Adelia mengambil tempat persis di tengah-tengah Malik dan Lisa. Ia dengan gemas mencubit kedua sahabatnya itu.
"Awww Adellll!!! Sakittt tauuuu", pekik Malik dan Lisa secara bersamaan.
"Bodo amat! Malikkkkk! Kenapaaaa Bastian ada disini? Siapa yang ngasih tau diantara kalian berdua hah? Ngakuuu!", bisik Adelia kepada Malik dan Lisa. Kedua sahabatnya saling berpandangan, seakan-akan mencoba untuk menyamakan jawaban. Bastian yang sudah pasti mendengar bisikan itu, tetap santai menggoyang-goyangkan kakinya sambil menonton TV. Tapi sebenarnya di dalam hati, ia penasaran dengan percakapan genk lenong ini.
"Mobil Malik mogok, katanyaaaa", jawab Lisa santai sambil berjalan ke arah jendela. Ia menghirup udara, seakan-akan ia bisa menghirup Margaret river. Padahal pintu balkon belum juga terbuka. Bisa dibayangkan udara diluar pasti masih dingin. Adelia kembali mencubit Malik.
"Ah kemaren masih baik-baik aja kok", kata Adelia curiga.
"Katanya begitu, makanya aku langsung dateng", jawab Bastian. Adelia mendengus. Siapa juga yang bertanya sama dia?
"Eh by the way Lik, Lo tidur dimana tadi malam?" Tanya Adelia.
"Ya di sofa laahhh demi memberikan privasi paripurna untuk sang pengantin baru cieeee hihihi", balas Malik kocak.
"Lo kok gak tidur dikamar?", tanya Adelia.
"Udah gilak kali lo. Bisa-bisa Lisa gak selamat ama gue. Gini-gini gue juga laki-laki Del, belum tentu bisa menahan hawa napsu deket daging gratisan", komentar asal Malik sambil menarik-narik tubuh gempalnya.
"Ahhh aku sendiri yang bilang, tak napsu kau sama kami. Satu dah kawin, satu dah gilak! Mau juganya kau sama yang udah gilak ini haaaaa!", kilah Lisa mengajak Malik berantem.
"Gilak-gilak kan tetep perempuan hahahahha. Sarapan yookkkkk", jawab Malik dengan nada ejekan ke arah Lisa. Kontan saja gadis itu mengambil salah satu bantal di sofa dan membenamkannya di wajah pria setengah Arab tersebut.
-------------------
Mereka sekarang sedang duduk di restoran tempat penginapan. Sarapan ala barat yang simpel terjadi. Hanya sandwich, keju, sosis, telur, susu, kopi dan teh. Lisa dan Malik makan begitu lahap. Dihadapan mereka, sang pengantin baru makan dengan begitu malu-malu. Untung saja baju Adelia sudah selesai di cuci kering setrika oleh pihak penginapan.
Bastian mengoles 2 buah roti dengan butter, dan menuangkan sedikit madu di atasnya. Ia telah menyeduh sebuah the produk lokal di sebuah gelas kecil. Adelia meliriknya. Hemmm tumben Bastian meminum teh.
"Lik, Lik, coba kau jawab dulu pertanyaan aku ini. Pasir-pasir apa yang rasanya enak?", tanya Lisa. Adelia dan Malik melengos malas mendengar salah satu tebakan-tebakan receh Lisa. Mungkin sepanjang perjalanan, sudah ratusan pertanyaan-pertanyaan seperti itu di lontarkan, tapi anehnya tidak satupun yang bisa dijawab Adelia dan Malik.
"Ogah gue jawab, pasti jawabannya ngawurrrr", jawab Malik.
"Ahhh kau bilang pintarnya kauuu, masak jawab gitu aja gak bisa. Nah coba dulu abang Tian yang jawab. Coba bang, pasir apa yang paling enak dimakan?", tanya Lisa penuh harap sambil menatap Bastian. Cowok itu melirik ke arah Malik dan Adelia, berusaha untuk meminta petunjuk.
"Ehhmm apa ya…pisang pasir?", tanya Bastian.
"Tennooottt! Salah. Yang bener adalah…sandwich! Bwahahahaah", gelak Lisa yang membuat Malik dan Adelia membenamkan wajah mereka ke meja makan. Bastian tidak kuasa menahan senyumnya. Ia menepuk lembut pundak Adelia agar bangun dari "pingsan pura-puranya" dan mulai sarapan.
"Ayo Del, kamu makan dulu nih. Kamu harus ngilangin efek alkohol biar kamu gak mual. Minum teh dulu nih. Mungkin ini bukan mereka kesukaan kamu, tapi ini bisa bikin perut kamu hangat", jelas Bastian lagi.
