Chereads / The Return of Baphomet / Chapter 28 - Metafisika

Chapter 28 - Metafisika

Sesuatu di luar nalar kadang menjadi penyebab perubahan terbesar dalam diri seorang individu. Bukan tanpa sebab, manusia kadang sudah terlalu lelah dengan proses yang itu-itu saja. Mereka membutuhkan suatu dorongan hebat sebelum benar-benar mau berubah. Ya, keterpaksaan adalah kekuatan terbesar untuk beberapa orang karena rasa malas yang senantiasa menyelimuti, hingga mendarah daging tanpa penyelesaian yang jelas. Namun, tentu saja tak semua orang diberi keberuntungan untuk merasakan kejadian magis dengan kekuatan fantastis.

"Yang tadi itu apa ya?" gumam Danang pada dirinya sendiri.

Saat ini, ia sudah berada di ruang kelas tempat pelaksanaan UAS. Semua siswa telah duduk di bangkunya masing-masing ketika pengawas datang membawa soal ujian yang masih tersegel rapi. Terlihat di atas meja hanya ada bolpoin dan tipe-×, beberapa juga menggunakan alas supaya tulisan di lembar jawaban tak diprotes pengoreksi ujian karena wujudnya seperti sandi rumput. Seperti biasa, ujian diawali dengan berdoa di dalam hati dan soal pun mulai dibagikan.

"Silahkan dikerjakan dengan sungguh-sungguh. Kalian sudah tahu tata tertibnya. Semoga tidak ada lembar jawab yang saya tarik karena kalian melanggar tata tertib," terang guru pengawas ujian hari ini. Beliau merupakan guru biologi yang mengajar kelas dua belas. Posturnya tinggi semampai, rambutnya sudah beruban, biasa disapa dengan nama Pak Tar. Suaranya mungkin lemah lembut, tapi soal mengawasi ulangan dan ujian beliau takkan pernah bersikap lembut.

Untuk sejenak, Danang hanya bisa terdiam menatap empat lembar kertas di hadapannya. Ia sama sekali tak menyentuh alat tulisnya, malah benda itu masih tersimpan rapi di kotak pensil di dalam laci. "Fisika." Begitulah yang tertulis di halaman depan lembar soal ujian. Ia tak begitu memahami mata pelajaran tersebut. Bagaimana tidak? Materi yang diajarkan dan soal yang dikeluarkan sangatlah berbeda dan ia termasuk orang yang malas berlatih soal.

"Mungkin dicoba aja kali ya," gumamnya sekali lagi.

Danang pun menegakkan posisi duduknya. Ia mencoba untuk rileks dan memfokuskan pikiran. Jari-jari kedua tangannya saling bertaut membentuk sebuah simpul yang cukup aneh. Perlahan, ia mengatur napasnya supaya dirinya menjadi lebih tenang. Lalu, kelopak matanya mulai tertutup sepenuhnya. Dalam mata terpejam dan satu kali tarikan napas, ia pun merapal sebuah mantera.

"Rex tenebrarum, adiuva me."

Danang merasakan sesuatu yang aneh. Seperti ada sesuatu yang menyusup masuk melalui ujung kakinya, terus menyebar perlahan sampai ke dadanya. Saat itu, ia napasnya terasa sangat sesak. Ia hampir tak bisa bernapas. Sesuatu itu terus bergerak ke atas, kini tenggorokannya terasa tercekik. Ia tak mau menarik perhatian banyak orang, apalagi bel dimulainya ujian sudah berdentang. Orang-orang tengah fokus dengan lembar jawabnya masing-masing, sedangkan pengawas pasti akan mulai berkeliling kelas setelah ini. Mau tak mau ia harus menahan semua rasa tak nyaman itu.

Sampai akhirnya, ketika sesuatu itu menjalar sampai ke pengelihatannya, kedua mata Danang langsung terbuka lebar. Pupilnya seketika melebar, membuat mata hampir sepenuhnya berwarna hitam. Seluruh rasa yang barusan ia rasakan berubah menjadi adrenalin yang terus terpacu, membuat detak jantungnya mendadak cepat. Seperti terbang melayang menembus cakrawala, kurang lebih begitulah yang ia rasakan.

Entah kenapa, semua materi yang tertera di soal ujian terasa begitu mudah. Jawaban-jawaban telah tergambar jelas di dalam kepalanya. Maka tanpa perlu berpikir panjang, Danang mengerjakan soal fisika secepat kilat. Bahkan, ia tak begitu menyadari bagaimana atau apa saja yang ia tuliskan di lembar jawaban. Yang jelas, tangannya seperti digerakkan oleh sesuatu yang halus. Ia merasa tubuhnya diambil alih oleh orang lain, namun kesadarannya masih seperti sedia kala.

