Manda menggerakkan kepalanya ke kanan dan ke kiri ketika sinar matahari menusuk matanya begitu dalam. Manda mencoba menggerakkan kepalanya kembali mencari tempat yang dapat menghalangi sinar matahari itu.
Tangan Manda hendak ia angkat untuk menghalangi sinar matahari pada matanya, tapi tangannya tertahan oleh tangan lainnya dibawah sana. Manda mengerutkan dahinya, ia lalu membuka matanya, melihat ke arah bawah.
Selimut yang ia gunakan menyembul besar pada bagian bawah. Manda menarik selimut kasur ini karena tubuh bagian atasnya yang hampir terlihat. "Masa perut aku membesar sebesar ini dalam satu malam?" tanya heran Manda.
Manda membuka sedikit selimutnya, mengintip sesuatu didalam sana. Manda langsung melongo melihat Erlan yang tidur sambil memeluk perutnya, kaki Erlan bahkan menindih kedua kaki Manda. Mulut, hidung, dan dahinya menempel di perut Manda. Deru nafas Erlan pun sangat terasa. Astaga, Manda geleng-geleng melihat tingkah Erlan.
Manda menarik sedikit kepala Erlan agar lebih nyaman untuk bernafas. Tapi Erlan langsung menarik kembali kepalanya dan memeluk kembali perut Manda dengan posisi semula. "Mmm...."
Manda menahan tawanya ketika melihat Erlan yang menggeliat sedangkan mulutnya berguman menggerutu dan matanya masih terpejam erat.
Manda ingin membiarkan Erlan seperti ini tapi lama kelamaan ia merasa sedikit risih. Karena tubuh Manda dan Erlan yang sama-sama tak terlapisi apapun sedangkan saat ini kulit mereka benar-benar bersentuhan.
Manda memilih untuk memundurkan tubuhnya dengan sangat pelan dan hati-hati. Tapi Erlan yang merasa Manda menjauh dengan cepat bergerak bergeser dan kembali memeluk Manda. "Mmm..."
Manda berdecak, "Mas... Mas bangun Mas.." Erlan justru tak bergeming seakan telinganya ikut tertidur. Manda kembali menggeserkan tubuhnya kembali. "Mmmm....!" gumam Erlan kembali.
Manda menggoncang tubuh Erlan pelan. "Mas... bangun Mas," ucap Manda sambil menyibakkan rambut Manda. Menyisiri rambut surai Erlan yang sudah lebih panjang ini.
"Heemm.." Erlan mengangguk tapi tubuh Erlan justru semakin merapat ke tubuhnya dan matanya tak segera membuka. Manda berdecak kembali ketika merasakan nafas Erlan yang menjadi lebih tenang.
"Astaga, ngangguk tapi molor lagi." Manda menarik sudut bibir ketika menemukan sebuh ide yang mampu membangunkan Erlan.
"Mass... apa ini Mas!! ASTAGA Mas bangun Mas!" Erlan langsung melepaskan pelukannya lalu menaikkan tubuhnya setelah mendengarkan teriakan Manda.
Duk...
Kepala Erlan terbentur kuat oleh kepala ranjang kasur. Karena Erlan yang menaikkan tubuhnya untuk menembus selimut terlalu kencang dan full power.
"Ini ada apa Mas!" teriak Manda sambil menahan tawanya yang melihat Erlan menghantam kepala ranjang.
Erlan mengelus kepalanya yang sangat sakit dan berdenyut ini. Erlan membuka matanya dengan ringisan di mulutnya. "Ada apa Yang? Yang dimana? " tanya Erlan dengan suara serak khas bangun tidur dengan tangan kanan yang masih mengelus kepalanya.
Manda menahan tawanya ia dengan pelan turun dari kasur dengan handuk kimono yang sudah dapat ia raih lalu menuju kamar mandi meninggalkan Erlan yang kebingungan mencari tipuan Manda.
