Rafka menatap Umar serius, mendengar jika Aisyah begitu berharga untuk pria paruh baya itu membuatnya segan. Apalagi dalam cerita itu, Aisyah adalah seseorang yang begitu baik dan mengerti agama. Rafka tidak mungkin menyakiti gadis sebaik itu, ia tidak akan bisa.
"Ya, aku akan menjaganya." Janji Rafka pada calon ayah mertuanya.
Umar tersenyum mendengar jawaban Rafka, rasanya seperti beban di hatinya sudah hilang bersamaan dengan janji yang Rafka katakan padanya. Kini tidak ada lagi yang perlu ia khawatirkan, Aisyah sudah memiliki jalan takdirnya sendiri.
"Ayah senang mendengarnya, sekarang tugas ayah hanya menikahkan kalian." Balas Umar merasa tenang.
Rafka tersenyum tipis mendengar balasan dari Umar, lalu ia pun kembali melirik istri dan calon istrinya yang masih asik berbicara hingga tertawa bersama.
'tawa itu, apa aku bisa menahannya untuk tetap ada di bibirnya?' batin Rafka mempertanyakan.
Malam pun semakin larut, kini keluarga Rafka berpamitan untuk pulang ke rumahnya. Aisyah dan Umar pun mengantar mereka sampai depan pekarangan, hingga akhirnya mobil Rafka melaju membelah jalan.
Aisyah dan Umar kembali masuk ke dalam rumah, lalu Aisyah membersihkan alat-alat yang kotor dan merapikannya. Setelah semua sudah bersih, Aisyah menghampiri sang ayah dan mengobrol sebentar dengannya.
"Ayah, belum tidur?" Tanya Aisyah pada Umar.
Umar menatap Aisyah dengan senyumnya, lalu ia meminta Aisyah untuk duduk di sampingnya.
"Bagaimana sayang? Kamu sudah merasa lega setelah menjawab semuanya?" Balas Umar balik bertanya.
Aisyah duduk di samping Umar, lalu ia tersenyum pada sang ayah dan memeluknya.
"Ayah, aku merasa bersalah pada mba Latifah karna menerima lamaran ini. Tapi anehnya, hatiku tetap tenang seakan apa yang aku lakukan ini bukanlah suatu kesalahan." Ungkap Aisyah sambil memeluk sang ayah.
Umar tersenyum mendengar cerita Aisyah, lalu ia membelai kepala Aisyah dan mengecupnya.
"Itu berarti jika apa yang kamu lakukan memang tidak salah sayang, walaupun memang sedikit menyakiti hati orang lain." Jawab Umar dengan tenang.
"Ya Ayah, dan aku juga sedikit bimbang." Balas Aisyah mengungkapkan apa yang di rasakan oleh hatinya.
"Bimbang kenapa sayang?" Tanya Umar tidak mengerti.
Aisyah terdiam sesaat, sambil mengeratkan pelukan pada sang ayah.
"Jika aku sudah menikah nanti, apa tidak sebaiknya aku tetap tinggal di sini saja? Karna jika aku ikut dengan mas Rafka ke rumah mereka, aku takut mba Latifah akan terus tersakiti dengan kehadiranku." Jawab Aisyah menjelaskan kegelisahan hatinya.
Umar mengangguk paham dengan kegelisahan putrinya itu, ia juga mengerti dengan pilihan yang lagi-lagi hadir dalam jalan Aisyah.
"Nak, bagaimanapun sulitnya kamu harus tetap mengikuti suamimu. Tapi bersikaplah dengan baik dan sewajarnya, jangan terlalu menunjukan kemesraan kalian di hadapan orang lain. Cukup saat berdua saja, itulah yang penting." Jelas Umar memberi arahan pada Aisyah.
Aisyah menatap Umar dengan tidak mengerti, lalu ia pun mempertanyakan maksud perkataan sang ayah itu.
"Maksud ayah jika di saat ada yang lain aku harus bersikap biasa saja, dan kalau berdua baru boleh menunjukkan kemesraan begitu?" Tanya Aisyah tidak mengerti.
Umar tersenyum tipis mendengar pertanyaan Aisyah, sepertinya ia harus memberi pelajaran untuk Aisyah mengenai arti sebuah pernikahan dan cara menjalaninya dengan baik.
"Nak, pernikahan bukan hanya soal ikatan dan kedekatan. Tapi juga prinsip dan tujuan hidup, yang harus menjadi satu. Ayah akan menjelaskan sedikit padamu, dan semoga kau mengerti setelahnya." Jelas Umar dengan serius.