Tiga puluh menit waktu berjalan, Danang telah menyelesaikan tiga puluh lima soal fisika dengan jawaban yang sempurna. Saat ia berjalan mendekati meja pengawas, sontak dirinya menjadi pusat perhatian seluruh kelas. Ya, bahkan siswa yang menyandang peringkat pararel pun takkan mampu mengerjakan soal fisika secepat itu.

"Sudah selesai kamu?" tanya Pak Tar terheran-heran.

"Sudah, Pak," jawab Danang singkat.

Ia bergegas mengambil tas yang dikumpulkan di depan kelas dan segera keluar. Namun, keanehan tak sampai di sana. Tiba-tiba saja perutnya merasa mual. Ia pun segera berlari menuju toilet dan melepaskan semuanya di sana. Cukup lama ia berada di sana, suara orang terbatuk dan muntah terdengar hingga ke koridor sekolah.

Hal itu menarik perhatian Pak Fahmi yang kebetulan sedang melewati tangga lingkar. Sebenarnya, ia akan menuju lab kimia yang saat itu telah beralih fungsi menjadi ruang panitia pelaksanaan UAS untuk menyetorkan nilai PAI yang sudah ia rekap. Tapi, jelas suara itu membuat perhatiannya terpecah. Ia berusaha mencari sumber suara, seperti berasal dari toilet di dekat gudang. Tak lama berselang, ia pun melangkah menuju ke sana.

Sementara itu, Danang masih tersiksa dengan rasa mual bercampur nyeri pada perutnya. Berulang kali ia mencoba memuntahkan apapun yang ada di dalam tubuhnya, tapi pada akhirnya usahanya sia-sia. Ia tak memuntahkan apapun, kecuali sedikit dahak bercampur sedikit darah. Energi di tubuhnya seperti terkuras habis. Setelah di rasa cukup, ia pun mencuci muka dan segera keluar dari toilet.

Di persimpangan koridor sekolah, hampir saja Danang menabrak Pak Fahmi yang juga sama-sama sedang terburu-buru. Keduanya sangat terkejut, tapi Pak Fahmi lebih merasa janggal. Danang terlihat sangat kelelahan, matanya sayu dan berwarna kemerahan, wajahnya juga dipenuhi keringat dingin. Ia tahu jika muridnya itu baru saja mencuci muka, tapi ia tetap yakin ada sesuatu yang tidak beres.

"Danang, kamu sakit?" tanya Pak Fahmi penuh perhatian.

Entah kenapa, Danang berusaha tersenyum ramah. "Enggak kok, Pak. Habis cuci muka aku barusan."

"Kamu udah selesai ngerjain UAS?"

"Udah, Pak. Sekarang aku mau langsung pulang aja, mumpung masih agak pagi. Pulang lebih awal biar bisa main, hehe," jawab Danang lengkap dengan senyum sumringah.

Pak Fahmi tentu saja tak begitu percaya dengan perkataan Danang. Namun, ia memilih untuk tidak memperpanjang urusan itu. " Ya sudah. Mainnya nanti saja, pulang dulu terus istirahat."

"Siap, Pak. Oh ya, habis UAS rencana komunitas motor kita mau touring ke mana ya?" tanya Danang mengalihkan pembicaraan.

"Nanti kita diskusi dulu sama anggota komunitas yang lain ya, tapi yang jelas akhir tahun kan kita selalu ada touring," jelas Pak Fahmi.

"Oke deh, Pak. Aku permisi dulu ya," ucap Danang mengakhiri pembicaraan. Ia mencium tangan Pak Fahmi dan segera bergegas pergi.

"Hati-hati di jalan ya, Nak."

Pak Fahmi mengamati Danang dari kejauhan hingga muridnya itu menghilang dari pandangan. Langkahnya berlanjut menuju lab kimia, tempat tujuannya sedari awal. Tapi, pikirannya terlanjur liar. Ia merasa ada sebuah aura gelap yang menyelimuti anak itu. Tentu saja suara orang batuk dan muntah tadi berasal dari Danang. Ia terus saja membuat prasangka-prasangka aneh.

"Raja Kegelapan telah berkehendak, dua domba tersesat akan segera masuk ke dalam perangkapnya."

***