Chereads / Malam Sunyi dan Cerita Tentangnya / Chapter 7 - Penghuni Gudang Kos

Chapter 7 - Penghuni Gudang Kos

Menyambung kisah Sambutan Mesra, cerita ini juga saya ambil dari pengalaman kami para penghuni kos semasa awal saya kuliah di Jogja.

Seperti telah disinggung dalam kisa sebelumnya, kos-kosan yang saya tinggali itu berusia cukup tua. Terdiri dari satu rumah tempat keluarga empunya kos tinggal di mana tingkat duanya dipakai sebagai 2 kamar kos, kemudian membentuk "letter L" jika dilihat dari atas berdiri dua bangunan lain yang juga bertingkat dua di mana terdapat deretan kamar-kamar kos—kalau tidak salah ingat seluruhnya berjumlah 17 kamar. Di tengah bangunan-bangunan ini terdapat halaman yang dihiasi kolam ikan berukuran kecil dan beberapa pohon jambu biji dan tanaman hias lainnya, yang sayangnya tidak begitu terawat.

Di lantai dua bangunan tersebut—sederet dengan kamar kos paling depan di samping pintu gerbang—terdapat gudang yang jika dilihat dari luar memiliki ukuran ruang yang cukup luas. Berdinding papan kayu dikombinasikan dengan bilik bambu dengan cat luar warna-warni yang kondisinya sudah pudar. Sebuah tangga melingkar berbahan kayu kelapa menjulur ke bawah di samping pintu gerbang. Konon dulu sebelum menjadi gudang, ruangan ini difungsikan sebagai semacam galeri seni.

Di bulan-bulan awal saya masuk di kos ini, pintu ruangan tersebut hampir selalu terkunci. Hanya sesekali saya melihat Pak R—penjaga kos merangkap pengurus rumah keluarga pemilik kos—memasukkan dan mengeluarkan barang dan kembali menguncinya.

Ohya, kos yang saya ceritakan ini adalah kos pria. Penghuninya mayoritas mahasiswa senior yang telah bertahun-tahun menuntut ilmu, waktu itu hanya saya dan teman sekelas SMA saya, si Ahong, yang masih mahasiswa baru. Tapi mereka menyambut kami dengan baik dan hubungan antar penghuni kos sangat akrab, sehingga kami berdua tidak merasa seperti anak baru di situ.

Singkat cerita, beberapa bulan kemudian ada penghuni baru di kos kami, sebut aja ia Gogon. Ia juga mahasiswa baru di kampus yang sama dengan saya dan Ahong namun berbeda fakultas.

Si Gogon ini humoris dan sangat supel, juga sangat suka bergadang sehingga cocok sekali dengan para senior di kos kami, sedangkan saya dan si Ahong hanya bergadang sesekali jika ada perlunya, seperti kata Om Rhoma Irama. Hehehe.

Dia juga tidak percaya dengan hal-hal yang berbau mistis atau horor, sehingga setiap anak-anak kos sedang ngobrol tema tersebut dia tidak pernah mau bergabung.

Dan kisah misteri ini pun bermula.

Baru sekitar sebulan si Gogon menempati kamar kos di lantai bawah—persis di sebelah kamar saya, tiba-tiba dia minta pindah ke kamar lantai dua yang terletak di sudut depan, persis bersebelahan dengan gudang yang saya ceritakan sebelumnya.

Setahu saya sejak saya masuk di kos, kamar itu memang kosong tidak ada yang menempati, mungkin karena posisinya tersebut.

Saya sempat bertanya kenapa dia pindah ke kamar itu, jawabannya supaya lebih konsentrasi belajar karena tidak ada yang melewati kamar itu, berbeda dengan kamar sebelumya yang di depan kamarnya menjadi akses lalu lalang orang.

Sekitar seminggu kemudian, saat itu kamis malam mendekati pukul dua belas malam. Anak-anak kos sedang ramai bermain karambol di ruang serba guna di lantai bawah, termasuk saya yang menonton sambil merokok.

Si Gogon tidak ikut bergabung, dengan alasan mau bermain komputer saja di kamarnya. Praktis, deretan kamar di lantai dua dalam keadaan kosong, hanya dia sendirian.

Tiba-tiba,

"Braaakk.. Bruukkk... Braaakkk..!"

