Masih pukul lima dini hari, Lily meregangkan otot Ototnya yang kaku, dia merapikan tempat tidur dan membersihkan kamarnya. Setelah itu dia keluar kamar dan menatap pintu kamar di seberang sana, dia tak berani menerka nerka seperti apa teman hidupnya di sini, dia tak berani berharap, dan rasa takut di dalam hatinya semakin menjadi jadi.
Melihat flat ini begitu rapi dan wangi, pastilah si pemilik rumah ini bukanlah pria yang jorok, yang merokok dan meninggalkan puntung rokok di manapun, dia juga bukan seorang pecandu alkohol kan? Lily melangkah ke ruang utama dimana di sana ada dapur yang memanjang.
Lily mengambil satu gelas dan mengisi dengan air mineral, dia memperhatikan dengan seksama air yang mulai memenuhi gelasnya, tampak begitu bening, segar dan sehat.
"Pastilah pemiliknya memiliki tubuh yang sehat dan bugar, dia memilih minum air mineral daripada cola ataupun alkohol. Padahal katanya orang di luar lebih menyukai minuman dengan rasa, minimal susu segar, mereka jarang minum air mineral seperti ini. Sebenarnya kenyataan ini membuat perasaan Lily sedikit lega, tapi.. bagaimanapun, suatu hari nanti mereka akan bertemu, dan Lily merasa takut dengan apa yang akan terjadi nanti.
Kriiuuk..
Perutnya meminta pasokan kalori. Lily mencari stok makanan di dapur. Dia menemukan edamame, mie instan, telur dan beberapa macam potongan roti, itu sama sekali tak menarik baginya.
Lily mencari yang lainnya pada lemari di atas kepalanya, dan dia menemukan satu box yang isinya mengejutkan. Isinya adalah beras. Seperti menemukan harta Karun. Lily menanak segelas beras itu, dan menambahkan edamame pada bagian atasnya.
"Wah, aku tak mengira dia memiliki beras.." ujar Lily seperti menemukan harta Karun. Gadis itu mulai menanak nasi pada alat elektronik otomatis dengan bentuk lucu itu.
Dia mencari pelengkap lauk, untuk membangkitkan selera makannya di negeri orang.
Hasil perburuannya lumayan juga, dia bisa membuat sup wortel kentang dan telur, dia bisa membuat daging panggang, setidaknya menu sarapan ini terlihat lokal dan sesuai dengan seleranya.
Lily mengambil bagiannya, dan dia menyimpan yang lainnya pada mangkuk lain. Dia menyiapkan satu porsi lagi untuk si pemilik rumah.
Triiing!!
Ponselnya berdering dari saku, dia mengambil ponsel dan memeriksa email yang masuk, matanya membulat besar ketika mendapat panggilan dari satu kampus yang namanya asing untuknya. Dia harus menyerahkan beberapa dokumen kelengkapan dan menyusul masuk, meski dia sedikit terlambat tapi dia benar benar menerima panggilan ini.
Jelas saja Lily tak langsung percaya, apa ini scam? Lily jadi bingung harus datang ke kampus itu atau tidak.
"Tapi apa salahnya kalau mencoba sekalian lihat lihat.." Lily mencari cara untuk menjangkau kampus itu, dia mencari tahu lewat internet, dan ternyata kampus itu tak jauh dari flat dimana ia tinggal, dia hanya perlu jalan kaki saja.
"Oke, aku akan ke sana, anggap saja jalan jalan.." ujarnya pada diri sendiri. Dia melirik pada makanan yang sudah ia siapkan. Lily menyimpan mangkuk itu di microwave. Dia melangkah meninggalkan dapur dengan langkah yang riang.
Lily tak percaya dengan ucapan Herman karena dia sudah mendengar sendiri pengakuan pria itu tadi malam, makanya sekarangpun dia tak begitu penasaran dengan kampus yang mengundangnya untuk datang, dia bahkan hanya mengenakan celana katun warna ungu muda, blus putih dengan kerut pada bagian lengan, ikatan tali pada bagian pinggang, Lily juga memilih sandal untuk alas kakinya, dia pikir dia sekalian jalan jalan, jadi kalau nanti namanya tak terdaftar jadi dia tak terlalu malu karena dia tak berpakaian formal seperti mahasiswa lainnya.
