Setelah berdiskusi dengan Rafka, akhirnya Latifah menghubungi sang ibu mertua untuk memberitahu keputusan mereka.
Dalam nada sambung kesekian kali, akhirnya panggilan itu terhubung. Dengan senyum di wajahnya, Latifah mengucap salam pada sang ibu mertua.
"Assalamualaikum bu" sapa Latifah pada sang ibu mertua.
"Waalaikum sallam nak, ada apa telepon ibu? Padahal ibu masih di jalan belum sampai rumah, kamu sudah telepon saja." jawab bu Rahima penasaran.
Latifah tersenyum, lalu ia pun menjawabnya pertanyaan ibu mertuanya itu dengan sopan.
"Iya bu, ada yang ingin Latifah sampaikan pada ibu." balas Latifah masih dengan nada rendahnya.
Mendengar nada suara latifah, Rahima pun jadi merasa khawatir.
"Ada apa nak? Apa ada masalah?" tanya bu Rahima mulai khawatir.
Latifah langsung menjelaskan maksud ia menelpon tiba-tiba itu.
"Tidak bu, bukan masalah berarti. Aku ingin besok ibu datang lagi yah, aku sama mas Rafka sudah memutuskan pilihan kami bu." jawab Latifah dengan tenang.
Bu Rahima tersenyum senang, setidaknya kini harapannya untuk memiliki cucu dari anak satu-satunya itu bisa terwujud.
"Benarkah? Baiklah nak, besok ibu akan datang." balas bu Rahima setuju.
Latifah tersenyum senang mendengar jawaban dari bu Rahima, ia pun bisa bernafas lega sekarang.
"Baik bu, aku tutup dulu ya. Assalamualaikum" pamit Latifah.
"Waalaikum sallam" jawab bu Rahima, lalu panggilan telepon itu pun terputus.
Latifah menaruh kembali teleponnya di atas meja, lalu ia menghampiri Rafka dan duduk di sampingnya.
"Besok ibu datang lagi mas, kita bicarakan besok lagi ya?" ucap Latifah memberitahu.
Rafka tersenyum tipis, lalu ia pun membelai kepala Latifah dengan penuh rasa cinta.
Hari berganti sore, kini Aisyah sudah selesai dengan semua pekerjaannya. Ia pun akan berpamitan lebih dulu pada majikannya, yang tidak lain adalah Rafka dan Latifah.
Aisyah sudah berdiri di depan kamar, lagi-lagi ia merasa bingung harus bagaimana bersikap saat ini. Jujur saja Aisyah merasa tidak nyaman jika harus mengganggu pasangan suami istri itu, tapi tidak ada pilihan lain lagi.
Tok.. tok.. tok..
Suara ketukan pintu membuat Latifah dan Rafka saling menjauh, lalu Latifah membuka pintu kamara dan melihat Aisyah berdiri di sana sambil menunduk.
"Oh Aisyah, ada apa?" Tanya Latifah dengan santai.
Aisyah mengangkat sedikit wajahnya, lalu ia mengungkapkan apa yang ingin di katakannya.
"Maaf mengganggu mba, ini sudah sore jadi saya mau pamit pulang dulu." Ungkap Aisyah.
Latifah mengangguk mengerti, lalu ia pun melirik jam di dinding yang menunjukkan pukul 5 lebih 10.
"Benar juga yah, ya sudah Aisyah kamu sudah boleh pulang." Balas Latifah dengan senyumnya.
Aisyah mengangguk, lalu ia menjelaskan pekerjaan yang sudah di selesaikan olehnya.
"Oh iya mba, saya sudah memasak makan malam dan menaruhnya di meja. Jadi nanti kalau mba dan mas mau makan, tinggal di hangatkan saja. Saya juga sudah membersihkan alat-alat dapur dan menyetrika pakaian, semua sudah rapi dan berada di tempat yang mba Latifah katakan sebelumnya." Jelas Aisyah dengan pasti.
Latifah mengangguk paham, ia benar-benar kagum pada keuletan Aisyah. Dalam waktu sehari, ia sudah di buat kagum berkali-kali oleh gadis itu.
"Baiklah, terima kasih sudah mengerjakan semuanya dengan baik." Ucap Latifah.
Aisyah menggeleng pelan, lalu ia menolak ucapan itu karna memang sudah tugasnya melakukan hal itu.
