Alya tersadar dari tidurnya ketika tangan Ben memeluk bagian perutnya. Hembusan napas pria itu juga terasa diwajahnya. Alya membuka matanya dan menoleh ke arah kanan. Wajah mereka begitu dekat hingga hidung Ben menempel pada pipinya.
Alya menatap wajah suaminya dengan lembut. Tadi malam adalah ketiga kalinya mereka melepaskan gairah yang ada. Dan Alya masih ingat bagaimana rasanya. Begitu indah dan menyenangkan. Rasa yang tidak pernah ada didunia ini.
Alya mengelus wajah itu pelan dan ia merasakan rasa sayangnya yang semakin membesar kepada pria itu. Rasa sayangnya yang entah sejak kapan ada disana. Namun satu hal yang ia tahu, ia mencintai Ben, suaminya.
Alya memutar tubuhnya menghadap Ben dan mencium lembut pipi suaminya. Ia mengelusnya sekali lagi dan menciumnya. I love you, bisiknya Alya mengalihkan tangan Ben dan ia bangkit menuju kamar mandi untuk bersiap ke sekolah.
Ben membuka matanya perlahan dan ia melihat istrinya masuk ke dalam kamar mandi. Ia sadar apa saja yang wanita itu lakukan padanya. Dengan jelas ia dengar apa yang Alya katakan padanya. Ben tidak bisa membohongi dirinya kalau ia mulai sayang pada Alya. Namun rasa sayangnya tidak sebesar rasa cintanya. Bahkan rasa cinta itu belum bisa mengobati kecanggungannya setiap kali ia berhadapan dengan Elena. Ben menghela napasnya dan ia menatap langit kamarnya.
Apa yang dilakukannya dengan Alya tadi malam memang terjadi atas dasar keinginannya. Dan semata memang karena keinginannya, bukan karena perasannya. Beberapa detik setelah ia melepaskan gairahnya, perasaan bersalahnya muncul. Dan memorinya dengan Elena sebelum hari pernikahannya menyeruak dan menjadi dominan. Kemudian ia membandingkan kedua situasi itu didalam hatinya. Benar saja, Elena lebih meninggalkan bekas disana daripada Alya. Ben tahu itu salah, tapi ia hanya ingin jujur dengan dirinya sendiri.
***
Ben tiba didepan lift dan menekan tombol yang ada disana. Saat pintu terbuka, Ben sempat kaget ketika didalam lift itu ada Elena. Ben ragu untuk melengkah namun Elena menahan pintunya. Setelah beberapa karyawan lain keluar, Ben pun masuk.
"Kamu mau kemana?" Tanya Elena. Ia ingin menekan tombol untuk Ben karena posisinya paling dekat.
"Dua puluh lima, please." Sahut Ben. Elena menekan angka yang disebutkan oleh Ben. Beberapa detik mereka berdiam diri.
Ben tidak bisa menahan kecanggungan itu. "Galeri kamu gimana?" Tanya Ben basa-basi.
Elena menoleh sekilas, "Semakin ramai." Jawabnya. Ia mengakui hal itu karena ia sempat kewalahan menerima pesanan dari beberapa pelanggannya. Ia bahkan meminta pengrajinnya untuk lembur setiap dua hari sekali mengejar target pemesanan.
Ben mengangguk. "Kamu mau istirahat?" Tebaknya. Ia melihat angka 17 menyala pada tombol itu. Disana ada kamar Elena yang sudah disiapkan olehnya.
"Kabar Alya gimana?" Tanya Elena mengalihkan pembicaraan. "Aku gak pernah lihat dia main kesini." Ia menoleh.
"Alya lagi sibuk. Sebentar lagi mau ujian semester jadi banyak persiapan yang dia buat." Jelasnya.
Elena mengangguk paham. Pintu lift terbuka dan Elena keluar dari sana. Ben menahan pintu itu sesaat seolah menunggu sesuatu yang mungkin akan terjadi.
Elena menoleh ke belakang, "Kamu udah makan siang?" Tanyanya. Entah apa yang ada didalam pikirannya saat ini.
Ben kaget dengan pertanyaan itu. "Emm... belum." Jawabnya. Ia tahu jawaban yang diberikannya adalah salah.
Elena tampak mengatur tingkahnya, "Aku udah pesan layanan hotel sebenarnya, tapi kalau kamu mau aku bisa pesankan satu lagi." Ia menawarkan diri.
Ben tampak ragu saat itu. Ia berpikir dengan cepat. Sesuatu didalam dirinya menyuruhnya untuk tidak menolak ajakan itu. Tapi sisi lain darinya membantah keras keinginannya. "Setelah ini aku kesana." Ujarnya.