Sudah pukul setengah tujuh setelah Lily tampil rapi dengan rambut ekor kuda dan lipstik tipis di bibirnya, dia mengambil Sling bag dan menyiapkan dokumennya di dalam tas kulit itu, Lily bersiap meninggalkan flat mewah ini, ah tapi sebelumnya dia menempelkan kertas memo pada microwave sebelum memutuskan untuk mencari kampus itu.
Tiga puluh menit kemudian, Aoran keluar dari kamar dengan sikat gigi di mulutnya, dia merapikan rambutnya yang berdiri dan melangkah lunglai ke arah ruang tamu. Tunggu!
Mengingat kalau dia tak lagi sendiri di rumah ini membuat Aoran kembali ke kamar, dia menghabiskan waktu beberapa lama sampai dia menarik kembali handle pintu kamarnya, saat dia keluar dia sudah mengenakan kemeja dengan Coat dan celana jeans hitam, dia juga sudah mengenakan kaos kaki dan membawa backpack, mata Aoran mengintip ke kamar Lily yang tertutup rapat.
"Apa dia belum bangun?" Gumam Aoran dengan wajah bertanya tanya. Dia melirik jam tangan dan sepertinya tak ada tanda tanda kemunculan Lily, akhirnya dia menunggu di sofa, dengan wajah siaga, terlalu sering menoleh untuk memastikan kalau pintu Lily akan terbuka.
Pintu itu tak kunjung terbuka, padahal waktu terus bergulir, Aoran menghela nafas panjang lalu bangkit dari posisinya, dia hanya akan sarapan roti dan susu pagi ini, dia rasanya tak punya nafsu makan. Tunggu!
Aoran menemukan memo pink di microwave nya, ada tulisan tangan di sana.
~panaskan lebih dulu makanannya, dan selamat sarapan!~
Aoran melirik pada kotak susu dan roti yang memenuhi tangannya. Apa yang harus ia panaskan? Meski dia bingung, Aoran menarik tutup microwave, dan apa yang ia temukan? Aoran segera melepaskan isi dari dalam tangannya. Dia menaruh asal saja.
Bibirnya tersenyum senang, seperti mendapat kejutan di hari ulang tahun, Aoran menekan tombol memanaskan dan menunggu dengan sabar sampai terdengar nada selesai.
"Dia bahkan membuatkan sarapan, dia sangat rajin, aku tak sabar ingin mencoba masakannya.." gumam Aoran mendekap kedua tangan di dada, seiring menunggu bunyi pada microwave, dadanya terus tak sabar menanti dengan degup yang berdebar debar.
"Padahal aku baru seminggu di sini, tapi aku begitu merindukan masakan rumah.." ujarnya menyembunyikan senyuman.
Dia segera membawa soup itu keluar bersama daging asap. Yang lebih mengejutkan dia menemukan megiccom nya berisi nasi, wow! Kejutan tak terhingga! Aoran jadi terharu.
"Mom, terima kasih.. aku merasa kau ada di sampingku!" Ujarnya dengan wajah berkaca kaca, dia menyendok nasi dengan ekstra muatan, memenuhi piring, dia melahap masakan Lily dengan penuh selera.
"Ah! Ini lezat sekali!" Gumamnya penuh rasa syukur dan bahagia.
Selesai sarapan Aoran segera meninggalkan rumah, tapi apa yang ia dapatkan saat membuka pintu, Herman dengan bau alkohol dan noda lipstik pada wajahnya.
"Ah, Aoran.." ujarnya dengan bau cendol yang membuat Aoran menutup hidungnya dengan jari. Dia menjauh dari Herman.
"Ibu mu terus saja meneleponku, bawel sekali. Mana dia.. dia mana?" Tanya Herman dengan wajah kesal bercampur mabuk, Aoran menggelang kesal, dia menuntun Herman agar bisa rebah di sofa.
"Aoran kau akan kemana?" Tanya Herman lirih.
"Om, aku akan ke kampus. Kita akan bicara lagi nanti ya, aku bisa terlambat.." ujar Aoran menatap jam tangannya, dia segera meninggalkan Herman.