Terdengar suara kencang sekali seperti ada barang yang berjatuhan. Spontan, dengan terkejut kami keluar dari ruangan tempat main karambol dan mencari sumber suara gaduh tersebut. Dan jelas sekali suara berasal dari lantai dua.

Kemudian terdengar suara si Gogon berteriak-teriak dari atas. Beberapa anak kos senior berlari ke atas namun ketika membuka pintu kamarnya dalam keadaan kosong. Saya sendiri ragu-ragu akan naik atau tidak dan hanya berdiri terpaku di halaman melihat ke arah kamar Gogon dan sekitarnya.

Lalu pandangan saya berhenti pada jendela gudang yang penuh debu, rasanya bertahun-tahun tidak pernah dibersihkan. Samar saya melihat sosok bayangan di balik kaca nako itu.

Setelah mendapati kamar si Gogon kosong sementara suara gaduh itu masih keras terdengar, Mas S dan Mas B berpindah membuka pintu gudang, dan ternyata benar. Si Gogon terlihat sedang berdiri di tengah ruangan sambil melemparkan meja, kursi, dan barang-barang apapun yang ada di sekitarnya ke satu arah di mana terdapat sebuah lukisan perempuan cantik tengah menatap dengan pandangan sangat dingin.

Belakangan saya tahu kalau lukisan itu sudah bertahun-tahun disimpan di gudang karena anak-anak kos yang lama merasa tidak nyaman jika melihat atau berdekatan dengan lukisan tersebut.

Kembali ke Gogon, Mas S dan Mas B segera membekuk dia sebelum keadaan semakin kacau dalam gudang itu dan menyeretnya turun. Mas B yang memang kami tuakan di kos, segera kembali kedalam gudang dan sepertinya terlibat "pembicaraan" dengan nada yang keras dengan "seseorang" di dalam gudang itu. Setelah beberapa menit yang menegangkan bagi kami yang melihat, kemudian mas B keluar dari gudang dan menutup pintu gudang itu.

Saya dan beberapa teman yang tidak ikut ke atas—berkerumun di pertengahan tangga—hanya berdiri terpaku menyaksikan kejadian tersebut.

Dan yang membuat bulu kuduk saya merinding saat itu— saat ini juga—saya sekilas melihat samar sesosok "wanita" di jendela gudang dan sosok itu ikut menghilang bersamaan mas B menutup pintu gudang.

₡ ₡ ₡

Singkat cerita, si Gogon akhirnya ditenangkan di lantai bawah oleh mas B dan rekan-rekan yang lain. Saya sendiri tidak berani terlalu dekat karena terdengar dia mengeluarkan suara geraman seperti harimau, ditingkahi suara Mas B membaca doa dan berteriak mengusir "sesuatu" yang merasuki Gogon.

Setelah beberapa saat kemudian dia pun tenang dan ditidurkan di kamar mas B, kemudian mas B menyuruh kami bubar dan meminta kami untuk tidak membahas kejadian tadi dan ia pun meminta kami bersikap seolah tidak ada sesuatu yang terjadi.

Dengan rasa ketakutan bercampur penasaran kami pun membubarkan diri, dan karena takut tidur di kamar sendiri saya pun bergabung dengan beberapa anak kos lain di kamar salah satu senior, Mas A, sampai pagi. Dan keesokan paginya karena mengingat pesan mas B tersebut, aktivitas kami berlangsung seperti biasa.

Namun beberapa hari kemudian, saat hampir semua anak kos sedang berkumpul termasuk si Gogon, tanpa dapat menahan diri lagi kami membahas kejadian malam itu. Sedangkan mas B hanya tersenyum sambil menggeleng-gelengkan kepala.

"Awas lho yaa..udah aku ingetin ngga usah bahas lagi. Tanggung sendiri pokoknya," lanjutnya masih dengan senyum.

"Wah, tanggung, Mas, udah kadung nanya," jawab yang lainnya.

Si Gogon semula tidak mau menjawab namun setelah didesak sana sini maka ia pun menceritakan kejadian malam itu.

₡ ₡ ₡

"Ah, bosen juga main komputer sendirian. Ngerokok dulu ah." Gogon mengambil rokoknya dan beranjak keluar kamar. Sekilas diliriknya jam di meja, "udah hampir jam duabelas" gumamnya.