"Coba cek kolong Mas," ucap Manda sebelum benar-benar masuk ke dalam kamar mandi. Erlan dengan polosnya mengecek kolong kasur.
"Ada apa sih Yang?" tanya Erlan sambil melihat ke kanan dan ke kiri kolong kasur. "Ada kamu disitu!" teriak Manda dari dalam kamar mandi.
Erlan mengangkat kepalanya, melihat Manda yang sudah tak ada lagi di kasur dan suara shower yang menyala. "Aishh! dikerjain Gue," desis Erlan.
Erlan bersandar di kepala ranjang sambil mengelus kepalanya. Sedangkan Manda sedang tertawa puas di dalam kamar mandi.
.
.
.
.
Manda sudah rapi dengan dress panjang dengan bahu yang terpampang. Erlan juga sudah siap, pria itu mengenakan baju putih polos dan celana pendek berwarna coklat tua.
"Mas, nanti sarapan di bawah aja ya," ucap Manda pada Erlan yang sedang mengecek sesuatu di dalam ponselnya dengan bersandar di sofa ruang tamu. "Hmm.."
Manda tertawa, pria itu marah setelah kejadian itu. Manda berjalan menghampiri Erlan sambil menjepit setengah rambutnya dengan jepitan rambut. Ia lalu mendekat di tubuh Erlan.
"Mas... maaf," ucap Manda dengan nada manja dan memelasnya. "Hmm..." Manda menghela nafasnya tapi ia tak kehilangan akal.
Manda memeluk Erlan dari samping tapi karena respon Erlan masih sama. Manda memegang wajah Erlan lalu membuat wajah Erlan menatapnya. "Mass.. aku minta maaf ya, Manda minta ya Mas," ucap Manda dengan senyuman cerahnya.
Tapi di dalam hatinya Manda sedang tertawa, bayangan kejadian tadi masih terngiang-ngiang di otaknya.
Manda mengecup kedua pipi Erlan, "Masih sakit ya Mas?" tanya Manda. "Menurut kamu," jawab Erlan dengan wajah datarnya dan nada ketusnya.
Manda memeluk leher, lalu mengusap kepala Erlan dengan tangan kanannya. "Aku minta maaf ya, abis kamu di bangunin susah sih," ujar Manda. Erlan akhirnya luluh juga, ia membalas pelukan Manda dan bersandar di bahu Manda.
Ting.. Tong..
Suara bel kamar mereka menghentikan kegiatan romantis mereka. "Aku aja yang buka, kamu ambil tas kamu gih," ucap Erlan sambil menarik tubuhnya dalam pelukan Manda dengan setengah tak rela.
Manda mengangguk lalu berdiri, mencari tas kecil miliknya yang ada di ranjang kasur. Erlan memakai alasnya, memasukkan ponselnya dalam kantung celananya lalu berjalan menuju pintu.
"Soraya?!" ucap kaget Erlan melihat Soraya yang berada di pintu kamarnya dengan tersenyum, Erlan memandang Soraya dari atas sampai bawah lalu memutar bola matanya malas.
Soraya datang dengan baju yang kurang bahan dan juga tipis. Mungkin jika di luar hujan dan Soraya lupa membawa payung, Erlan yakin tak ada bedanya dengan Soraya tak memakai baju.
"Pagi Er-"
"Siapa Mas?"
Soraya dengan cepat membuka lebar-lebar pintu kamar hotel Erlan, menampakkan Manda dengan topi pantainya yang berjalan menuju mereka. "Kalian satu kamar!?!" teriak kaget Soraya.
Erlan melipat tangannya ke dada lalu bersender di tembok. Manda mengangguk, "Ah Soraya ya? em ada apa?" tanya Manda.
"Gak gak gak mungkin, Erlan ini masih sandiwara kaliankan?" tanya Soraya pada Erlan dengan tatapan sedih dan tak percayanya.
