Chereads / BUKAN SALAH JODOH 2 / Chapter 9 - Dia bilang apa

Chapter 9 - Dia bilang apa

"Aku tidak mau mengenakan pakaian ini! Biar saja aku seperti ini!" Ujar Aoran menolak kaos yang disodorkan oleh Lily.

Mendapati penolakan Aoran, Lily tak bergeming, dia tak berani membantah barang sedikitpun, yang penting niatnya hanyalah mau membantu Aoran, sudah begitu saja.

Melihat Aoran menanggalkan kancing kemeja satu persatu membuat wajah Lily kaku, gadis itu segera memutar badan dengan wajahnya yang panas, memerah seperti udang rebus.

Dia menundukkan pandangannya tatkala Aoran menyodorkan kemeja putih yang ia kenakan.

Pemuda itu melipat kedua tangannya di dada, dia akan menunggu dengan bertelanjang dada seperti ini daripada harus mengenakan kaos dari random orang, entah apa yang akan terjadi dengan kulit sehatnya, lebih baik dia menahan dingin dengan kulitnya yang sehat itu.

Lily menerima uluran kemeja dari tangan Aoran, gadis itu menyalakan keran wastafel dan mengambil sabun, saat wajahnya terangkat bayangan tubuh Aoran tertangkap matanya yang membias di cermin di hadapannya. Gadis itu segera mengalihkan pandangannya sambil menelan ludah berat.

Duh bisa bisanya, dia menatap ku dengan tajam di belakang sana, belum lagi tubuhnya yang berotot dan kencang, Lily merasa sedang diawasi oleh tatapan tajam Aoran yang membuat gerakan nya menjadi begitu kaku dan hati hati.

Gadis itu berusaha menenangkan pikirannya tapi tetap saja aura dingin di belakang sana membuat dia merinding.

Dia mulai mengucek pakaian Aoran dengan hati hati, jangan sampai dia melakukan kesalahan atau pria di belakangnya ini akan menerkam dan menghabisinya.

Lily mencuci noda kotor di kemeja Aoran seperti dia sedang berada dalam wahana rumah hantu. Baru kali ini dia mencuci pakaian tapi lebih menakutkan daripada mendapat hardikan dari ibu tiri. Tangannya jadi sedikit gemetar, wajahnya pun tampak pucat pasi.

Dia mengangkat kemeja putih itu, untuk memastikan noda kuning itu sudah lenyap. Setelah merasa yakin, Lily memeras dan menghilangkan air, dia segera melangkah ke arah mesin pengering.

Tak sedetikpun sorot mata Aoran berpaling dari Lily, makanya sejak tadi gadis itu tampak begitu ketakutan, aura kamar ganti ini jadi semakin suram dan dingin.

Pakaian ini sedikit lembab jadi Lily berinisiatif akan mengeringkan pakaian Aoran dengan bantuan mesin dry cleaning, ini akan lebih cepat kering, dia juga harus menggosok sambil menggantung pakaian ini.

"Apa masih lama?" Tanya Aoran tak sabar.

"Sebentar lagi.." ujar Lily menjawab pelan, kenapa Aoran ini tampak tak ramah bagi dirinya, dia sangat berbeda dengan nyonya cantik tadi, sama sekali tak ada kemiripan.

"Oke.. baiklah.." akhirnya Aoran pasrah juga, dia sepertinya masih sanggup bertelanjang dada dan memamerkan bodynya pada Lily, lagipula ini bukan kali pertama kan?

"Lily!!" Suara seseorang memanggil dari luar sana.

"Yaa.." sahut Lily. Dia menoleh pada Aoran dan merasa sungkan. "Apa aku boleh tinggal sebentar?" Tanya Lily meminta izin.

Sebenarnya Aoran tak akan memberikan izin semudah itu, tapi melihat penampilan Lily, sepertinya dia salah satu pekerja yang cukup penting juga, akhirnya Aoran mengangguk kecil dengan air wajahnya yang dingin, kontras dengan anggukan kepalanya.

"Ya.." ujar Aoran singkat.

Lily menarik senyuman tipis, dia segera menaruh pakaian Aoran pada gantungan, dan menaruh mesin gosok pada tempatnya tanpa menekan tombol power off.

Melihat pakaiannya nganggur Aoran segera mengambil alat gosok itu, dia menggenggam perlahan dan merasa aneh, ini kali pertama dia memegang alat gosok uap di tangannya, dan dia melihat bagaimana Lily melakukan gerakan pada pakaiannya tadi, bukankah itu terlihat mudah? Aoran mulai mencoba dengan rasa penasaran dalam dirinya.

"Kau pulang jam berapa malam ini. Aku sudah selesai melakukan pekerjaanku, kau bagaimana? Bukankah kita punya jam yang sama? Mau aku antarkan pulang malam ini, atau kau masih ada part time di tempat lain. Aku harap kau tak akan menolak lagi ya. Aku benar benar ingin mengantar mu pulang sampai ke rumah."

Pria itu mendorong tubuh Lily, hingga mereka berdua masuk ke ruang ganti dimana Aoran sedang belajar menggosok pakaiannya yang sedang tergantung.

Melihat dua orang di depan sana, sontak saja Aoran menoleh walau dia sebenarnya tak ingin tahu.

