resmi penggunaan akses jaringan satelit, dia sangat kesulitan untuk menemukannya. Tiba-tiba Genix tangan besi, di tangan kanannya berdering lalu munculah Profesor dalam bentuk hologram mini.

"Lima ratus meter dari sini, ada sumber mata air cukup melimpah. Kalian berdua bertahanlah," ujarnya memberitahu informasi, sembari menyemangati mereka agar tetap berjuang.

"Jhon ayo, bawa kami terbang," pinta Roki pada Jhon.

Cyborg itu, langsung membawa terbang mereka berdua sekaligus menuju tempat yang sudah ditunjukkan oleh Profesor Xenom. Sebuah rumah, terbuat dari kayu dan semen terlihat dari kejauhan. Rumah itu memiliki dua lantai, serta memiliki halaman di kelilingi oleh rumput hijau. Di samping rumah tersebut, terdapat sebuah bangunan kecil terbuat dari kayu dan seng. Sekitar rumah dikelilingi oleh pagar beton, serta lempengan besi menjulang tinggi. Beberapa puing-puing bangunan terlihat di tempat itu, seolah pernah ada kehidupan di masa lampau.

Seorang pria tua, berpakaian petani keluar dari rumah, beliau berjalan sembari membawa sebuah arit di tangannya lalu ia masuk ke dalam bangunan kecil tersebut. Roki dan Angela baringkan di atas tanah, sedangkan Jhon menyusup ke dalam rumah untuk mencuri air dan makanan. Rumah itu dikelilingi oleh prisai transparan sehingga tidak ada satu makhluk pun yang bisa masuk.

Jhon memancarkan sebuah sensor pada kedua telapak tangannya. Kedua tangannya menyentuh prisai tersebut, perlahan prisai menutupi rumah terbuka lalu Jhon masuk ke dalam. Cybrog itu, masuk ke dalam dapur secara diam-diam untuk mengambil air dan beberapa makanan. Kemudian dia kembali dan membangunkan Roki sedang tidak sadarkan diri.

"Tuan, bangunlah tuan," kata Jhon berusaha membangunkan Roki.

Roki terbangun, dia melihat Jhon membawa empat makanan kaleng dan lima botol berisi air minum. Dia langsung mengambilnya lalu meminum satu botol berisi air hingga habis.

"Angela, bangun. Kita punya air, cepatlah minum sebelum dehidrasi berat," kata Roki sambil mengguncangkan tubuh gadis kecil itu.

Perlahan Angela terbangun, dia langsung mengambil botol itu dan meminumnya hingga habis. Mereka berdua berdiri lalu memandang rumah tersebut dari kejauhan. Roki meminta Jhon dan Angela untuk mendekat lalu membuat sebuah rencana.

Kemudian Roki berencana untuk meminta bantuan kepada Si Pemilik Rumah untuk meminta air dan makanan, namun sebelum itu mereka merencanakan sesuatu, selesai membuat rencana Jhon pun pergi begitu saja. Mereka berdua berjalan sempoyongan, lalu memukul-mukul gerbang dengan cukup kuat.

"Hei siapapun yang di dalam, tolong buka pintunya!" Ujar mereka berdua dengan suara sangat lantang.

Sebuah kamera CCTV, berbentuk kotak kecil terlihat di sudut pintu gerbang lalu mereka berdua terus berteriak sambil melambaikan tangan ke kamera.

Bang!!

Suara tembakan, bergemuruh di angkasa membuat mereka berdua seketika terdiam. Roki pun mencari kesana kemari, mencari asal suara tersebut. Sinar matahari semakin terik, udara berhembus dengan pelannya, keringat semakin mengalir dengan derasnya.

"Siapa kalian?! Cepat pergi!" Ucap pria tua berada di balik pintu.

"Tuan aku mohon, kasihanilah kami berikan kami sedikit air dan makanan! Setelah ini kami berjanji, akan langsung pergi!" Kata Roki dengan suara lantang, sembari meminta-minta layaknya pengemis.

"Iyah tolong kasihanilah kami," kata gadis kecil itu.

