"bos.. grasia telah pergi, dia telah kembali ke kota.." kata frans saat dia menemui gabriel siang itu.
"hmm.."jawab garbiel tenang, frans yang mendengar jawaban gabriel itu merasa seakan kalau gabriel tak peduli.
"tapi sebelum dia berangkat bos, kudengar grasia menelpon pacarnya untuk menjemputnya di terminal" kata frans lagi, tak puas karena bosnya tak peduli. Dan benar dia mendapatkan tatapan tajam dari bosnya.
"aku hanya mengatakan yang sebenarnya bos, dan sepertinya grasia akan membawa ibunya tinggal dengan pacarnya itu" kata frans lagi.
"Tolong Frans Jangan Membuatku Cemburu, Suasana Hatiku Sedang Buruk Jadi Jangan Membuatku Marah" geram gabriel, dan frans langsung terdiam,
"jadi apa rencana kita selanjutnya bos? Apa kita akan segera kembali ke kota atau bagaimana?" tanya frans setelah dia diam sesaat menunggu gabriel kembali tenang.
"kita akan tetap disini, siapa dalang dibalik pembunuhan itu harus bisa kuketahui sebelum kembali kekota" kata gabriel tegas.
"dan frans, laki-laki itu bukan pacarnya, dia hanya mantan idolanya sewaktu smu dulu, sekarang ini grasia mencintaiku.." kata gabriel lagi, frans ingin membantah itu tapi dia hanya diam tak ingin membantah rasa percaya diri bosnya.
Dua minggu telah berlalu, hubungan gabriel dan grasia belum juga ada tanda-tanda membaik, walaupun grasia tak berhenti dari perusahaan garbiel, tapi sekarang grasia telah pindah kembali ke tempatnya yang dulu dibagian legal. Saat manager HRD memberitahukan kepada gabriel kalau grasia meminta pindah kembali kedepartemennya yang dahulu, gabriel langsung menyetujui, karena selama grasia masih tetap diperusahaannya gabriel berpikir kalau dia masih bisa tetap menjaga dan melindunginya.
Dan siang itu tamu tak diundang datang keruang kerja gabriel.
"gabriel, apa yang kau lakukan pada sekretarismu itu, kenapa dia meminta pindah? Apa kau melakukan pelecehan?" suara bariton yang penuh wibawa bertanya pada gabriel saat frans menutup pintu ruang kerja gabriel.
"pap.. jangan mencampuri urusanku.." gabriel yang sedang sibuk memeriksa berkas-berkas yang ada dimejanya jadi terhenti, dia bersandar dikursinya dan memandangi ayahnya dengan tatapan malas.
"dan apa yang terjadi didaerah? kenapa setiap kali kau kembali dari sana,ada masalah yang terjadi? Tempo hari kau menuduh istriku melakukan percobaan pembunuhan padamu, dan sekarang apa lagi? apa yang kau lakukan pada grasia sehingga dia menjauhimu.." tanya ayah gabriel masih penasaran.
"sudahlah pap.. biarkan semua itu menjadi urusanku.." gabriel kembali teringat semua yang terjadi didaerah, masalahnya dengan grasia, dan juga orang yang ingin membunuhnya itu. ternyata laki-laki itu hanyalah seorang ayah yang begitu posesif menjaga putri-putrinya, kebetulan dia dahulu seorang polisi yang dipecat. Dia diberhentikan karena telah membunuh penjahat dengan brutal, hal itu dia lakukan karena penjahat itu telah membunuh istrinya. dan setelah keluar penjara ternyata salah satu putrinya telah menjadi liar dan bergaul dengan para pengedar narkoba. Beberapa kali dia berusaha mempergoki siapa yang membuat putrinya seperti itu tapi tak pernah ketemu dan sial bagi gabriel karena saat dia pergi dengan cewek itu ada yang memberitahu ayah cewek itu dan dia pikir gabriellah penyebab putrinya jadi seperti itu, maka dengan kemarahan dia mengejar gabriel, tapi ketika dia membunuh adel dia jadi sadar dan menyerahkan diri, gabriel yang tidak tahu cerita yang sebenarnya jadi berpikir kalau itu adalah orang suruhan ibu tirinya.
