Seminggu berlalu sejak lamaran dadakan itu di lakukan, kini mereka semua sedang bersiap untuk melangsungkan pernikahan. Tidak ada pesta mewah, tidak ada kebaya ataupun jas, para wanita hanya mengenakan gamis putih, dan para pria memakai celana bahan hitam dan pakaian putih. Entah itu koko atau kemeja, mereka semua tidak ada yang tampil mewah.
Pernikahan akan di langsungkan di rumah Aisyah, hanya di hadiri oleh RW, RT, beberapa tetangga terdekat, dan kedua keluarga saja. Aisyah memang tidak mengundang banyak orang, karna ia baru saja pindah ke sana dan belum mengenal banyak orang.
Aisyah, Latifah, dan Rahima kini berada di kamar Aisyah. Mereka sedang menunggu dan mendengarkan ijab qabul yang akan segera terjadi, ketegangan juga sedikit menguasai hati mereka masing-masing.
Sebelumnya, Aisyah sudah di rias sedikit oleh Latifah dan Rahima. Kini di wajahnya terdapat sedikit make up, tapi tidak berlebihan. Aisyah terlihat semakin cantik saja, apalagi dengan senyumnya yang menenangkan.
Latifah menggenggam tangan Aisyah, lalu mereka saling menatap dan tersenyum. Tidak lama lagi takdir mereka akan terikat, sebagai kakak beradik satu suami.
"Tenanglah Aisyah, aku yakin mas Rafka akan tuntas mengucapkan ijab qabulnya." Ucap Latifah menenangkan.
Aisyah mengangguk pelan, lalu ia menunduk mencoba untuk bersikap tenang dan baik-baik saja. Ini memang pernikahan pertama untuknya, tapi tidak untuk Rafka. Jadi Aisyah percaya, Rafka akan menuntaskannya dalam satu tarikan nafasnya.
Di sisi lain, ketegangan juga mulai menguasai hati Rafka. Ia sendiri tidak mengerti kenapa perasaannya jadi gugup seperti itu, padahal ini bukan pernikahan pertama untuknya.
Penghulu sudah datang dan bersiap untuk memulai acara pernikahan ini, lalu ia pun membukanya dengan salam.
"Assalamualaikum warrahmatullahi wabarakatuh, alhamdulillah kita masih bisa berkumpul di tempat ini untuk menyaksikan dan menikahkan pasangan yang Insya Allah di takdirkan untuk bersama dalam bahtera rumah tangga yang sakinnah mawwadah dan warrahmah. Solawat dan salam kita berikan pada pemimpin kita, suri tauladan yang mengajarkan kita akan pentingnya sebuah pernikahan, juga nabi kecintaan kita semua nabi Muhammad SAW.. karna perjuangannya kita bisa menikmati indahnya hubungan yang istimewa ini. Baiklah, untuk mempersingkat waktu mari kita buka acara ini dengan membaca bismillah bersama-sama." Ucap penghulu untuk membuka acara pernikahan.
"Bismillahirrohmanirrohim" ucap Semua orang bersamaan.
Pencerahan tentang kehidupan berumah tangga di bacakan, semua orang pun tampak serius mendengarkan perkataan penghulu.
"Pernikahan merupakan satu ibadah yang mengikat dua hati dan dua keluarga, karna itulah Rasulullah memberi contoh dalam satu pernikahan dengan sesama manusia yang berlainan jenis. Sebagai tanda manusia juga memiliki nafsu dan hasrat untuk mencapai satu tujuan yang mulia, yaitu menambah keturunan. Tapi bukan hanya itu, menikah juga berarti menjaga dan menghormati pasangannya, saling mengerti dam berbagi kasih. Tidak boleh saling melukai, dan menyakiti. Dalam pernikahan semua harus di bicarakan dari hati ke hati, tanpa ada paksaan dan tentangan dari pihak manapun. Karna pernikahan bukan suatu permainan yang bisa di lakukan begitu saja, tapi harus ada ijab dan qabul dari si pihak laki-laki dengan sang wali yang tidak lain dan tidak bukan adalah ayah kandung dari di perempuan. Setelah terdengar kata sah, maka si perempuan sudah menjadi tanggung jawab suami dunia dan akhirat. Sayangi, cintai, dan jaga kehormatan istri adalah tugas utama seorang suami yang baik. Maka lakukanlah sesuai dengan yang Rasulullah perintahkan pada kita sebagai umatnya, Insya Allah jika kita melakukannya dengan benar maka Allah akan meridhoi pernikahan ini. Amiin, Amiin Ya Rabbal A'lamin." Jelas penghulu itu dengan serius.