Elena tersenyum tipis, "Kamu mau makan apa?" Tanyanya.
"Apa aja." Jawab Ben. Pintu lift tertutup dan Ben menuju lantai dua puluh lima.
Saat berada di lantai itu, beberapa staf dan karyawannya sudah menunggu kedatangannya untuk memeriksa kamar yang akan digunakan oleh Artis internasional yang akan mengadakan konser di Jakarta. Dan Hotel Malpis diberi kepercayaan untuk menyediakan akomodasi penyanyi tersebut.
Kamar yang dipilih adalah kamar 2502 tepat disebelah kamarnya yang selama lebih kurang tiga tahun terkahir digunakannya. Ia memeriksa setiap sudut kamar hotel itu dan memeriksa kelengkapannya sesuai dengan permintaan sang artis. Setelah pengecekan itu selesai, Ben pergi lebih dulu dari lantai itu seorang diri.
Ben berdiri didepan pintu 1710 dan ia mengetuknya. Terdengar langkah laki mendekat dan membuka daun pintu itu. Elena memberikan senyumannya pada Ben dan membiarkan pria itu masuk ke dalam kamarnya.
Ben melihat diatas meja sudah tersedia dua buah piring makanan yang masih terlihat panas. Ia memperhatikan kamar itu yang nyaris tidak tersentuh.
Elena duduk di kursi meja makan mininya. "Aku belum pernah tidur disini." Ucapnya. Ia membuka penutup makanannya. "Ayo, Ben." Ajaknya.
Ben duduk didepan Elena dan membuka penutup makanan itu. Elena memesankannya squid pasta. Dan wanita itu memesan pasta aglio olio favoritnya. "Aku harap makanan kesukaan kamu gak berubah." Serunya.
"Belum berubah." Sambung Ben. Mereka tertawa bersama dan mulai melahap makanan itu.
Elena melirik Ben. "Pernikahan kamu gimana?" Tanyanya.
Ben melirik sekilas. "Seperti kebanyakan pasangan muda." Jawab Ben singkat. Ia tidak tahu arah pertanyaan itu.
Elena tertawa kecil. "Pasangan muda setahu aku bergairah, bahkan hampir setiap malam. Masih romantis dan saling perhatian." Ucapnya. "Kalian begitu?"
Ben mengangguk ragu. Ia tidak mengerti apa maksud Elena menanyakan hal itu. "Seperti itu lah kira-kira." Singkatnya
"Apa kalian akan langsung punya anak?"
Ben menegakkan kepalanya, "kami belum membahasnya"
Elena menoleh Ben tajam. "Kalau waktu itu kita punya anak, menurut kamu apa yang terjadi dengan pernikahan kita."
Ben membalas tatapan Elena tajam. "Kita tidak akan bercerai karna aku akan mempertahankan kamu dan kebahagiaan anak." Jelasnya.
Elena menghentikkan kunyahannya sesaat waktu mendengar kalimat itu. Ia menghela napasnya. "Kenapa waktu itu kita belum diberi kepercayaan?" Keluhnya. Ben tidak berkomentar apapun. Ia hanya melanjutkan makanannya yang akan segera habis.
Elena meletakkan sendoknya dan menatap Ben lekat. Ia bersandar pada kursinya. Ben begitu dekat padanya dan tampak tampan dimatanya saat ini. "Apa kamu sudah cinta dengan Alya?" Tanyanya.
"Kenapa kamu tanya itu?" Ben juga meletakkan sendoknya.
"Kalau kamu sudah cinta dengan Alya, kamu gak mungkin kesini." Elena tertawa. "Kamu udah buat kesalahan kedua kalinya. Harusnya kamu menolak." Sambungnya.
Ben melonggarkan dasinya karena kegerahan. Ia menyadari kalau dirinya tidak bisa melawan pesona Elena yang luar biasa mengalahkan apapun disekitarnya. "Terus setelah makan siang ini apa?" Tanyanya.
Elena bangkit dari kursinya lalu mendekati Ben dan menarik pria itu duduk ditepi tempat tidurnya. Mereka bertatapan saat itu.
Elena memegang wajah Ben dengan lembut. "Ben, aku tahu ini salah tapi aku gak bisa menahannya." Ia menunduk sesaat menahan aliran napasnya yang berubah cepat.
Ben memegang tangan Elena diwajahnya. "Aku akan minta maaf dengan Alya malam ini." Ucapnya. Ia mencium bibir Elena dengan rakus.