"Ah ciyyeee romantis amat yahhh", kata Malik dengan muka yang paling jahil yang pernah dilihat Adelia. Cewek itu melotot menatap sahabat cowoknya itu.
"Iya Lik, macam nyamuk kita disini. Apa pindah meja aja kita?", tanya Lisa ikut mengomentari.
"Awas aja!", ancam Adelia. Ia memandang Lisa, Malik, namun ia juga tidak bisa mengalihkan pandangannya ke roti bikinan Bastian yang lengkap dengan teh yang aromanya langsung menggoda Adelia. Dasar cewek gampangan, di sogok sama makanan dan teh wangi aja, Adelia langsung merapat ke Bastian.
"Bener kata si Marvin. Ngeliat Adelia ama Bastian, rasanya pengen cepet-cepet kawin yaaaa", komentar Malik lagi. Bastian langsung terkekeh-kekeh dan ia mengambil gelas berisi kopi dan meminumnya pelan.
"Ah kau maunya kawin atau nikah Lik, beda itu! Udah lah Lik, kita tumpatkan aja telinga kita nih, biar gak apa kali kita", kata Lisa sambil mengoles rotinya dengan butter dan melipatnya setelah memasukkan selembar daging asap iris ke dalamnya.
"Tumpat? Apa itu?", tanya Malik bingung sambil memasukkan potongan sandwich besar ke mulutnya.
"Itu lohhh tak usah kau dengar-dengar kali biar gak apa kita", jelas Lisa, yang justu membuat pernyataannya menjadi lebih tidak jelas.
"Maksud lisa tuh disumbat gitu loh Lik, telinga lo lo pada di tutup supaya gak apa kali. Nah gue bingung tuh apa maksud si Lisa dengan apa kali", jelas Adelia. Malik mengangguk-angguk sambil memasang tampang bengis.
"Ya kaaann ya kaaannn gue kira gue sendiri yang tulalit dengerin si Lisa ngomong. Kalau tersumbat mah gue paham Lis, secara setaon ini gue kerjaan cleaning service, paham gue sumbat-sumbat toilet!!", pekik Malik.
"Gue lagi makan, Bhammmbhaaanng, jangan ngomongin toilettt", hardik Adelia.
"Lah lo juga si Lis tumpat, tumpat, mana ngerti gue. Ngomong tuh jangan kajol donk. Kagak Jolas. Roaming gue", dengus Malik sambil memamerkan bibirnya yang keriting kea rah Lisa.
"Apa itu roaming?", tanya Lisa. Adelia, Malik kontan memasang tampang malas, sementara Bastian tampak menutup bibirnya dengan punggung tangannya dan mencoba untuk tidak tertawa.
"Udah setaon lebih tinggal di luar negeri, lo ga tau apa itu roaming? Gini loh Lis, Lo kalo punya nomer hape Indonesia, sampe sini, kalo ada yang telfon gak lo angkat kan? Karena roaming makkkkk, roaming. Mahal banget biayanya kalo lo angkat. Makanya orang nelpon tuh pake nomer Australi kita. Betol kan Del?", Malik meminta persetujuan dari Adelia. Istri Bastian itu hanya mengangguk-angguk malas. Terlalu pagi untuk memulai pertikaian tak penting dengan kedua sahabatnya itu. Sebaliknya, Bastian cukup menikmatinya.
"Isshh, kenapa memangnya? Miskin kali kelen. Macam aku lah, punya hape tu dua. Satu nomor Indonesia, satu nomor Australia! Jadi bapakku kalo mau telp, ya ke nomor Indonesiaku lah. Kan mahal kalo dia harus nelpon aku pake nomer Australi!", protes Lisa sambil menunjukkan kedua ponsel yang dimilikinya. Malik langsung menepok jidatnya.
"Coba gua tanya sekarang ya Lis, berapa bokap lo bayar untuk nomer Indonesia lo ituuuu?! Ngapain juga bokap lo iseng nelp pake nomor Indonesia. Kan sekarang bisa telfon pake Whatsupp, pake quota kagak pake pulsa. Ngapain lo punya 2 hape?", tanya Malik emosi.
"Hemm standarlah, sejuta kek nya. Suka-sukaku lah mau punya 2 hape, mau telfon pake telegram, angek kali kau", jawab Lisa enteng. Malik kembali menepok jidatnya, di susul oleh tawa mengikik dari Bastian dan Adelia.
"Ah serahlah Lis, lelah gue ngeladenin lo", kata Malik sambil berpura-pura marah.
"Apa itu angek?", tanya Adelia bingung. Tapi tidak ada yang mau menjelaskan kepada Adelia. Ya sudah.