"Itu sudah tugas saya mba, dan Alhamdulillah saya bisa mengerjakan semuanya dengan tepat dan cepat." Balas Aisyah dengan senyumnya.
"Masya Allah, kamu ini memang menantu idaman sekali ya Latifah." Puji Latifah pada Aisyah.
Aisyah menunduk malu, lagi-lagi Latifah memujinya begitu tinggi.
"Jangan berlebihan seperti itu mba, saya hanya manusia biasa. Ya sudah mba, saya pulang dulu. Takut ayah menunggu, Assalamualaikum." Jawab Aisyah malu.
Latifah mengangguk setuju, lalu Aisyah menjabat tangan Latifah dan bersaliman. Setelah itu Aisyah melangkah keluar dari rumah itu, dan menunggu angkutan umum yang lewat di depan sana.
Tapi nyatanya, sudah cukup lama Aisyah berdiri di sana tapi angkutan umum yang di tunggunya belum datang juga. Padahal hari semakin gelap, Aisyah juga mengkhawatirkan keadaan ayahnya yang ia tinggal sejak pagi.
"Ya Allah, kenapa tidak ada angkutan umum satu pun di sini? Bagaimana aku bisa cepat pulang? Ayah pasti sudah menunggu." Gumam Aisyah merasa tidak tenang.
Di sisi lain, Latifah melihat Aisyah masih berdiri di depan jalan untuk menunggu angkutan umum. Hari semakin gelap dan Latifah merasa tidak tega, akhirnya ia meminta Rafka untuk mengantar Aisyah pulang.
"Mas, tolong antar Aisyah pulang ya? Kasihan dia menunggu angkutan umum sejak tadi, tapi tidak ada yang lewat." Pinta Latifah pada Rafka.
Rafka menatap Latifah heran, ia pikir gadis itu sudah pulang sejak tadi.
"Memang dia belum pulang?" Tanya Rafka heran.
Latifah menggeleng pelan, lalu ia menatap sendu pada pintu rumah membayangkan jika sebentar lagi malam. Jika Aisyah tetap berdiri di sana, bukan tidak mungkin akan ada banyak pria jahat yang mengganggunya.
"Belum mas, ini sudah hampir malam." Jawab Latifah merasa khawatir.
Rafka tidak tega melihat istrinya merasa khawatir pada gadis itu, akhirnya ia pun pasrah dan menerima permintaan Latifah. Padahal ia sudah mencoba untuk menahan diri, agar tidak menerima usulan Latifah itu.
"Ya sudah, mas akan antar dia. Ini atas permintaanmu, jadi jangan berpikir macam-macam." Putus Rafka akhirnya.
Latifah tersenyum senang, lalu ia mengangguk setuju dengan yang Rafka peringatkan padanya.
"Insya Allah aku mengerti mas, aku percaya kok sama mas Rafka." Balas Latifah dengan senyumnya.
Rafka ikut tersenyum, lalu ia mencium kening Latifah dan Latifah mencium tangannya.
"Mas jalan dulu ya, Assalamualaikum" pamit Rafka pada Latifah.
Latifah mengangguk, lalu ia pun menjawab salam dari sang suami dengan senyum di bibirnya.
"Waalaikum sallam, suamiku." Balas Latifah.
Rafka keluar dari rumah, lalu ia membuka pagar dan mengeluarkan mobilnya. Ia menatap ke depan, benar kata Latifah jika gadis itu masih berdiri di sana. Rafka membunyikan klakson mobilnya beberapa kali, sampai akhirnya Aisyah menyadari jika suara klakson mobil itu bermaksud memanggilnya.
Aisyah menatap mobil itu bingung, tapi sepertinya ia mengenal mobil itu. Sampai akhirnya kaca mobil terbuka, dan Rafka menampakan wajahnya pada Aisyah.
"Ayo masuk, aku akan mengantarmu." Ucap Rafka dengan datar.
Aisyah mengernyit bingung, ia tidak percaya dengan apa yang Rafka katakan itu.
"Maaf, maksudnya?" Tanya Aisyah ragu sambil menunduk dan sesekali melirik ekspresi Rafka.
"Ini permintaan Latifah, lagipula tidak akan ada angkutan umum di jam seperti ini." Jawab Rafka dengan jelas.
Aisyah terdiam, ia jadi bimbang harus bagaimana. Tapi jika ia menunggu lebih lama, ayahnya pasti akan semakin khawatir padanya.