Erlan pulang dengan wajah tertekuk-tekuk. Seharian ini Manda istrinya susah sekali dihubungi karena Bunda nya benar-benar memonopoli Manda terus. Manda bahkan tidak mengangkat teleponnya, Erlan harus menelpon nomor rumahnya baru bisa ngobrol sama Manda dan sekarang Manda tidak menyambutnya pulang.
Bunda yang ngelarang Manda masak, seharian ini coba membuat ini dan itu. Bunda yang ngelarang Manda jalan-jalan jauh lihat dari siang mereka keliling mall untung Bunda nya itu hanya jalan-jalan sebentar. Erlan yang menerima laporan dari Bik Surti hanya bisa geleng-geleng kepala. Emang seharusnya dia punya rumah sendiri deh.
"Assalamu'alaikum.."
"Waalaikumsalam... "
Manda menengok ke arah pintu utama, tanpa melepas apronnya iya menuju Erlan mencium tangan Erlan. Manda meringis dihadapan Erlan, wajah suaminya sama seperti kemarin, ini juga pasti sama karena apa. "Maaf ya gak lihat jam, gak tahu kalau udah waktunya kamu pulang," ucap Manda.
"Hmm..." dehem Erlan lalu mencium kening Manda. "Aku naik dulu ya, mau langsung mandi aja."
Manda melihat Erlan yang berjalan lesu menaiki tangga. Ia jadi tak enak hati, Erlan capek-capek kerja malah dirinya tak bisa menyenangkan Erlan. Kok Manda jadi emosional gini yah, sedih deh lihat Erlan.
Manda menuju dapur, Bunda sedang di kamar dengan papanya sedangkan Manda harus mengangkat kue bikinan Manda dan Bunda tadi. Dengan di bantu Bik Surti akhirnya Manda sudah siap menata kue di meja makan. "Cobain Bik, sekalian tolong bawain buat Papa sama Bunda. Manda naik ke kamar dulu."
Manda membuka pintu kamar setelah berhasil naik tangga yang membuatnya capek. "Lan.. Erlan... "
Manda memanggil Erlan tapi laki-laki itu tak kunjung menjawab. Manda menuju kamar mandi tapi tak ada suara gemericik air. Ia menuju walk in closet, betapa kagetnya dia ketika melihat suaminya tertidur di atas sofa dengan satu kaki di atas sofa dan satu kaki lagi menjuntai ke bawah. Erlan hanya menggunakan celana kain hitam yang tadi ia pakai kerja dan ikat pinggang yang terbuka.
Manda mendekati Erlan mendengar dengkuran halus dari mulut Erlan. "Maaf ya Lan kamu sampai capek kayak gini," kata Manda sambil jongkok di dekat dan menghadap Erlan.
Cup....
Manda mencium dahi Erlan lalu membetulkan posisi Erlan agar lebih nyaman. Ia tak mungkin kuat mengangkat tubuh Erlan untuk memindahkan ke kasur.
Manda mengambil baju, ia akan mandi dan membatalkan saja niatannya untuk ke rumah Ayahnya, besok saja ketika hari minggu. Walau ia sangat rindu Ayahnya tapi tak apa, Erlan sedang kelelahan.
. . . . .
Manda duduk diatas ranjang sambil memakan kue yang tadi ia bikin bersama ibu mertuanya. Manda seperti biasa melihat kartun yang selalu menemani hari-harinya. Apalagi kalau bukan, Upin dan Ipin inilah dia... Kembar seiras itu biasa...
Tiba-tiba ponsel Manda bergetar, sebuh notifikasi pesan masuk. Manda berusaha meraih ponselnya sambil matanya tetap melihat ke animasi itu.
(Iya, ini Permana Lolipop, Kamu apa kabar? boleh kita ketemu? Sudah lama kita tak berjumpa)~ Permana.
Manda menimbang-nimbang kalau ia bertemu dengan Permana temannya apakah Erlan membolehkan ya? balas apa dulu ya?
(Baik, kakak apa kabar?) ~Manda
(Boleh, nanti aku kabarin lagi ya.) ~ Manda.
(Baik kok, lebih baik dari pada dulu. Oh oke, aku tunggu kabarnya ya Man.) ~Permana.
Manda menyimpan ponselnya kembali apa. "Bener gak ya aku balas kayak gitu? Ish tau lah," ucap Manda pada dirinya sendiri.
Manda melanjutkan menontonnya, sepertinya ia harus membujuk Erlan untuk menambah televisi di kamar. Eh kenapa sekarang dia lebih gampang boros, gak gak gak Manda gak boleh boros, pikirnya.
"Man."
"Hmm?"
Manda menengok ke samping, Erlan sedang berjalan gontai lalu menjatuhkan tubuhnya di kasur dan meletakkan kepalanya di paha Manda. Tangan Manda mengelus rambut Erlan, ah tangan Manda selalu reflek begini. Jika di dekat Erlan tangannya sangat gemas ingin rasanya mengelus rambut itu.
"Maaf ketiduran, masih sore nih buat ke rumah ayah. Sekarang aja yok," ucap Erlan setelah menguap lebar.
"Kamu capek, besok aja hari minggu."
"Gak papa ayo," ajak Erlan sekali lagi. "Aku gak capek, ayo ke ayah."
Manda menghela nafasnya, "Ya udah kamu mandi dulu. Aku ambilin bajunya."
Erlan bangun dari rebahannya lalu menuju kamar mandi. Manda bersiap-siap sekaligus mengambil baju untuk Erlan. Ia senang sekali rindunya dengan ayahnya aka terbalaskan. Erlan sangat baik sekali.