Tiba-tiba saja, gerbang pun terbuka dengan lebar, seorang pria tua berpakaian seperti petani, bertubuh kurus serta memakai kacamata berdiri tegak di hadapan mereka. Pria tua itu, memegang sebuah senapan M1 Garand di kedua tangannya, lalu menyuruh mereka berdua untuk masuk ke dalam. Dengan santai, mereka berdua langsung masuk ke dalam.

Lalu mereka berdua, diminta oleh pria tua itu untuk duduk di sebuah kursi dan meja terbuat dari kayu yang agak lapuk. Kemudian Sang Pria tua pergi ke sebuah dapur, yang terlihat tak jauh dari sini lalu kembali membawa dua gelas air bening berukuran besar.

"Ini minumlah, saya yakin kalian pasti sangat haus," ujarnya sembari memberikan dua gelas terbuat dari keramik dengan ramah.

"Terima Kasih," jawabnya dengan singkat lalu mengambil gelas di hadapannya.

Seteguk demi seteguk air, masuk ke dalam kerongkongan mereka secara perlahan rasa haus pada diri mereka telah hilang. Beliau mengisi ulang setiap kali, isi dari gelas itu telah habis. Setelah itu pria tua, berjalan kembali ke dapur untuk mengambil sebuah kaleng berisi daging dan beserta sayuran halus, lalu memasukannya ke dalam wajan yang sudah ditaburi minyak wijen.

Aroma khas daging ayam, terhirup oleh mereka berdua lalu seketika perut pun keroncongan. Suara itu, nyaring terdengar sampai ke dapur, membuat raut wajah mereka memerah karena malu. Pria tua itu, terus memasak dengan sepenuh hati walau tanpa taburan garam di atasnya. Selesai memasak, beliau meletakkan makanannya pada dua piring. Lalu dia berjalan kembali ke ruang makan, sembari membawa kedua piring pada kedua tangannya.

"Makanlah," kata Si Pria Tua itu sembari meletakkan makanan di atas meja.

Tanpa berpikir panjang, mereka berdua pun langsung memakannya dengan sangat lahap. Pria tua itu merasa sangat senang, karena sejak sekian lama ia tidak melihat hangatnya senyuman, beliau tersenyum melihat raut wajah kebahagiaan mereka berdua. Beliau pun mengambil gelas, lalu berjalan kembali ke dapur untuk mengisi air, setelah itu memberikannya pada mereka kembali. Roki dan Angela, langsung meminumnya sampai habis dan akhirnya perut mereka kenyang.

"Sebenarnya tuan dari mana?" Tanya Si Pria Tua.

"Kami ini berasal dari negeri bernama Nusantara, sebuah negeri yang jauh dari sini." Kata Roki dengan mulutnya yang lihai dalam berbohong.

"Ah, maaf tuan saya baru mendengar negeri tersebut. Jika boleh tau, kalian berdua ini mau pergi kemana?"Tanya pria tua itu dengan sangat penasaran.

"Kami ini petualang, jadi berdua berjalan hanya mengikuti kemana angin berhembus." Kata gadis kecil itu memotong pembicaraan, dengan penuh percaya diri.

"Anda tinggal sendiri?"

"Iyah, dulu saya tinggal bersama istri dan anak saya. Karena suatu kejadian, anak dan istriku tewas dan sekarang aku tinggal seorang diri." Ujarnya dengan raut wajah yang sangat sedih.

Mereka berdua pun menatap pria tua itu, dengan sangat prihatin. Kemudian pria tua itu memulai kisahnya, dulu sekitar lima belas tahun yang lalu tempat ini dulunya adalah sebuah perkampungan bernama Valri. Orang-orang di masa itu, hidup dengan sangat damai. Anak-anak berlarian kesana kemari, para pemuda bersenda gurau, dan manula pun tersenyum bahagia.

Mereka semua hidup dengan rukun, saling bantu dalam setiap kesulitan, dan tidak ada kejahatan bahkan tetangga julit sekalipun. Dinding menjulang tinggi mengitari kampung juga di atasnya terdapat beberapa orang berjaga dengan persenjataan cukup lengkap.