Lily datang ke kampus dengan penampilannya yang mencuri perhatian, apa apaan gadis berwajah Asia dengan tampilan seperti itu? Dia pikir dia hidup di zaman apa?
Lily sadar dengan penampilannya yang ketinggalan zaman, bahkan Miran selalu saja bawel dengan penampilannya, tapi bukankah orang di luar negeri terkenal cuek ya, kenapa seakan semua orang menatapnya heran sekarang.
Lily mencoba menenangkan diri sendiri, dia bertanya pada informasi bagaimana cara menyerahkan semua administrasi nya, dari meja informasi Lily diarahkan ke dewan sekolah.
Jadi ini bukan hoax? Jadi memang benar adanya kalau dia salah satu siswa di kampus ini?
Bahkan kampusnya terlihat begitu bagus. Lily dibuat takjub meski dia merasa ada yang aneh juga dengan tatapan orang orang padanya.
Dia segera mempercepat langkah dan menuju ruangan dewan sekolah, dia mendapatkan pengarahan sedikit sampai akhirnya dia mendapatkan kartu siswa, dia benar benar terdaftar sebagai siswa di kampus ini, Herman bukan bohong!
"Silahkan kau cari ruanganmu, semua sudah tercatat lengkap di sini!" Ujar dewan sekolah mengakhiri kalimatnya dan mempersilahkan Lily keluar.
Menelusuri lorong kelas membuat perasaan Lily menciut, pada kiri kanan siswa siswa tampil modis dan gaya, bahkan mereka tampil berani dan seksi. Dia tak percaya kalau ada kampus sebebas ini.
Pluk!
Satu bola kertas menghampiri kepalanya, apa apaan ini? Lily menautkan alis heran, apa yang orang ini lakukan padanya.
"Eh Asia!" Wah dia rasis sekali! "Kenapa kau berpenampilan seperti ini ke kampus, memangnya kau akan pergi tidur?" Hah! Lily mencoba menatap penampilannya, masa seperti ini pergi tidur sih? Dia jadi bingung sendiri. Ini pakaian biasa saat keluar rumah, apa yang salah dengan pilihan pakaiannya.
"Kau hanya akan memalukan kampus ini dengan pakaianmu yang seperti itu!"
Sekarang bukan hanya satu orang, bahkan yang lain juga ikut menghakimi penampilannya, hey! Apa yang salah sih!
Pluk!
Pluk!
Satu, dua lemparan kertas menghampiri rambut ekor kudanya. Ada apa dengan orang orang ini? Kenapa mereka bertingkah seperti anak kecil.
"Kau hanya akan memalukan kampus ini dengan penampilanmu itu!" Sinis yang lainnya, mereka memperhatikan penampilan Lily, bahkan seorang gadis menampik tas Lily dengan sinis. Ya ampun! Orang orang ini kenapa sih? Lily jadi bingung sendiri.
"Aku pikir, Lea sudah paling memalukan dengan kaos Nike yang dia kenakan, dan gadis ini, dimana kau membeli pakaian loak, lusuh ini?" Tanya gadis lainnya yang tampil dengan riasan di wajah, dia mengenakan rok span sempit dan sepatu high heel.
"Aku akan mengganti pakaianku esok.. maaf kalau pakaian ku tidak sopan.." gumam Lily dengan wajah yang tertunduk merah. Dia mempercepat langkahnya.
Seseorang mengangkat sisa minumannya di belakang Lily, dia baru saja akan menumpahkan sisa minuman itu ketika lengan pemuda lain menghentikan tingkahnya.
Orang itu langsung tergagap dan menarik tangannya, minuman itu tumpah pada lantai.
Lily membalik tubuhnya dan tak percaya dengan penghinaan yang ia dapatkan di hari pertama di sini, se parah ini kah?
Aoran melepaskan coat nya, dia memberikan pada pundak Lily.
Gadis itu tak berani menoleh, dia tak berani melihat siapa yang mengasihaninya, dia berusaha menahan air matanya yang mulai menggenang di kelopak mata.
Kenapa nasib ku selalu begini?