Lily melirik ke arah Aoran sejenak hingga tatapan mereka bertemu beberapa detik. Keduanya segera membuang pandangan seakan mereka tak saling mengenal.

Melihat ada orang lain di ruang ganti yang biasanya kosong, pemuda itu.. dia berpakaian sama seperti Lily, menoleh dan menggariskan senyuman pada Aoran.

"Hay bro, giliranmu ya! Aku sudah selesai dinas!" Ujarnya sok akrab sambil melambaikan tangan pada Aoran.

Mendengar ucapan tak masuk akal itu Aoran tak ambil pusing, dia lebih baik fokus pada pakaiannya.

Lily sendiri menahan tawa kecil, dengan ringkah rekannya yang terkenal sedikit rese ini.

"Li, gimana? Pulang yuk, aku anterin.. oiya.. kamu udah makan apa belum, juga makan bareng dulu yuk sebelum pulang.." ujarnya sok kenal, sok dekat, sok akrab, sok manis.

Tangan pria itu melingkar pada pundak Lily tanpa sungkan dengan wajahnya yang sumringah tampak menyebalkan, Aoran melirik sekilas dengan ekor mata meski tangannya tampak sibuk dengan pekerjaannya.

Lily tampak tak nyaman dengan rangkulan itu.

"Ayolah, Lily.. kau sudah tak ada alasan lagi menolak ajakan ku, aku bahkan sudah tanya jadwal, aku bahkan sengaja mengambil jadwal yang sama denganmu, aku bahkan sampai mengikutimu sampai di sini, jadi please.. aku antar malam ini ya, bagaimana kalau kita main dulu, kemana gitu dulu deh, kan seru.. lagipula kau tak punya orang yang akan mencari kan? Kau setiap hari kerja dan belajar, bukankah itu membosankan Li?"

Lily hanya bisa menggeleng kecil mendengar ucapan pemuda di sebelahnya ini, bisa tidak sih mulut itu berhenti bicara sebentar, dia terus saja mengoceh sampai sampai Lily tak diberi kesempatan untuk menjawab, belum lagi tangannya yang leluasa merangkul dan mencubit gemas lengan Lily, membuat gadis itu semakin risih dan tak nyaman.

Aoran menyadari hal itu dan semua pemandangan ini membuatnya jadi kesal sendiri.

Dia bukanlah orang yang suka ikut campur apalagi untuk urusan yang tidak penting seperti ini.

Tapi.. kalau memang tidak suka, apa salahnya sih bilang tidak suka! Kalau memang tidak nyaman kenapa tidak bilang tidak nyaman, katakan tidak kalau tidak suka, katakan jangan, tidak mau! Kenapa hanya diam saja dan menarik garis bibir seperti mainan di dashboard mobil yang pasrah dengan keadaan jalanan!

"Eh, malam ini bayaran kita lumayan juga ya.. bagaimana kalau kita pergi ke sebuah club' malam? Kau belum pernah kan! Tenang aja, aku ada kenalan pasti kau bisa masuk meski belum punya KTP, cincailah!"

Makin makin deh, membuat kepala Aoran berasap. Kenapa sih dia harus terjebak dengan situasi gelap seperti ini malam ini! Tidak bisakah dia menikmati kecantikan Miran, keanggunan Miran, mendengar suara lembut dan tawa gemas gadis itu, kenapa juga dia harus berurusan dengan gadia dan pria mesum.itu! Aoran benar benar jengkel dengan takdir buruknya.

Dan lagi! Kenapa juga pakaian ini tidak rapi rapi, apa yang salah sih dengan pekerjaannya.

"Bagaimana?" Bujuk pria itu menurunkan kepala, hingga wajah menjengkelkan itu begitu dekat dengan wajah Lily yang berusaha menghindar seadanya.

Duh bodohnya gadis ini!

Umpat Aoran dalam hati.

Bruk!

Aoran menaruh mesin gosok uap dengan kasar hingga mengejutkan Lily dan pria itu, keduanya kompak menoleh dan mendapati wajah dingin Aoran.

"Kau!" Tunjuk Aoran kasar.

"Aku?" Tanya pria itu menunjuk dirinya dengan heran. Aoran muak melihat wajah menyebalkan itu.

Pemuda itu melangkah cepat dan menarik tangan Lily, dia mendesak gadis itu ke dinding dan memblokade akses mata pria menyebalkan tadi pada tubuh Lily yang tertutup sempurna dengan tubuh gagah Aoran.

"Kau sudah janji mau selesaikan ini untukku kan!" Gusar Aoran jengkel.

Lily segera mengangguk dan mengambil alat gosok, dia segera melanjutkan pekerjaannya yang tertunda, sementara rekannya yang tadi masih menunggu dengan wajah penuh tanda tanya di belakang punggung Aoran.

"Kau mau apa!" Gusar Aoran menoleh dan memberi tatapan tajam.pada pemuda itu, yang membuat wajah sumringahnya mengkerut seketika.

"Dia tidak akan pulang malam ini! Dia harus menyelesaikan pekerjaannya denganku!" Ujar Aoran menepuk pundak Lily yang terkejut.

"Ah, satu lagi! Jangan dekat dekat dengannya! Dia ini kekasihku!" Tunjuk Aoran dengan wajah datar.

What!!

Lily hampir saja menjatuhkan alat gosok di tangannya.

Dia bilang apa?