Elena juga membalas ciuman itu dengan bersemangat. Kedua mulai melepaskan rasa cinta masing-masing yang masih sama besarnya. Mereka melakukannya dengan sadar dan di situasi yang tak terduga.
Alya sedang berjalan di koridor kelas menuju majelis guru. Tiba-tiba sepatunya tersandung sesuatu hingga membuatnya hampir terjatuh. Seketika Alya kembali tegak dan berjalan normal seperti sedia kala. Ia memperhatikan beberapa murid yang melihatnya. Ia cukup malu. Perasannya berubah gundah setelah itu. Namun ia berusaha menghiraukannya.
***
Ben menghentikkan mobilnya dan ia menghela napas dalamnya sambil mencengkram kemudinya. Ia memejamkan matanya dan terbayamg semua apa yang sudah ia lakukan dengan Elena tadi siang. Mereka bahkan mengahabiskan satu jam setengah untuk hal itu. Mereka benar-benar melakukannya seolah tanpa beban. Bahkan Ben masih bisa merasakan sensasi yang sudah lama tidak ia rasakan. Sentuhan Elena seolah menempel didalam dirinya. Rasa bersalah Ben memuncak ketika ia melihat jam yang sudah menunjukkan pukul 8 malam dimana dirinya sengaja pulang terlambat karena perasaan itu.
Ben masuk ke dalam apartemennya dan ia disambut oleh Alya yang terlihat manis malam itu. Tercium aroma makanan yang merebak seisi ruangan.
"Kamu mandi dulu ya, setelah itu kita makan." Ujar Alya perhatian. Ia bahkan melepaskan dasi Ben dengan lembut. Ia mengambil tas serta jas pria itu.
Ben semakin merasa bersalah. Ia memeluk Alya dengan erat. Wajahnya ia tenggelemakan diatas bahu wanita itu.
Alya membalas pelukan suaminya dengan lembut dan nyaman.
"Maafkan aku, Alya." Ucap Ben lirih.
Alya mengerutkan dahinya, "Kenapa?" Tanyanya polos.
Ben semakin merapatkan pelukannya, "Aku minta maaf." Ucapnya sekali lagi.
Alya mengangguk tanpa mempermasalahkan apa yang sebenarnya terjadi. Ia mencoba berpikir positif dengan menyangka jika suaminya mungkin lelah dan butuh seseorang untuk bersandar. Ia mencoba membuang jauh pikiran negatifnya.
Alya melepaskan pelukan pria itu dan mengantarnya menuju kamar mandi. "Aku tunggu diluar." Katanya sambil tersenyum. Ia meninggalkan kamar mandi sambil menutup pintunya dengan rapat.
Mita sedang berjaga didepan restoranya sambil menyambut tamu yang datang ke restoran itu. Tak sengaja ia melihat Elena sedang menutup galerinya. Wanita itu tampak lelah. Mereka tidak pernah dekat sebelumnya tapi Mita cukup tahu seperti apa Elena. Ia memperhatikan wanita itu berjalan menuju lift dan masuk ke dalamnya. Mita kembali fokus pada pelanggannya dan membiarkan Elena pergi. Tanpa ia sadari kalau Elena menuju lantai tujuh belas.
***
Setelah selesai makan, Ben duduk didepan TV sambil menonton sekejap. Ia mencoba menikmati acara malam itu. Alya membersihkan beberapa piring dan menbuatkan Ben teh manis seperti biasanya kemudian meletakkannya diatas meja didepan TV. Alya duduk disebelah Ben dan menyandarkan kepalanya dibahu pria itu. Ben tahu kalau Alya sedang manja dengannya.
"Kamu gak ada kerjaan malam ini?" Tanya Alya menoleh sekilas.
"Enggak,." Jawab Ben singkat.
Alya diam sejenak. "Kamu mau gak besok malam kita jalan?"
"Kemana?"
"Ke mal atau kemana aja." Ia menatap mata Ben. "Aku rasa, hubungan kita terlalu singkat sampai gak ada waktu buat pacaran kayak anak muda yang lain. Emm... kamu mau kan?" Bujuknya.
Ben membalas tatapan Alya. Rasa bersalahnya kembali muncul. Ia mengelus kepala itu dengan lembut. "Iya. Besok malam kita jalan." Serunya.
Alya semakin memposisikan dirinya senyaman mungkin dibahu suaminya.
Alya menatap Ben yang sudah menutup matanya dan siap untuk terlelap. Keadaan kamar yang sudah gelap dan hanya pencahayaan remang dari arah kamar mandi membuatnya mudah melihat setiap lekuk wajah suaminya. Alya semakin mendekatkan tubuhnya ke arah Ben dan ia meletakkan kepalanya disebelah bahu kiri suaminya.