Namun semua itu berubah, ketika orang-orang Horizon, datang menyerang. Para penduduk di bantai, anak-anak di tangkap serta masih banyak kekejian yang mereka lakukan termasuk pada anaknya. Mereka sengaja melakukannya, karena tahu bahwa Sang Kakek adalah veteran salah satu pasukan pembebasan.

"Pasukan pembebasan? Pasukan apa itu?" Tanya Roki dengan polosnya.

Sebuah pasukan, yang dibentuk untuk mempersatukan umat manusia untuk memberantas zombie dan monster di luar dinding. Pasukan itu dibentuk oleh seorang bernama Harry Winston. Beliau merupakan seorang pejabat di Kota Ferlan memegang instansi militer kota. Kota Ferlan merupakan kota terkaya di Benua Eropa. Berbagai fasilitas baik persenjataan, sandang dan pangan, serta sumber daya manusia walau tak sehebat orang-orang di Horizon.

Pasukan pembebasan sengaja dibentuk olehnya, untuk membebaskan umat manusia dari teror zombie yang menguasai bumi ini. Dengan dibentuknya pasukan pembebasan, Harry Winston berharap agar seluruh umat manusia bersatu melawan para zombie dan monster di luar dinding.

Sebelumnya pasukan itu adalah sebuah organisasi pembunuh bernama Eagsky. Organisasi itu, memiliki lambang burung api biru, seperti logo pada mantel di bahu kanan Roki.

Angela yang sadar akan hal itu, beranjak dari tempat duduk lalu memeluk lengan kanan untuk menutupi logo tersebut. Namun entah mengapa, dari pundak hingga ujung kaki tubuhnya tidak bisa digerakkan, serta mati rasa.

"Kak! Tubuhku tidak bisa digerakkan," ujarnya dengan sangat panik.

Roki pun terdiam, membiarkan kakek itu terus bercerita. Sambil menyelam minum air, sembari membunuh mereka menyebarkan pengaruhnya sehingga mendapatkan pengikut yang sangat banyak. Dan akhirnya setahun kemudian, pasukan pembebasan berhasil terbentuk. Selama tiga tahun lamanya, pasukan pembebasan berhasil membantai para zombie dan monster tak terhitung jumlahnya, begitu juga dengan korban bergelimpangan di atas tanah.

Namun para petinggi Horizon, tidak menyukainya lalu di tahun selanjutnya Harry Winston, dibunuh secara keji oleh orang utusan Horizon. Dia di culik lalu di ubah menjadi sosok monster mengerikan, lalu dia dia di lepas liarkan di dalam kota Ferlan. Dan akhirnya dia pun gugur oleh pasukannya sendiri. Tahun silih berganti, petinggi Horizon mulai memperburuk citra pasukan pembebasan, lalu mereka membantai semua pasukan tersebut hingga ke akarnya selama seratus tahun lamanya hingga sekarang.

"Tapi sekarang, salah satu pasukan itu masih hidup, ia membual sebagai seorang petualang dari negeri khayalannya," kata kakek itu sembari mengikat tubuh mereka berdua dengan rantai.

Raut wajahnya terlihat sangat bahagia, matanya menatap dingin mereka berdua sehingga membuat gadis itu ketakutan. Kemudian dia kakek itu, menarik mereka berdua sekaligus menuju sebuah bangunan kecil di samping rumahnya, lalu mereka menuruni sebuah lift dengan di temani oleh sebuah cahaya lampu, hingga sampai di sebuah lorong bawah tanah. Sepanjang lorong, mereka melihat badan manusia berdiri tegak, di dalamnya terdapat sebuah lilin menyala layaknya sebuah lampion.

Aroma amis, anyir serta busuk mulai tercium ketika sebuah daun pintu, terbuka dengan lebarnya sehingga membuat mereka berdua ingin muntah. Angela pun menutup mata, sembari menangis tak kuasa melihat potongan daging serta organ dalam manusia. Juliet dengan berani menatap kedepan sembari takut serta mual yang sedang dia rasakan. Sepertinya sebentar lagi,mereka akan segera mengalami hal buruk.