"Dibilangin juga, Gue ini udah nikah. Gak percaya? butuh Gue lihatin buku nikah kita? atau Lo mau Gue bawa ke KUA buat lihat buktinya?" ucap Erlan. Soraya menggelengkan kepalanya, menutup mulutnya saking tak percaya seorang Erlan menikah.
Manda melihat Soraya yang lari dengan air mata yang keluar dari matanya. Ia lalu menatap Erlan sedangkan yang di tatap mengangkat kedua bahunya acuh.
Erlan merangkul bahu Manda lalu mengajak Manda berjalan dan mengunci pintu kamar hotel. "Mas, tadi Soraya nangis loh," kata Manda sambil berjalan di lorong hotel.
"Ya udah sih, dah ah kita tuh mau jalan-jalan, have fun, gak usah mikirin itu gak penting," ucap Erlan.
"Emang Soraya itu temen apa sih Mas?" tanya Manda. "Aku beneran tanya ya Mas. Gak mungkin kalian cuma rekan bisnis atau temen lama, tapi sampai buat Soraya kayak gitu, kalian pasti ada apa-apa," ujar Manda.
"Eh Yang restoran sini ada satu minuman yang musti kamu coba deh, wedang uwuh. Katanya bagus buat kesehatan," kata Erlan yang justru mengalihkan pembicaraan. Manda menghela nafasnya, "Dasar Mas Suami! ngeles aja kayak bajay!" batin Manda menggerutu suaminya.
Sesampainya mereka di dalam restoran hotel, ternyata mereka mendapat makanan you can all eat. Banyak sekali tawaran makanan dan minuman dari yang berat, ringan, menyehatkan, dalam negeri atau bahkan luar negeri.
Erlan dan Manda memutuskan untuk mencari makanan terlebih dahulu setelah itu mereka akan mencari tempat duduk. Satu nampan berada di tangan Erlan sedangkan Manda memilihkan Erlan dan Manda menu makanan.
Semenjak menikah dan hidup bersama Erlan, Manda mudah sekali menebak selera makan Erlan setiap hari yang kadah sering berubah melebihi swing mood perempuan. Sebenarnya simple seleranya, hanya saja Erlan tak suka jika ia memakan makanan yang sama dengan hari sebelumnya. Kecuali atas paksaan Manda.
Satu porsi sup rumput laut yang terdapat potongan ikan dan daging. Satu porsi spaghetti untuk Erlan, "Mau pakai kejunya?" tanya Manda yang dibalas gelengan oleh Erlan. Mereka mengambil dua gelas air putih, satu gelas air kelapa, dan juga wedang uwuh itu.
Manda dan Erlan segera duduk di meja di pojok ruangan ini, karena hanya tempat itu yang kosong. Erlan mulai menyuapkan spaghetti itu ke dalam mulutnya. Manda mulai menyeduh wedang uwuh karena rasa penasarannya. "Aa..." Erlan mengarahkan gulungan spaghetti yang sudah tergulung di garpu pada Manda.
"Boleh emangnya?" tanya Manda. "Gak papa, kan engga banyak-banyak, ketimbang kamu lihatin makanan aku mulu, ileran nanti anak Aku," ucap Erlan yang tahu Manda menatap lapar makanannya.
"Pak Erlan?" panggil seseorang sambil menepuk pundak Erlan. Manda melihat seorang laki-laki muda dan laki-laki paruh baya berada di belakang Erlan.
Erlan memutar kepalanya melihat siapa gerangan. "Pak Made, Om James," kata Erlan sambil menjabat tangan kedua orang itu. Erlan mempersilahkan kedua pria itu untuk duduk di depan dirinya dan Manda. Manda hanya melemparkan senyuman saja.
"Siapa ini Lan?" tanya Pak Made sambil melirik Manda. Erlan mengembangkan senyumannya membuat kedua pria itu sedikit terpana, karena Erlan jarang pakai banget untuk tersenyum secerah ini. "Ini istri Saya," ucap Erlan dengan bangganya.
Kedua pria itu langsung berhenti berkutik menatap kaget pasangan di depannya itu.