"gabriel... gabriel..nak.." ayah gabriel menyadarkannya dari lamunannya.
"semua ini tetap jadi urusanku nak.., karena kau masih tetap anakku dan penerus semua usahaku" lanjut ayahnya setelah melihat putranya telah memperhatikan perkataannya.
"jangan kwatir pap, aku janji aku akan bekerja dengan sangat baik" kata gabriel penuh tekad.
"aku tahu nak, kau sekarang bekerja dengan sangat keras bahkan sampai berlebihan dan sepertinya kau melupakan kewajibanmu untuk memberikan aku penerus"
"pap putramu ini masih sangat gagah dan tampan, mendapatkan wanita bukanlah hal yang sulit" perkataan ayahnya membuat gabriel tersenyum kecut, dia sadar dia memang bisa mendapatkan wanita manapun, tapi rasanya terlalu sakit untuk melupakan grasia.
"maksudmu kehidupanmu yang lalu gabriel?... Nak.. papa hanya ingin penerusku lahir dari perempuan baik-baik seperti grasia..dari yang papa lihat grasia itu gadis yang pinter dan baik, dia juga sangat cantik kan?.. mamamu juga sepertinya menyukai gadis itu" kata ayah gabriel, mendengar itu gabriel membenamkan wajahnya pada kedua tangannya, dia tertunduk, kepalanya berdenyut sakit,
"gabriel.. nak.. kamu kenapa? Kalau kau tak bisa memperbaiki kesalahan yang kau buat.. apa papa bisa membantumu?" tanya ayah gabriel dia secara naluri tahu kalau anaknya telah berbuat salah, dan sangat menyadari kesalahannya tapi dia tak bisa memperbaiki semua itu.
" tapi aku tak menyesali semua itu pap.. aku suka semua hal yang kubuat itu, mungkin yang kusesali karena sahabatnya meninggal saat menolongku, tapi kalau itu tak terjadi aku mungkin tak mengenalnya, dan perasaan bahagia saat berbicara dengannya mungkin tak akan pernah kurasakan pap.. aku telah jatuh cinta padanya pap" kata gabriel begitu sedih dan putus asa.
"jadi papa boleh membantumu?" sebuah senyuman kecut terlihat dibibir gabriel ketika mendengar perkataan ayahnya.
"papa melakukan ini bukan hanya untukmu, tapi untuk calon penerusku.." kata ayah gariel tersenyum puas.
Grasia tak merasa curiga sedikitpun ketika managernya meminta dia untuk membantu orang nomor satu diperusahaan itu atau dengan kata lain ayahnya gabriel. Dengan percaya diri grasia datang ketempat yang dikatakan managernya. Disana memang terjadi transaksi yang perlu adanya seorang legal, tapi disana juga ada gabriel yang duduk dengan gagahnya, sepanjang transaksi itu grasia sempat melirik gabriel, dia melihat kalau tubuh gabriel agak kurusan, dia ingin bertanya tapi dia teringat kalau laki-laki telah menipunya membuatnya sakit hati kembali walaupun dia sangat merindukan sosok itu, tapi kebenciannya belum bisa hilang dan dia tertunduk tapi saat dia mengangkat kepalanya lagi, dia melihat kalau gabriel sedang menatapnya, sesaat pandangan mata mereka bertemu, grasia yang memalingkan wajahnya sedangkan gabriel sampai transaksi itu selesai dia masih beberapa kali memandang grasia dengan tatapan yang sangat lembut.
"gabriel jangan lupa untuk mengatar grasia pulang ya.." kata ayah gabriel tenang dan penuh wibawa,
"tak perlu pak.. aku bisa pulang naik taksi, aku tak ingin merepotkan.." kata grasia ingin menghindar.
"apa kau kerepotan mengantar dia pulang gabriel?" tanya ayah gabriel masih dengan nada yang sama.
"tidak sama sekali pap.. ayo grasia, itu mobilku.." kata gabriel sama tenangnya dengan ayahnya, grasia masih ingin protes tapi terlalu sungkan untuk ngotot menolak, jadinya walau dengan berat hati dia mengikuti gabriel naik dimobilnya.