Keluar kamar, digesernya kursi mendekati railing pembatas teras lantai dua dan dihisapnya rokok sambil menyandarkan tangan di railing tersebut. Dari bawah terdengar riuh suara anak-anak kos yang sedang bermain karambol.

"Wah, seru karambolnya. Turun ah.." benaknya berkata. Ia bangkit dari duduknya hendak berjalan ke tangga turun.

Namun tiba-tiba…

"Tok.. Tok.."

"Tok.. Tok.."

terdengar suara ketukan beberapa kali.

Ia menengok ke kanan, ke arah kamar-kamar sebelahnya mencari sumber suara tetapi yang nampak hanya teras yang kosong dan deretan empat kamar yang tertutup rapat.

"Ah, suara dari kamar bawah kali," pikirnya sambil mengangkat bahu.

"Tok.. Tok.."

"Tok.. Tok.."

Ketukan terdengar lagi. Kali ini lebih keras. Dan jelas sekali berasal dari sebelah kiri ia berdiri, pintu gudang!

Setengah tidak percaya ditatapnya pintu itu. Didekatkannya telinga ke arah pintu, memastikan sumber suara tadi. Lalu karena penasaran, ia mencoba menekan gagang pintu kebawah dan mendorong daun pintu gudang tersebut, tenyata dalam kondisi tidak terkunci.

Saat melangkahkan kaki masuk, terlihat olehnya ruangan gudang yang diterangi sinar redup lampu kecil. Meja, kursi, bagian-bagian ranjang tampak tertumpuk memenuhi sebagian ruangan.

Disebarnya pandangan ke sekeliling, dan matanya terpaku di salah satu sudut ruangan. Di situ tersandar di dinding sebuah lukisan yang berukuran cukup besar. Lukisan setengah badan seorang wanita dalam kondisi dilapisi debu dan sarang laba-laba, pertanda lukisan tersebut sudah lama berada di tempat itu.

Gogon mendekati lukisan wanita itu, diraba dan diusapnya debu yang melapisi bagian wajah wanita tersebut. Kemudian terlihat wajah cantik namun dingin dengan pandangan mata yang tajam.

"Woow.. boleh nih lukisan aku pasang di kamar." cetusnya kegirangan.

Dipegangnya pigura lukisan sambil memandangi bagian wajah cantik dalam lukisan. Dan…mata wanita itu tiba-tiba membelalak, melotot padanya. Dilanjutkan bibirnya menyunggingkan senyum.

Sontak, Gogon melepaskan lukisan itu dan bergerak mundur. Badannya terasa kaku dan kakinya terkunci tak bisa bergerak dari posisinya.

Dan…perlahan sosok wanita dalam lukisan itu bergerak keluar dari kanvas tempat dia berada. Sosok wanita dengan wajah pucat dan senyum menyeringai, berjalan mendekati si Gogon yang hanya bisa terpaku ketakutan.

Beberapa detik kemudian, dengan susah payah Gogon meraih sebuah kursi di dekatnya dan dengan sekuat tenaga melemparkannya ke sosok wanita tersebut, yang ternyata tidak berpengaruh apapun. Sosok wanita itu tetap melangkah mendekatinya.

Dan kejadian selanjutnya seperti apa yang saya dan anak kos yang lain saksikan pada malam itu.

Sejak malam itu sampai beberapa bulan berikutnya, si Gogon tidak berani tidur sendirian di kamarnya, seringkali ia menginap di tempat temannya di tempat lain atau tidur berpindah-pindah di kamar kos kami rekan-rekannya.

Dari penjelasan yang kami terima dari mas B dan mas S yang memiliki "kelebihan", pemilik lama bangunan kos kami—jauh sebelum pemilik yang sekarang membelinya—memasang "penjaga" di empat sudut bangunan, salah satunya tepat di gudang itu. Posisi lainnya adalah di rumah pemilik kos, di ruang mencuci dan di kamar mandi, di mana posisi-posisi tersebut ada di sudut-sudut kos kami.

Selanjutnya akan saya ceritakan kejadian-kejadian mistis lainnya yang kami alami di kos kami ini, yang sampai sekarang jika mengingatnya masih terasa merinding di badan.