Malam itu mendung tebal bergulung-gulung tanda-tanda mungkin sebentar lagi akan turun hujan, Meili tengah mengemasi barang-barangnya karena jam 23.00 sudah waktunya ia pulang lembur.
Suasana perusahaan itu sudah sangat sepi, tak banyak orang yang tinggal di sana mungkin hanya beberapa yang memang bekerja lembur hari itu, ada juga beberapa penjaga yang berjaga di depan pintu.
"Baru pulang non?" tanya salah seorang satpam tersebut.
"Iya pak, kan dah biasa." jawab Meili lembut.
"Iya, hati-hati di jalan." ucap satpam yang hampir tiap hari melihat meili pulang larut malam tersebut.
Meili mulai menapakkan kakinya selangkah demi selangkah di jalanan yang mulai sunyi itu, jam segitu sudah jarang kendaran yang berlalu lalang.
Meili menatap langit-langit, sama sekali tak ada bintang bertebaran seperti biasanya, "Lucu ya, setiap hari aku selalu pulang jam segini, rasanya diriku seperti robot untuk paman dan bibiku juga keponakanku, seandainya orang tuaku masih ada mungkin aku tak akan seperti ini." ucap Meili dalam hati.
Tetes-tetes air mulai jatuh, Meili membuyarkan lamunannya, ia bergegas mempercepat langkah kakinya agar segera sampai di rumah.
Setibanya di rumah, Meili mengambil kunci cadangan dalam tasnya, kemudian membuka pintu ya karena tak mungkin Meili mengetuk pintu, itu hanya akan membuat bibinya murka.
Kreekkkk.... Meili membuka pintu pelan, terdengar suara deritan pintu. saat Meili menyalakan lampu ia kaget karena melihat paman dan bibinya masih duduk di ruang tamu, belum tidur.
"Paman, bibi belum tidur?" tanya Meili pelan.
"Meili sayang, segera ganti bajumu dan duduklah disini bersama kami. Ada hal yang ingin kami bicarakan denganmu!" ucap bibinya dengan lembut.
Deg... Perasaan meili tak enak pasalnya bibinya tidak pernah berkata ramah tanpa ada maksud dan tujuan tertentu.
"Iya paman bibi, tunggu sebentar." ucap Meili yang langsung meninggalkan pasangan paruh baya itu.
Selesai mandi dan berganti pakaian, Meili segera beranjak menuju ruang tamu. ia tidak tau apa yang harus ia lakukan, jujur dalam hatinya ia was-was takut paman dan bibinya memiliki niat yang aneh-aneh, Meili melangkahkan kakinya kembali ke ruang tamu menunggu kedatangan Meili.
"Paman bibi maaf lama, jangan marah." ucap Meili takut-takut.
"tidak apa-apa, duduklah." ucap bibinya sementara pamannya hanya diam saja.
meili duduk di kursi depan paman dan bibinya, ia tetap menjaga hatinya agar tenang.
"Ada apa paman bibi?"
"Meili, maafkan paman dan bibi. tapi kami tak punya pilihan lain, lusa kamu harus menikah dengan tuan muda Arya Adijaya, penerus dari Adijaya company menggantikan adikmu."
"Paman? bukankah tuan muda arya itu cacat?"
"ya, dia cacat fisik tapi tidak dengan hati dan otaknya. Aku yakin kamu bisa mendapat kehidupan yang lebih baik disana, selain itu kamu bisa membantu kami membangkitkan perusahaan kita."
"Apa? dalam arti lain paman menjualku?"
"Jangan banyak bicara kamu Mell, aku tak ingin terus-terusan merawat kutu beras kaya kamu. Kalau kamu nikah dengan tuan muda arya, kamu akan hidup berkecukupan dan bisa balas budi kepada kami yang sudah merawatmu selama sepuluh tahun."
"Tapi bibi apa tidak ada cara lain untukku menebus budiku kepada kalian, hiks hiks," meili mulai menangis hatinya hancur tatkala ia mendengar bibinya akan menjodohkan dia, apalagi hanya sebagai pengganti pengantin ya ia menggantikan Diska keponakannya.
"Bibi Paman aku mohon pikirkan cara lain, aku belum siap untuk menikah dan meninggalkan rumah ini."
"Turuti saja mau kami, disana kamu akan lebih baik."
"tapi..."
"apa kamu merasa boleh dan bisa memilih?"
Meili menggeleng, air matanya jatuh bercucuran, ia merasa sangat kecewa dengan semua ini. tapi apalah dayanya karena ia sendiri tak punya pilihan lain.
"Ini bukan sebuah pilihan," ucap meili menunduk.
sementara paman dan bibinya bergegas kembali kedalam kamar meninggalkan meili bersama dengan air matanya.
.
.
.
.
.
Bismillah, jangan lupa vote dan follow ya.
ig : queensepthy_