Aisyah pun melepas pelukannya, lalu ia duduk dengan tenang mendengarkan apa yang ayahnya jelaskan padanya.
"Pernikahan itu berarti ikatan antara dua hati yang tidak sejalan menjadi satu arah, dimana kalian harus saling mengerti dan memahami segala hal tentang pasangan kalian. Kalian harus sama-sama mengerti keinginan satu sama lain, dan mewujudkannya dalam satu ungkapan atau perbuatan. Tapi dalam hubunganmu dengan nak Rafka itu sedikit berbeda, kalian harus menjaga hati dan perasaan Latifah yang merupakan istri pertama Rafka. Jika pasangan umum lainnya bisa bermesraan dengan bebas, kalian tidak bisa. Kenapa? Karna jika kalian menunjukan kemesraan di tempat umum maka Latifah pasti akan terluka, dan untuk mencegah hal itu kalian hanya bisa menunjukan cinta dan perasaan kalian jika hanya berdua. Kamu mengerti kan nak?" Jelas Umar dengan tegas.
Aisyah mendengarkan begitu serius perkataan Umar, ia pun membayangkan situasi yang terjadi di posisi yang sama. Kini Aisyah tau apa yang harus ia lakukan nanti, dan lagi penjelasan itu benar-benar membuat Aisyah memahami makna pernikahan lebih jauh.
"Aisyah mengerti ayah, Aisyah akan melakukannya seperti yang ayah ajarkan padaku." Balas Aisyah dengan pasti.
Umar mengangguk pelan mendengar balasan Aisyah, ia pun melanjutkan pelajarannya.
"Jika suamimu kesulitan maka bantulah dia sebisamu, jika kamu tidak mengerti dengan masalahnya maka berkatalah yang manis agar bisa membuat suamimu merasa tenang dan tidak lagi terbebani dengan masalahnya itu. Ingat Aisyah, restu suamimu adalah kunci syurga untukmu. Tanggung jawab ayah akan lepas setelah nak Rafka mengucapkan ijab qabulnya, jadi hormati suamimu jauh melebihi rasa hormatmu pada ayah. Layani dia, dan perlakukan dia seperti raja. Ayah tau mungkin dia akan tetap mengutamakan istri pertamanya, tapi kamu harus tetap memprioritaskan dirinya di atas siapapun. Suami adalah segalanya untukmu setelah Allah SWT.. dan nabi Muhammad SAW. Jadi jangan melakukan apapun yang membuatnya sedih, ingat pesan ayah itu." Lanjut Umar mengingatkan.
Aisyah mengangguk paham, kini ia mengerti akan pentingnya seorang suami dalam kehidupan berumah tangga.
"Baik ayah, akan Aisyah ingat selalu pesan ayah." Balas Aisyah meyakinkan.
"Tapi jika ada sesuatu yang ingin kau sampaikan padanya, entah itu saran atau usulan maka katakan saja. Dengan bahasa yang lembut, dan tidak sembarangan. Seorang istri juga berhak mengutarakan perasaannya jika ada yang mengganjal di hatinya, karna itu katakan saja." Sambung Umar kembali memberi arahan.
Aisyah semakin paham dengan tugas-tugasnya nanti setelah ia menikah, rasanya ia sudah mengerti harus berbuat apa jika situasi tidak terduga tiba-tiba terjadi nanti.
"Ya ayah, Aisyah mengerti semua penjelasan ayah itu. Aisyah akan melakukan yang terbaik untuk menyenangkan suami Aisyah, dan sebisa mungkin Aisyah tidak akan membuatnya sedih." Balas Aisyah dengan senyum manisnya.
"Baguslah nak jika kamu mengerti, ayah sangat senang jika kau bisa menjalankan tugasmu dengan baik." Ungkap Umar dengan bangga.
"Tentu saja ayah, Aisyah tidak akan pernah melupakan ajaran ayah selama ini. Insya Allah, Aisyah akan melakukannya sesuai dengan yang ayah ajarkan." Ucap Aisyah pasti.
Umar mengangguk pelan, lalu ia tersenyum mendengar jawaban Aisyah. Ia sangat mengharapkan kebahagiaan Aisyah, bukan hanya di dunia tapi juga di akhirat nanti.
"Ayah akan selalu mendukungmu nak" balas Umar dengan senyumnya.