Pagi hari yang cerah, sinar matahari menyinari pepohonan diselingi dengan suara kicauan burung. A menguap kala silauan sinar matahari menyinari wajahnya. Ia mengumpati ketika merasakan semua tubunya terasa kaku.
Krek! Krek!
Sangking kakunya tulang punggung A, hingga mengeluarkan suara yang tidak enak di dengar. A menatap sekelilingnya, tiba-tiba sebuah senyum plum lelaki itu berikan kala melihat pemandangan yang indah di hadapannya. Pohon-pohon seakan bersinar akibat cahaya matahari pagi.
Bahkan keindahan yang ia lihat ini mampu mengalahkan sunset atau matahari terbenam.
"Wow!" Hanya satu kata itu yang mampu A ucapkan.
Ia kemudian bangkit dari tidurnya, lalu melihat kembali sekelilingnya. Betapa terkejutnya A saat ia sadar akan sesuatu. Yah, ia sedang bukan di kamarnya, melainkan di sebuah taman yang di sisi jalannya di tanami pepohonan. A ling lung mencoba mengingat apa yang terjadi sebenarnya?
Dari awal ia sudah merasa aneh. Kenapa tiba-tiba di kamarnya ia bisa melihat pemandangan yang indah ini dan setahunya di kamarnya tidak di tanami pepohonan.
Ternyata ini yang terjadi. A mengingat semuanya. Semua di mulai dari pestanya Guan hingga ia berakhir terjebak dengan Jie. Iya! Kolor emas itu? Mereka masih belum menemukanya. Jujur, A merasa sedih tak bisa menemukan kolor emas yang mahal itu.
Dan ... Jie? A menepuk jidatnya. Kenapa baru sekarang ia tersadar akan seseorang yang semalam bersama dengannya mencari kolor emas dan yang membuatnya terjebak pada situasi yang rumit ini.
Ia kembali melihat sekelilingnya, mencari Jie yang tiba-tiba hilang.
"Kemana gadis bodoh itu?" Ia bertanya pada dirinya sendiri.
"Bodoh amat dah. Mendingan gue pergi. Pasti Daddy sangat mengkhawatirkanku saat ini," sambungnya lagi.
Namun, saat akan melangkah A berteriak kala melihat Jie yang tiba-tiba berdiri di hadapannya. Perawakan gadis itu sangat berantakan. Rambut yang kusam, pakaian yang penuh lumpur, serta wajah yang juga kena lumpur.
A pelan-pelan berkata karena takut, "Lo ... j-jie bukan?" Gadis itu mengangguk.
"Hufft..., gue kira orang gila. Lo kenapa bisa begini sih?" tanya A heran.
"Mmm. Gue ngantuk." Hampir saja tubuh Jie limbung ke tanah kalau A tidak cepat menangkap tubuhnya. Terpaksa, A menggendong gadis itu.
A kembali melihat jam tangannya. Pukul sudah menunjukan 7.30 WIB. Ia menghela nafas, sudah dipastikan hari ini ia tidak bisa masuk sekolah.
Sepenjang perjalanan A terus mengerutuki dirinya sendiri. Entah apa yang terjadi padanya semalam sehingga ia ikut dalam kegilaan ini. Sungguh A sangat menyesal.
Beep! Beep...
Suara klakson mobil menyeret A harus mengorek telinganya. Sebuah mobil sport tepat berhenti di sampingnya. Lantas A pun ikut berhenti. Ia memandang mobil sport itu hingga Sang pemilik mobil tersebut keluar.
Sang pemilik mobil itu mengibas setelan almameternya ke wajah A. Sudah tentu kelakuan dari sang pemilik mobil membuat A marah. Wajahnya memerah akibat emosi. Namun, A berusaha merendam emosinya, karena hari ini ia tidak ingin membut masalah
"Guan lo apa-apaan sih?!" tanya A dengan kesal.
"Lo yang apa-apaan? Semalam lo ngehina gue di depan semua orang. Jadi, gue ke sini buat balas dendam," sarkas Guan.
"Gue, 'kan udah bilang bahwa lo pantas nerima itu," balas A tak kalah sinis membuat Guan malah emosi.
Guan menarik nafasnya lalu memandang tajam A. Seketika ia punya ide untuk membuat A malu sama seperti dirinya yang sangat malu di acara ulang tahunnya semalam. Segera lelaki itu mengeluarkan handphonenya dari saku celananya. Tingkah Guan itu membuat A mengerutkan keningnya. Bingung!
"Hai, teman-teman. Kalian tahu gak orang yang lagi gue vidioin ini. Yah, dia adalah tuan muda A. Orang kaya yang jadi gelandangan. Lihat saja penampilannya yang sangat jauh dari kata tuan muda." Guan memvidiokan A dalam siaran langsung di instagramnya.
Namun, betapa terkejutnya Guan saat melihat reaksi A yang sangat jauh dari yang ia harapkan. A malah bersikap dari yang sebaliknya. Guan berpikir A akan malu jika semua orang tahu penampilannya yang sangat berantakan ini, tetapi A malah bersikap tenang dan mengatakan sesuatu hal yang Guan tak percaya.
"Aku tuan muda dan sangat kaya raya. Namun, diri ini bisa menjadi seorang gelandangan untuk merasakan bagaimana rasanya menjadi miskin. Supaya kita tidak akan pernah merendahkan seseorang yang miskin. Yah, aku memang sombong, tetapi diriku hanya sombong kepada orang-orang kaya seperti dia." A berucap menekan kata terakhir.
