Meili dan maya tengah memijakkan kakinya di lantai perusahaan, ia sudah disambut dengan sindiran tak sedap dari karyawan seperjuangan. Meili hanya menanggapi hinaan mereka dengan sedikit senyuman.
"Gadis lusuh, masih bekerja di sini?" tanya salah satu di antara mereka.
"Meili, Meili coba sekali-sekali ganti baju lusuhmu dengan yang baru hingga kamu ga jadi bahan ejekan mereka," sambung yang lainnya.
"Kalian ini, apa mau kalian?" tanya Maya dengan ketus, ia tak rela jika sahabatnya itu di hina.
"Lihat May, lihat dia. kenyataan kan kalau dia itu gadis lusuh."
"Kalian itu cuma tau namanya, tapi tidak dengan cerita hidupnya. saya pikir kamu gak akan kuat jika menjadi dia." ucap Maya.
"Udah May..." jawab Meili ia tidak ingin sahabatnya itu bertengkar hanya karena dia.
"Tapi...."
"Ada apa ini? pagi-pagi sudah ribut?" tanya atasan mereka dengan nada tinggi sambil membawa secangkir kopi di tangannya.
"Pagi pak, ini pak Meili dia datang ke kantor lagi-lagi dengan baju lusuhnya, ini membuat kami tak nyaman di sini"
"Salah saya apa? baju yang saya pakai bersih kok dan engga menyalahi aturan perusahaan. Lantas apa salahku hingga kalian menghina ku setiap hari."
"Meili, gajimu buat apa sampai kau tak pernah beli baju?" tanya atasannya itu dengan santai, ya walaupun ia begitu kasar kadang-kadang tapi dia orang yang bijak dalam mengambil keputusan.
"hutang budi saya terlalu banyak pak, sampai gaji saya tidak cukup untuk beli baju. saya harus melunasi hutang-hutang saya dan almarhum kedua orang tua saya pak."
"baiklah-baiklah, semua kembali keruangan masing-masing." ucap nya sambil kembali melangkah kan kakinya meninggalkan mereka semua.
"Dasar kau gadis lusuh, membuat kita tertekan saja." ucap salah seorang di antara mereka sebelum akhirnya meninggalkan tempat tersebut.
Meili hanya menanggapi semua itu dengan sebuah senyuman tipis hampir ia tak menyahut kata-kata mereka, karena itu hanya akan menjadi masalah dan perselisihan diantara orang-orang yang tak menyukainya.
Meili duduk di kursi tempatnya bekerja, di dekatnya ada maya yang sedang berusaha untuk menghiburnya. ya walaupun Meili terlihat baik-baik saja mungkin sebenarnya hatinya begitu rapuh.
"Jangan dengarkan omongan mereka mel, mereka hanya iri dengan hasil yang kamu capai untuk perusahaan ini." ucap Maya
"May, selagi aku masih bisa bersabar aku akan terus bersabar, selagi masih bisa aku pendam akan aku pendam, selama aku masih kuat aku tidak akan berhenti hanya karena ocehan mereka. May, aku tidak ingin menjadi kutu beras untuk paman dan bibiku juga sepupuku jadi aku akan bekerja lebih keras dan lebih baik lagi untuk sedikit membuat mereka merasa puas."
Lantas setiap hari lembur? Gimana dengan kesehatanmu?."
"Orang-orang seperti aku harus mempunyai mental health untuk terus berjuang,kamu paham!"
Maya mengangguk, kemudian dua orang itu menghadap komputernya dan melanjutkan pekerjaannya masing-masing.
Suasana hening sejenak menyelimuti ruangan tempat mereka bekerja, tidak banyak obrolan diantara rekan kerja, karena yang ada hanya tumpukan kertas yang datang silih berganti. ya itulah suasana yang terdapat di ruang kerja Mereka mereka dituntut untuk profesional dalam bekerja dan mengesampingkan masalah pribadi,
Tak... Tak... Tak...
jam terus berdetak, waktu datang berganti begitu dan begitu, tetapi penghuni gedung pencakar langit itu masih fokus pada pekerjaan masing-masing.