Mereka semua yang mendengarnya mengangguk setuju dengan pernyataan penghulu itu, lalu sang penghulu melatih Rafka untuk mencoba mengucapkan ijab qabul secara langsung dengan Umar sebagai walinya.
"Baiklah nak Rafka, apa sudah berlatih sebelumnya?" Tanya penghulu itu.
"Sudah" jawab Rafka seadanya.
"Baiklah kita coba dulu ya bagaimana penyebutan ijab dan qabul yang nak Rafka latih, saya akan membenarkan bila ada kesalahan dalam pengucapan atau letak katanya. Ya?" Balas penghulu itu memberi arahan.
Rafka mengangguk setuju, lalu Umar mengulurkan tangannya dan Rafka langsung menjabat uluran tangan itu. Suasana seketika berubah hening, menambah kesan tegang di ruangan itu. Tapi nyatanya bukan hanya di ruang itu saja, tapi ketegangan juga terjadi di kamar Aisyah.
"Saya Umar bin Muhammad, menikahkan dan mengawinkan engkau wahai Muhammad Rafka Rafardhan dengan putri saya yang bernama Aisyah Khumairah Zahra binti Umar Muhammad dengan mas kawin surat Ar-Rahman serta emas seberat 10 gram dan seperangkat alat solat di bayar tunai." Ijab Umar dengan lugas.
Setelah Umar selesai mengucapkan ijabnya, Rafka pun tidak menunggu lama lagi untuk langsung menjawabnya.
"Saya terima nikah dan kawinnya Aisyah Khumairah Zahra binti Umar Muhammad dengan mas kawin tersebut di bayar tunai!" Qabul Rafka tanpa ragu.
Seketika pada para saksi mengucapkan kata sah, lalu Rafka dan Umar melepas jabatan tangan itu. Tapi ternyata kebahagiaan itu di patahkan oleh perkataan penghulu, yang seketika mengingatkan jika ijab qabul yang sebenarnya belum di mulai.
"Ini baru contoh ya bapak-bapak, jadi belum sah menikahnya. Nanti kita ulangi dengan serius, dan tidak boleh salah ya nak Rafka ya?" Ucap penghulu itu kembali mengingatkan.
Rafka yang tadinya merasa cukup lega kini kembali merasa tegang, ia sendiri lupa jika itu hanya uji coba saja. Sedangkan ijab qabul yang sebenarnya baru akan di mulai, Rafka pun mencoba untuk tetap tenang saat ini.
"Baiklah nak Rafka siap? Pak Umar siap?" Tanya penghulu itu pada Rafka dan Umar bergantian.
Lalu keduanya mengangguk pasti dan penghulu itu pun memulainya, ia membuka bagian satu ini dengan doa.
"Bismillah, karna kedua belah pihak sudah siap maka pak Umar silahkan menikahkan kedua pasangan ini." Pinta penghulu pada Umar.
Umar mengangguk paham, lalu ia menegakkan tubuhnya dan menatap Rafka dengan tatapan seriusnya. Hal yang sama juga Rafka lakukan, ia duduk dengan tegap dan menatap Umar dengan tatapan yakin.
"Muhammad Rafka Rafardhan, saya nikahkan dan saya kawinkan engkau dengan putri saya yang bernama Aisyah Khumairah Zahra binti Umar Muhammad dengan mas kawin surat Ar-Rahman serta emas seberat 10 gram dan seperangkat alat solat di bayar tunai!" Ijab Umar dengan tegas dan lugas.
Umar menghentakan sedikit tangannya sebagai tanda penyerahan tanggung jawab pada Rafka, dan Rafka langsung menerimanya.
"Saya terima nikah dan kawinnya Aisyah Khumairah Zahra binti Umar Muhammad dengan mas kawin surat Ar-Rahman serta emas seberat 10 gram dan Seperangkat alat solat di bayar tunai!" Qabul Rafka dengan jelas dan tegas dalam satu kali nafasnya.
"Bagaimana saksi?" Tanya penghulu.
"Saaaah!!!" Jawab saksi yang ada.