"Pa, kalau Al, berangkat ke Bandung malam ini. Apa Papa keberatan?" tanya Alisha tiba-tiba, setelah hening lama.
"Kamu yakin, Al?" tanya Adrian sampai menghentikan gerakan akan menyendok makanannya.
"Yakin." Alisha mengambil satu suap makanannya. "Kita cukup tidur, kan, tadi siang?"
"Ya, tentu saja." Adrian menjawab dengan santai. Dan hal itu membuat Alisha terlihat sedikit kecewa.
Tidak ada petunjuk, apa yang telah terjadi saat tidur siang mereka. Bagaimana Alisha bisa berada di dalam pelukan hangat dan nyaman Adrian. Meski mereka berpakaian lengkap, hanya saja Alisha merasa ada sesuatu yang aneh.
Ucapan Mia. Tentang mengganggu aktivitas mereka, sehingga harus mematikan alat komunikasi.
Sebetulnya apa yang terjadi?
Selesai makan sore bersama. Alisha dan Adrian berpamitan lebih dahulu untuk kembali ke kamar. Menyiapkan barang-barang yang akan dibawa ke Bandung.
"Kamu serius, mau jalan malam ini, Al?" Adrian memastikan, sambil mengeluarkan beberapa pakaiannya dan menata ulang di tas ranselnya.
"Apa kamu keberatan?" Alisha malah bertanya balik.
"Tidak. Aku senang malah. Makin cepat kita di Bandung, makin cepat kita hanya bisa berduaan saja." Adrian mengatakannya dengan nada misterius. Membuat Alisha merinding dan menjadi berpikir ulang soal keberangkatannya malam ini.
"Aku masih datang bulan, Ian." Alisha mengingatkan, wajahnya terlihat memerah. Dan, hal itu membuat Adrian tertawa terbahak-bahak.
"Sepertinya, yang tidak sabar dengan malam pertama kita, adalah kamu, Al. Hanya saja, kau pandai berpura-pura." Adrian mencondongkan tubuhnya, mendekat ke telinga Alisha.
"Tapi aku suka." Adrian mengucapkannya dengan suara yang terdengar sensual dan menggoda.
Alisha lantas mendorong tubuh Adrian agar menjauh darinya. Hanya gerakan mata yang Alisha tunjukan bahwa ia tidak suka dengan perilaku Adrian, yang ternyata seperti pria brengsek.
Alisha pikir, pria berkacamata dan berprofesi sebagai programmer adalah pria culun dan pria baik-baik. Ternyata anggapannya salah. Adrian sama sekali tidak seperti itu. Atau hanya Adrian yang seperti itu?
"Kau ini ...." Alisha menggantung ucapannya.
Adrian selesai membereskan barang bawaannya, kemudian dengan gerakan cepat, mendaratkan ciuman di pipi Alisha, dan merebahkan diri di atas ranjang. Kedua tangannya kembali dilipat dan ditaruh di bawah kepalanya. Tidak lama, Adrian tertidur.
Ya, ampun, pria ini! Setelah mencium tiba-tiba, lantas tidur? Alisha menjerit dalam hati.
Dilihatnya jam di dinding baru jam enam sore. Alisha memutuskan mengirimkan pesan kepada Mia. Lebih baik bertanya melalui pesan di aplikasi hijau itu, daripada berbicara lewat alat komunikasi. Mia sangat sulit dikorek informasinya jika harus berbicara langsung.
[Alisha: "Malam ini kami akan ke Bandung."]
Selang satu menit, Mia membalas.
[Mia: "Secepat itu?"]
[Alisha: "Bukankah mereka inginnya cepat?"]
Mia membalas dengan emoticon muka tertawa dengan titik air di pelipis.
[Alisha: "Sekarang, kasih tau gue. Siang tadi, apa yang lo denger?"]
Dua menit berlalu. Dan Alisha masih sabar menanti Mia membalas pesannya.
[Mia: "Kenapa lo masih nanya sama gue, sih, Al? Mana kita tau. Kan, udah gue bilang, semua kita matiin."]
[Alisha: "Nah, kenapa harus dimatiin?"]
[Mia: "Lo, ini kenapa, sih, Al? Ya, jelas kita malulah."]
Alisha mengurut pelipisnya. Mia ini kenapa, sih? Muter-muter di situ terus. Malu, ganggu aktivitas, apalagi?
[Alisha: "Mia, please, ya, gue tadi siang tidur sama Adrian. Bangun-bangun gue udah dipelukan Adrian. Dan itu aneh!"]
[Mia: "Apa yang aneh dengan tidur berpelukan? Kalian, kan, suami-istri."]
[Alisha: "Kasih tau gue, apa yang lo denger sebelum matiin alat?"]
Lama Mia tidak menjawab, membuat Alisha tidak sabar. Memilih untuk keluar kamar, dan menelepon Mia. Terdengar nada sambung dua kali sebelum akhirnya Mia menerima panggilan telepon Alisha.
["Al, aku udah pulang,"] ucap Mia langsung pada intinya.
"Mia, please kasih tau, apa yang lo denger sebelum matiin alat?" Alisha memilih mematikan alat di telinganya, agar bisa mendapat jawaban dari Mia tanpa khawatir ketahuan siapa pun yang tengah mendengarkan percakapan mereka di ruang kendali.
Percuma menghindari pertanyaan Alisha, seharusnya tadi Mia langsung mematikan ponselnya. Akhirnya Mia mengatakan yang membuat Alisha penasaran.
["Gue cuman denger lo manggil 'Ian', gitu aja beberapa kali."]
"Terus apalagi?"
["Cuman itu, Al. Cara kamu manggil Ian terdengar tidak biasa, jadi pak Hilman minta kita matiin alat."]
"Tidak biasa gimana?" Alisha semakin penasaran.
["Ya, kaya orang lagi, gitulah .... Al, please, gue gak tau lagi. Oke, gue matiin, ya, teleponnya."]
Tanpa menunggu jawaban, Mia memutus begitu saja sambungan telepon Alisha.
Alisha bingung. Apa ia tidur mengigau? Dan memanggil nama Adrian? Dan hal itu disalahartikan timnya sebagai .... Ya, Tuhan! Mereka berpikir, Alisha dan Adrian melakukannya, siang hari?
Padahal Alisha masih datang bulan. Bagaimana bisa mereka melakukannya? Alisha harus meluruskan kesalahpahaman ini. Alisha lantas menyalakan ponselnya dan mulai mengetikkan sesuatu, dan mengirimkannya kepada Mia. Cukup Mia, maka yang lainnya bakal tahu.
[Alisha: "Mia, gue masih datang bulan, ya. Jadi gak mungkin ngelakuin itu sama Adrian."]
Pesan sudah terkirim dan dibaca Mia. Alisha tidak memerlukan Mia membalasnya. Cukup tahu saja, mereka belum melakukannya. Dan entah mengapa Alisha merasa perlu, semua timnya tahu, bahwa Alisha dan Adrian belum melakukannya. Terutama Hilman.
Masih adakah perasaan Alisha untuk Hilman? Sehingga merasa perlu, untuk Hilman tahu, jika Alisha dan Adrian tidak melakukan apa pun siang tadi.
Alisha kembali ke kamarnya, mendapati Adrian masih tertidur dengan posisinya seperti semula.
Pria ini, ternyata suka sekali tidur. Tidak ada yang bisa Alisha kerjakan saat ini di kamarnya. Ingin kembali ke lantai satu, namun Alisha enggan bertemu keluarganya yang lain.
Tetap di kamar pun, masa iya kembali memandangi wajah lelap Adrian? Yang memang terlihat menyenangkan, jika pemilik wajah tampan serupa Hilman itu tertidur.
Alisha lantas mengeluarkan laptopnya kembali dari dalam tas yang akan dibawanya ke Bandung nanti. Lebih baik mulai mengetikkan sesuatu untuk novelnya, mumpung ada waktu luang. Entah apa yang akan dihadapinya nanti jika sudah di Bandung. Apakah Alisha akan betah tinggal di rumah Adrian?
Satu jam lamanya Alisha berkutat di depan laptopnya. Semua ide mengalir begitu saja, dan tertuang ke dalam novelnya. Setidaknya sudah lima ribu kata yang berhasil Alisha ketikkan dalam waktu satu jam itu.
Selepas Isya, Alisha dan Adrian berpamitan kepada Yahya dan juga kedua kakak kembarnya Aldian dan Alvian. Pesan mereka hanya satu.
"Tolong jaga baik-baik adik kami tercinta, ya, Ian," ucap Aldian kakak tertua.
"Awalnya saja, Al, itu menakutkan. Jika kau berhasil menjinakkannya. Kau akan merasakan cintanya," Alvian mulai berpuisi menggoda adiknya.
"Kak!" protes Alisha memandang tajam Alvian.
Tidak cukupkah menggoda adiknya? Padahal malam ini mereka akan berpisah. Meski tidak selamanya. Tapi, ayolah, berhenti menggoda adik perempuanmu satu-satunya! Gerutu Alisha dalam hati.
"Jaga diri baik-baik, ya, Sayang." Yahya memeluk dan mencium putri satu-satunya, kemudian bergantian memeluk Adrian.