"Ah kok meradang kau. Macam kompor meledak kau Lik, baek-baek kok aku jelasin", balas Malik.
"Lah lo juga yang sewooott mamakkkk. Lo sebenarnya ngajak joke atau ngajak berantem sihhhh pagi-pagiiii aaahhh sebel guwwwweeeehh", kata Malik dengan gaya bicara seperti seorang ibu-ibu bawel. Ia mengangkat cangkir kopinya dengan jari kelingking yang dibuat selentik mungkin, seakan-akan mereka sedang duduk dalam kegiatn "high tea".
Lisa dan Adelia tidak tahan untuk tidak menyengir, tapi tentu saja suasana seperti ini sudah jamak bagi mereka bertiga. Beginilah cara mereka saling mencintai. Pertikaian demi pertikaian mereka mewarnai hari-hari yang berat di Perth. Bastian menatap mereka bertiga dengan penuh rasa iri. Sungguh ingin rasanya ia menjadi bagian dari kelompok ini.
Suasana di meja sarapan begitu riuh dan ringan. Adu mulut tidak penting Lisa dan Malik, Lisa dengan logat Medannya, Adelia dengan suara tawa keringnya, mampu membuat pagi mereka begitu hangat. Dengan porsi yang tidak begitu banyak, semua orang akhirnya sudah menghabiskan makanan mereka. Mereka Cuma perlu menghabiskan teh atau kopi di gelas mereka. Didalam hati, Bastian sedikit kecewa karena kemesraan mereka berempat akan segera berakhir.
--------------------
"Del, si Bastian tadi udah check-out villa kita. Tapi kita masih punya waktu sampe jam 12 siang. Kita bisa lihat-lihat lagi di perkebunan anggur ini nih. Adelia katanya mau beli sekerat Anggur tuh Tian!", komentar Malik membuka pembicaraan. Adelia tersenyum kalem, apalagi setelah ia memergoki Bastian menatapnya tajam sambil menggeleng-geleng kepalanya dengan slow motion. Saat ini mereka sedang berdiri di halaman Villa. Sepertinya Malik dan Lisa sudah siap untuk pergi dari tempat itu, karena memang tidak ada yang perlu disiapkan.
"Ok, mobil lo gimana?", tanya Bastian kepada Malik.
"Tadi uda gue cek. Sukurnya udah bisa sekarang hehehehe", jawab Malik sambil memancing Lisa untuk ikut tersenyum.
"Huuuuu emang lo bohong kannnnn", hardik Adelia. Malik dan Lisa memasang muka menantang ke arah Adelia dan menggeleng-gelengkan kepalanya. Wajah mereka seakan ingin berkata "Iya iya kalo bohong emangnya napaaaaa?".
"Ya udah, gue ama Adelia disini dulu. Kalo lo ama Lisa mau pulang duluan, gak apa-apa kok", kata Bastian. Malik dan Lisa saling berpandangan penuh arti dan mengangguk-angguk kencang. Lisa langsung memasang kedua jempolnya ke arah Bastian dan Adelia.
"Take your time newlywed (silahkan santai-santai saja pengantin baru)", komentar Lisa dengan wajah nakal. Ia mengedipkan sebelah matanya ke arah Adelia dan melompat-lompat kecil sambil menekukkan kedua kakinya seakan-akan ia adalah anggota JKT 48. Kontan sahabatnya itu nyegir melihat tingkah Lisa.
"Ogaahh ogah gue pulang pisah-pisah gini! Kita pergi bersama, kita harus pulang bersama", komentar Adelia sambil menunjuk Malik dan Lisa. Ia kemudian menatap Bastian dengan penuh kekesalan. Bastian terdiam beberapa detik, kemudian mengambil HP miliknya. Ia menggeser-geser layar itu, dan kemudian menunjukkan sesuatu kepada Adelia.
Sebuah foto Adelia yang terkapar di lantai penginapan dalam keadaan super berantakan. Gaunnya kusut dan tersingkap, rambutnya menekuk ke segala arah, wajahnya yang tampat tertidur, tapi mulutnya setengah terbuka! Sebuah foto aib yang sangat memalukan. Malik terperanjat sampai ia menutup mulutnya.
"Wakakakak foto tadi malam yaaakkk hahahahaha good move Bastian (kerjaan bagus Bastian)!", gelak Malik sambil salah satu tangannya memegang perutnya yang berguncang, dan satu tangannya memberikan sebuah jempol.
"TIANNNN!!", pekik Adelia sambil berusaha merampas HP milik suaminya itu.