Guan lantas menutup siaran langsung itu. Namun, nasi telah manjadi bubur, ia tidak bisa menghapus vidio itu karena mungkin saat ini sudah ada yang menonton siaran langsungnya. Tadinya ia memvidiokan A untuk mempermalukan A di hadapan banyak orang nanti, tapi melihat reaksi A...
"Tunggu balasan gue!" tegas Guan sambil memasuki mobilnya dan berlalu pergi meninggalkan A yang hanya mengedikkan bahu acuh tak acuh.
"Siapa bilang?" gumam A.
A kembali melanjutkan langkahya. Sesekali ia tersenyum simpul saat melihat ekspresi Guan yang sangat kesal. Yah, siapa suruh dia mengganggu A. Sudah tahu bukan tandingannya, malah masih punya nyali buat ganggu.
Ekor mata A menyipit kala melirik Jie yang tertidur dalam gendongannya. Ia terus berusaha membangunkan gadis itu untuk menanyakan kenapa ia menjadi seperti ini. Baju dan wajah yang penuh lumpur. Sangat menjijikkan! Hingga membuat A bergidik.
"Hei bangun! Bangun gadis pemalas!" seru A. Tetapi sang empu masih belum bangun juga. A menghela nafas kemudian melihat sekelilingnya. Sebuah senyum terukir saat melihat sebuah bangku tak jauh dari mereka.
Ia kemudian membawa Jie dan membaringkan gadis itu di atas bangku.
Krek!
Kembali lagi ia merenggangkan ototnya yang terasa kaku dan hampir saja mati rasa. Menggendong gadis ini di sepanjang perjalannya. Oh ayolah, tidak mungkin ia akan melakukan itu. Bisa-bisa tulang punggungnya akan rontok.
Itulah mengapa A membangunkan gadis itu.
"Hei! Bodoh ayo bangun." A menghela nafas sembari berjongkok. A terlihat sangat gusar.
Akhirnya setelah bermenit terduduk sembari melihat Jie, A pun mendapatkan sebuah ide untuk membangunkan gadis itu, tapi saat akan melancarkan idenya, A tak sengaja melihat seorang lelaki bertubuh kekar yang tak lain adalah Gangster. Namun, A merasa aneh. Bukankah Ganster itu yang kemarin tak sengaja ia tusuk karena mengganggu Gilang? Lalu kenapa ia bisa hidup kembali? Ia ingat persis wajah lelaki yang hampir seumuran dengan ayahnya itu.
Buru-buru A melepas jasnya mengangkat Jie ke atas pengkuannya. A menopang tubuh dan kepala gadis itu agar tidak goyah. Kemudian ia mengambil jas itu dan menutup kepalanya dan Jie. Sehingga, jika dilihat A dan Jie sedang berciuman.
Gangster yang sangat menyeramkan itu dengan jenggot yang memenuhi area dagunya, Saat melewati A dan Jie, ia berhenti sembari menggeleng-gelengkan kepalanya.
"Dasar anak muda! Bercumbu pada tempat yang bukan tempatnya!" gerutunya kemudian berlalu pergi.
"Hufft...." A menghela nagas lega. Ia melepaskan jas yang menutupi kepalanya denganya Jie. Lalu membaringkan kembali tubuh Jie di atas bangku.
"Syukurlah dia pergi!" ujar A.
"Tidurnya seperti kebo. Dasar!" Kesal A melihat Jie yang tidak bisa dibangunkan. Ia mengusap kepalanya, seiring dengan umpatan yang keluar dari mulutnya.
"Kumohon ayo bangunlah!" teriak A.
Baiklah. A menganggukkan kepalanya. Ia akan melancarkan misinya sekarang. Mau tak mau A terpaksa meninggalkan Jie di tempat ini.
"Kalo lo gak bangun juga, gue bakal pergi. Gue bakal tinggalin lo di sini." A berjalan, tapi entah kenapa ia kembali dimana Jie tertidur. Ia menggaruk kepalanya dengan gusar. "Gue beneran pergi nih!" ujarnya lagi, tapi kali ini ia benar-benar pergi. Berulangkali A menoleh kebelakang melihat Jie yang masih belum bangun juga.
Perlahan A melangkah hingga Jie tak nampak lagi dari pandangannya. "Akhh!" A berteriak. Entah kenapa hatinya merasa tak tega meninggalkan Jie.
Yah, A terpaku dalam diamnya. Bagaimana Jika ada laki-laki yang tak sengaja melihatnya dan...
A ling lung berlari begitu cepat. Pikirannya hanya tertuju kepada Jie. Nafasnya tak beraturan akibat berlari begitu cepat. Namun, saat ia kembali betapa terkejutnya ia saat tak menemukan Jie yang tertidur di atas bangku itu. A memperhatikan sekelilingnya dengan gusar. Hatinya tiba-tiba tak tenang.
"Jika sampai sesuatu terjadi padanya. Aku tidak akan memaafkan diriku sendiri." A tertunduk dengan sedih sembari memegang kepalanya.
"Hei, darimana saja lo? Gue cape cari-cari lo. Tahu?" A mendongak dengan mata yang membulat. Ia langsung bersorak ketika melihat Jie di hadapannya. Spontan lelaki itu memeluk Jie.
Jie celingukkan. Ia merasa bingung dengan A yang tiba-tiba memeluknya. Kian detik lamanya mereka berpelukan, A baru sadar dengan apa yang telah ia lakukan.