Jum'at, 11 Juli 2025. