"Jaga diri baik-baik, ya, Sayang." Yahya memeluk dan mencium putri satu-satunya, kemudian bergantian memeluk Adrian. Membisikan sesuatu di telinganya, membuat Adrian tersenyum dan mengangguk.
Alisha dan Adrian berangkat ke Bandung dengan mobil Alisha, city car merah. Kembali Alisha mempercayakan Adrian untuk mengemudikan mobilnya. Selain memang Yahya menginginkan Adrian yang membawa kendaraan itu hingga tiba di tempat tujuan.
"Awas aja kalau ngebut lagi kaya tadi pagi," ancam Alisha lirih saat menyerahkan kunci mobilnya kepada Adrian.
Ancaman Alisha tentu saja tidak menakutkan bagi Adrian. Adrian menanggapinya hanya dengan tertawa kecil.
Alisha dan Adrian memasang sabuk pengamannya dengan benar, sebelum mobil itu melaju meninggalkan perumahan tempat Alisha tinggal selama beberapa tahun silam.
Hening beberapa saat di dalam perjalanan. Mereka baru saja keluar tol Bogor. Untuk mengisi keheningan, Adrian menyetel radio. Memperdengarkan sebuah lagu, Stronger yang dipopulerkan oleh Kelly Clarkson.
Kepala Adrian bergerak mengikuti irama dan lirik lagu. Begitu pula gerakan tangannya di kemudi mobil. Sesekali ikut menyanyi, yang menurut Alisha suaranya gak banget! Namun Adrian melakukannya dengan gerakan yang konyol. Setidaknya sedikit menghibur Alisha.
[Apa yang tidak membunuhmu membuatmu lebih kuat.]
Adrian begitu bersemangat di bagian reffrain lagu Stronger. Seolah sangat menjiwai lagu itu.
Mobil masih melaju dengan kecepatan konstan, entah mengapa Adrian memilih berbelok dan mengambil jalur Puncak saat jalan tol ke Bandung sudah dibangun. Jalan yang berkelak-kelok, terkadang bisa membuat Alisha merasakan mual. Dan itu yang terjadi.
"Ian, bisa menepi dulu?" Alisha merasa perutnya bergejolak. Andai Adrian tidak menepikan kendaraan, bisa jadi Alisha akan muntah di dalam mobil.
"Kau mual, Al?" tanya Adrian setelah menepikan kendaraan.
Adrian memperhatikan wajah Alisha, meski di dalam mobil gelap, cahaya di luar cukup terang untuk memperlihatkan wajah Alisha yang sedang dalam keadaan tidak baik.
Adrian keluar dari mobilnya, dan mengeluarkan tas ransel yang ada di bagasi. Mencari benda andalannya. Minyak kayu putih. Adrian membawa botol minyak itu, setelah memasukkan kembali tas ranselnya ke dalam bagasi.
"Pakai ini." Adrian menyodorkan botol minyak kayu putih kepada Alisha, kemudian pergi meninggalkan Alisha sendirian di dalam kendaraannya.
Alisha menerimanya dan membalurkannya di leher dan di balik pakaiannya. Menghirup aroma minyak kayu putih, sedikit menolongnya menghilangkan rasa mual.
Sepuluh menit berlalu, Alisha ditinggal di dalam kendaraannya. Dinginnya puncak di malam hari, terasa hingga ke dalam mobilnya. Andai tidak memikirkan Adrian, Alisha akan meninggalkan pria itu di sini. Biar saja Adrian pulang dengan mobil angkutan umum. Akan tetapi, masih ada kebaikan di hati Alisha, ia tidak akan melakukan hal itu. Terlebih Adrian adalah suaminya.
Seseorang yang tiba-tiba mengetuk kaca jendela membuat Alisha terkejut. Pria dengan topi kupluk menutupi hampir seluruh wajah. Kecuali mata–yang mengenakan kacamata, dan hidungnya yang mengeluarkan uap dingin. Bagian dagu hingga leher tertutupi syal.
Alisha memang mengunci kendaraannya tadi, saat Adrian meninggalkannya. Dan pria itu sudah kembali.
"Ini, minum. Mumpung masih panas." Adrian menyodorkan segelas minuman hangat untuk Alisha.
"Apa ini?" Alisha mengendus, untuk mengetahui aromanya. Bandrek. Diicipnya minuman panas itu. Rasa jahenya begitu terasa. Menghangatkan tubuh dan menghilangkan mual.
Adrian tertawa kecil. "Pelan-pelan, Al."
Alisha ikut tertawa. Tidak mengira Alisha bisa begitu menyukai bandrek panas yang dibawakan oleh Adrian. Biasanya Alisha akan menunggu minuman itu, setidaknya sedikit adem, baru kemudian meminumnya perlahan.
Dinginnya udara Puncak di malam hari, dan rasa mual yang sebelumnya dirasa Alisha, membuatnya bisa mengabaikan rasa panas itu. Malah terasa hangat.
"Kamu keluar lama, buat beliin aku ini?" tanya Alisha, sedikit merasa terharu dengan perhatian suaminya. Ternyata Adrian tidak seburuk itu.
"Aku beli ini juga." Adrian mengeluarkan dua jagung bakar berukuran jumbo.
Masih panas. Sepertinya dibakar dadakan. Mungkin ini yang membuat Adrian pergi lumayan lama tadi.
Alisha menerima jagung bakar itu dan meletakkan gelas berisi bandrek di dashboard mobil–ada tempat khusus untuk menaruh gelas.
Mereka berdua menikmati jagung bakar yang rasanya gurih. Matang pas di segala sisi.
"Aku selalu mengkhayal, kapan bisa makan jagung enak di Puncak." Adrian berucap mengisi keheningan, kecuali suara-suara jagung yang digigit oleh keduanya.
"Mengkhayal? Kamu suka ngekhayal juga?" Alisha mencoba terdengar tertarik. Adrain mengangguk, sambil menggigit jagung bakar miliknya.
"Berkhayal makan jagung bakar dengan seorang wanita cantik." Adrian tersenyum dan menampakkan deretan gigi serinya yang terlihat hitam karena jagung bakar. Membuat Alisha tertawa.
"Terus udah kesampaian makan jagung bakar sama wanita cantik?" Alisha menahan tawanya meledak.
"Udah, dong. Kamu wanita cantik itu," jujur Adrian, sambil masih menikmati jagung bakarnya.
"Gombal kamu, Ian." Alisha rasanya benar-benar akan meledak tawanya. Ditahannya dengan menutup mulutnya.
"Apa ada yang lucu?" Adrian menghentikan makannya, yang tinggal setengahnya lagi.
Alisha tidak tahan, semakin memperhatikan gigi-gigi seri Adrian, semakin keras tawa Alisha. Seakan itu hal yang sangat lucu. Atau memang itu tujuan Adrian, membeli jagung bakar. Dan membiarkan gigi-giginya menghitam. Agar terlihat lucu di depan Alisha.
"Gigimu, Ian." Alisha menunjuk deretan gigi serinya sendiri, setelah tawanya mereda.
Adrian memperhatikan gigi-giginya di dalam kaca spion depan mobil. Dan ikut tertawa.
"Kau menertawakan aku, Al. Coba, kau lihat sendiri gigimu." Adrian menunjuk giginya.
Alisha tentu saja langsung melihat deretan gigi serinya dari balik cermin yang ada di sun visor. Ia pun menertawakan dirinya sendiri. Mengambil selembar tisu untuk membersihkan gigi-giginya.
"Habiskan minumanmu, kita jalan lagi setelah ini."
Alisha meminum bandreknya hingga tinggal setengah. "Aku kenyang." Menyodorkan gelas berisi bandrek yang tinggal setengah kepada Adrian.
Adrian langsung menghabiskan sisa bandrek itu hingga tidak bersisa. Membuat Alisha terpana.
"Kenapa?" tanya Adrian.
"Itu, kan, bekas aku. Kamu gak geli atau jijik, gitu?"
"Kenapa harus begitu? Mencium kamu aja aku gak keberatan, kok." Adrian menjawab dengan santai, kemudian keluar dari dalam mobil, membawa gelas yang sudah kosong.
Alisha di dalam mobil hanya diam. Bingung harus menjawab apa. Mereka memang pernah berciuman. Dan itu memang tidak terasa menggelikan, atau menjijikan.
Mengingat ini, Alisha menjadi merona. Teringat bagaimana rasanya berciuman pertama kali. Tetapi bukan dengan Adrian. Rasanya saat itu, sedikit aneh. Dan situasinya juga tidak tepat. Tanpa sengaja Hilman telah mengambil ciuman pertamanya. Yang membuatnya masuk rumah sakit. Tulang hidung Hilman patah, akibat serangan Alisha.
Adrian kembali setelah lima menit. Kepulan uap dingin menunjukkan betapa dinginnya di luar, meski Adrian mengenakan jaket yang cukup tebal.
"Sebaiknya kau minum ini. Agar tidak mual lagi di jalan." Adrian menyodorkan obat anti mabuk perjalanan.
"Nggak. Aku gak mau minum." Alisha menolak obat anti mabuk perjalanan itu, karena tahu efeknya, Alisha akan tertidur sepanjang jalan. Dan Alisha tidak ingin tidur selama perjalanan.