"Kalo kamu gak nurut, foto ini akan aku kirimkan ke mama Cecilia. Kamu gak mau kan mereka tiba-tiba dateng kesini?", tanya Bastian dengan senyum tipis tapi mengancam. Adelia panik, dan pandangannya ia edarkan ke Malik dan Lisa. Tentu saja kedua sahabatnya itu sudah tertawa terpingkal-pingkal. Dasar pasangan aneh!
"Lo bilang makasi ama Lisa, repot banget tadi malam loh gantiin baju elo. Untung Lisa belon begitu mabok, jadi bisa ngurusin elo. Bayi banget elo tadi malam Maimunaaahhh. Sungguh dirimu merepotkan!", pekik Malik yang disambut oleh anggukan Lisa. Gadis itu menyodorkan jari telunjuk dan jempolnya, seakan-akan sedang menembak Adelia dengan tangannya.
"That's rite beybeeehh (benar begitu, sayang)", balas Lisa.
"Whaattt! Jadi elo Lis, yang gantiin baju gue? Serius?!", tanya Adelia terkejut. Malik dan Adelia langsung saling berpandangan. Sedetik kemudian, sebuah senyuman super nakal tersungging di wajah mereka.
"Ah cieeee jadi lo ngarepin pak suami yang gantiin yah hahahahaha", komentar Malik sambil menunjuk Bastian dengan batang hidungnya. Suami Adelia itu salah tingkah dan mengalihkan pandangannya ke arah lain, menjauhi tatapan Adelia. Ketauan bohong deh.
"Ah siaaapp, tenang aja bang, masih banyak kesempatan untuk mandi berdua nanti kalian, ahahahahah", komentar Lisa yang akhirnya di sambut dengan tatapan tajam Adelia. Gadis itu memperagakan tangannya dengan posisi datar, bergeser pelan di sekitar lehernya, seakan-akan ingin memenggal. Tatapan itu seakan-akan ingin berkata, "kalian mau di penggal?".
"Eh by the way Tian thanks loh udah bayar penginapan kita nih. Apa jadinya kalo enggak ada elo. Bisa-bisa kita di seret ke Margaret river trus hanyut sampe Eropa", komentar Malik
"Ehhh apaan sih Tian! Gue udah mau bayar kok biaya nginep kita disini. Lo ngapain ikut campurrrr. Lo pikir gue gak bisa bayarrr???", protes Adelia sambil berkacak pinggang menatap Bastian.
"Ahhhh tak mau kami Del. Macam mana kalo tiba-tiba kartu hitam kau itu gak bisa dipake macam di pom bensin itu? Mana ada uang kita lagi. Udah kau pinjam 100 dollar ya kemaren dari si Malik. Ya kan Lik?", Lisa meminta dukungan dari Malik.
"Ho ohhh bener banget! Untung tadi udah diganti tuh ama pak Suami. Makasii paaaaakkk. Eh by the way Tadi lu bayar hotel pake duit kan Bas?", tanya Malik. Bastian berdiri kalem sambil melipat tangannya di dada.
"Kartu kredit. Kartu kredit papanya Adelia…", jawab Bastian santai sambil menyibakkan rambutnya dengan menggoyangkan kepalanya ke kanan. Adelia kontan panik.
"Whattt lo pake kartu papa? Issshh kan harusnya gue yang akan bayar pake kartu papa loooooo", pekik Adelia. Tadinya ia ingin mengerjai Bastian, eh ini malah Bastian yang mengerjai Adelia.
"Heemmm memangnya kenapa? Kan mertua gue sendiri yang bilang, pakai aja kartu itu untuk manjain kamu. Udah ngerasa di manjain belum?", tanya Bastian sambil mendekatkan wajahnya ke wajah Adelia. Istrinya itu tidak siap. Dengan panik Adelia menoyor pipi Bastian. Alih-alih membuat suaminya itu jatuh, justu hal tersebut membuat Adelia oleng. Bastian balik sigap menangkap pinggang kecil istrinya.
"Hadeehhh kayaknya mau main lagi part two nih Lis. Cabut kita cabutttttt wakakakaka" Malik tertawa terbahak-bahak sambil kabur ke arah mobilnya diikuti oleh Lisa. Dengan cepat mereka memasuki mobil dan kabur dengan sebuah lambaian tangan kecil. Seperti itu saja ternyata persahabatan mereka. Cih, batin Adelia.
"Malikkkk! Lisaa!! Keterlaluan lu padaaaa!", teriak Adelia. Setelah gema teriakannya berhenti, sebuah keheningn mendera di pekarangan Villa. Adelia melirik ke arah Bastian, eh ternyata cowok itu sudah berjalan pergi meninggalkannya. Lebih tepatnya, berjalan masuk ke dalam villa. Adelia bergidik membayangkan harus berdua dengan suaminya itu di sebuah ruang tertutup.