Alya mememeluk Ben menggunakan tangan kirinya. Ia letakkan tangan itu diatas dada suaminya. Perlahan tangan itu meraba dada Ben. Kemudian bergerak hingga tangannya masuk ke dalam kaos tidur milik pria itu. Alya mengelusnya lembut dengan tangan lembutnya.
Alya mengangkat wajahnya dan mulai membanjiri Ben dengan ciuman dibagian bagian rahang dan juga pipi bagian bawah. Napasnya bahkan mulai memburu dan tanpa sadar tubuhnya terangkat mengikuti keinginannya.
Ben masih menutup matanya saat tangan Alya mulai menempel pada dadanya. Ia tahu maksud istrinya melakukan itu. Tapi ia sedang tidak dalam posisi ingin melakukannya. Ketika Alya mulai menindih tubuhnya, Ben membuka mata dan melihat Alya sedang membanjirinya ciuman dibagian bibirnya.
Ben tidak merasakan apapun saat ini. Ia memejamkan matanya dan berusaha untuk memenuhi keinginan Alya sebagai seorang suami. Namun bukannya membalas perlakuan istrinya, Ben malah merasakan sentuhan yang sama yang siang tadi ia rasakan. Ia merasakan setiap gerakan Elena pada kulitnya.
Ben membuka matanya dan melihat Alya menatapnya lekat dengan tatapan sendu. Wanita itu menciumnya dengan lembut dan penuh kasih sayang. Tapi Ben tidak merasakan Alya yang melakukannya melainkan Elena. Ben semakin tidak terkendali. Pikirannya membawanya ke siang tadi dimana ia benar-benar melapskan semuanya bersama Elena. "Aku lelah, Al." Ucap Ben dengan nada rendahnya.
Alya menghentikkan gerakannya dan menatap Ben sesaat. Ia menegakkan tubuhnya. Tatapannya berubah sendu.
"Maaf, Al. Hari ini aku benar-benar lelah." Kata Ben dengan sorot mata bersalah.
Alya memberikan senyuman manisnya. Ia mengangguk paham. Ia turun dari atas tubuh Ben dan berbaring disamping pria itu. Ia menarik selimut menutupi tubuhnya. "Sorry." Ucapnya. Ia membelakangi Ben karena menahan rasa malunya. Ia menginginkannya namun tidak pria itu.
Ben bahkan tidak merangkul Alya dari belakang. Ia hanya menatap punggung wanita itu dan menghela napas frustasi serta pengkhianatannya yang dalam. Ia sudah mengecewakan Alya serta membohonginya. Ia bukan lelah, hanya saja ia tidak merasakaannya. Sensasi yang kemarin mereka rasakan berubah menjadi sensasi yang siang tadi ia lakukan. Dan tentu saja itu semua salah. Ben kehilangan sentuhannya untuk Alya. Ia memejamkan matanya dan berusaha tidur dengan segala kekalutan.
***
Ben tersadar dari tidurnya dan ia tidak melihat Alya disampingnya. Ia melihat jam dinding yang sudah menunjukkan pukul 8 pagi. Ia bahkan tidak sadar kalau Alya pergi ke sekolah. Ben bangkit dari tempat tidurnya dan keluar dari kamar untuk menuju dapur dan meneguk segelas air putih.
Saat melewati meja makan, Ben melihat sebuah piring yang ditutupi oleh penutup makanan serta sebuah kertas yang bertuliskan,
Aku sengaja gak bangunin kamu tadi. Maaf ya soal tadi malam. Aku gak tahu kalau kamu lelah. Jangan lupa sarapan sebelum ke hotel. Love you, Alya.
Ben membuka tutup makanan itu dan melihat sandwich yang sudah dibungkus dengan plastik dan siap dibawa pergi. Disebelah piring itu ada sebuah pisang yang berbentuk sempurna. Terdapat tulisan pada daunnya,
Malam ini kita jadi jalan kan? I love you, Ben.
Ben membacanya beberapa kali dan helaan napas beratnya pertama kali pagi ini baru saja terdengar. Ia berjalan ke arah dapur meneguk air putih dan kembali ke kamar. Ben mengambil ponselnya dan mengirimkan pesan pada Alya.
***
JANGAN LUPA VOTE DAN KOMENTAR YA.
Ps: Ayo yg baca mana suaranya. Tunjukkan kesukaan kamu sama cerita ini dengan vote dan komentar. Jan lupa masukkan ke library kalian. Tag ya kalo lagi spam.
xoxo!!!