Selama di perjalanan Erlan dan Manda banyak bercerita, tepatnya Manda yang banyak berbicara. Ia menceritakan pada Erlan bagaimana ia dan mertuanya seharian ini. Sayangnya Bunda melarang untuk membeli baju untuk bayi dulu, katanya pamali beli baju bayi sebelum tujuh bulan. Tapi tak apa Manda sudah puas dengan hanya melihat baju bayi.
Manda juga menceritakan bagaimana Bunda menceritakan Erlan yang bandel dari kecil sampai sekarang. Yang hobinya gak pulang ke rumah kayak bang toyib. Dan kalau ketemu papanya hobinya berantem mulu, ada aja yang bikin berantem padahal jarang ketemu.
Erlan hanya mengangguk-anggukan kepalanya saja kadang juga menanggapi cerita Manda. Sampai di rumah Ayah Manda, Manda terlihat happy banget.
"Toko kalau tutup jam berapa sih Yang?" tanya Erlan sambil memarkirkan mobil di samping rumah Manda.
"Jam delapan malam baru tutup, kadang kalau ayah masih semangat jam sepuluh malam juga masih buka, kalau sekarang udah engga mungkin deh, bisa kena omel Bude Yani nanti."
Erlan menarik rem tangan mobilnya sambil tertawa kecil mendengar jawaban Manda. Ternyata mertuanya bisa juga seperti itu. Manda dan Erlan keluar dari mobil dan menuju rumah Manda.
Manda menaiki tangga rumahnya yang naudzubillah banyaknya. Manda menyesal pernah meminta rumah dan tokonya di jadikan satu. Hamil itu emang gampang capek ya Bund.
"Assalamu'alaikum Ayah..."
Senyum Manda langsung luntur langkah kakinya berhenti membuat Erlan yang berada di belakang Manda juga ikut berhenti. Manda menatap lekat dan tajam satu manusia yang ada di ruang tamu bersama Ayahnya.
"Ngapain Anda ke sini?" tanya Manda dengan nada sinis dan formal. Erlan hanya menatap bingung dengan apa yang terjadi, ia tak tahu menahu, dan ini pertama kalinya ia melihat istrinya sangat galak seperti sekarang.
"Manda? kamu jadi ke sini?" tanya Ayahnya kaget. Manda tersenyum sinis. "Jadi kalau Manda gak jadi ke sini Ayah bakal deket deket sama itu orang."
"Buat apasih Anda ke sini? Ha?!! Pergi sana!" ucap Manda. Erlan semakin kaget mendengar intonasi Manda yang sangat tajam itu. Manda yang ia kenal sangat sopan, dia tahu tata krama juga, kenapa sekarang begini.
Perempuan yang menjadi sasaran mata tajam Manda akhirnya berdiri dan pamit kepada Ayahnya Manda. "Mas, aku pamit dulu, makasih buat bantuannya."
Manda menatap sinis wanita itu di setiap pergerakan wanita itu lakukan. Erlan bergeser ketika wanita itu hendak lewat, beda hal dengan Manda yang justru diam di tempat dan menatap semakin tajam. "Jangan pernah temui Ayah saya lagi," ucap tajam Manda tepat saat wanita itu disampingnya dan Erlan mendengar itu.
Perempuan itu hanya bisa menghela nafasnya. Dan yang Erlan tangkap adalah sebuah ekspresi sedih dan pasrah. Sebenarnya apa yang terjadi di sini.
Manda berjalan menuju Ayahnya dengan pandangan yang kurang bersahabat. Posisinya saat ini dia dan ayahnya di halangi oleh sofa. "Kenapa Ayah ijinin orang itu ke sini?" tanya Manda.
"Manda ini gak seperti yang kamu pikirkan Nak."
"Sama atau engganya dengan yang Aku pikirkan, Manda tetap gak suka Ayah ketemu sama orang itu!!" jawab Manda dengan nada tingginya. Erlan kembali dibuat kaget, selama dengan Manda, Manda tak pernah berbicara dengan nada tinggi dengan Ayahnya.
"Pokoknya Manda gak suka lihat orang itu ada di dekat Ayah titik!!"
"Manda, gak sopan," kata Erlan ketika Manda kembali mengeluarkan bentakan lagi. Manda mengabaikan Erlan ia memilih pergi menuju bilik kamar dan menutup pintu dengan kencang.
"Maaf Yah, eh biar Erlan aja yang ngomong ke Manda." Erlan hendak menuju kamar yang tadi dimasuki Manda tapi Ayah menghentikan Erlan.
"Jangan dulu Lan. Manda gak bakal mau bukain pintu kecuali dia sendiri yang buka. Kita tunggu aja."
Ayah meminta Erlan untuk duduk di depannya. Erlan dengan sedikit ragu duduk di sana. Ini pertama kalinya ia duduk berhadapan dan hanya berdua dengan Ayahnya Manda. Ditambah suasana dan kejadian yang seperti ini membuatnya ragu sekaligus sungkan.
Ayah dan Erlan saling diam dan tak menatap satu sama lain. Dipikiran Erlan sekarang banyak sekali tanda tanya, tapi ia sadar tak baik untuk mencampuri urusan walaupun Ayahnya Manda juga Ayahnya.
"Saya tahu kamu pasti penasaran," ucap tiba-tiba Ayah tanpa menatap Erlan. Erlan yang mendengar langsung menaikan pandangannya ke mata sang mertua.
"Semua yang terlihat tak selalu menjadi yang sebenarnya. Dan itu terjadi di keluarga Saya."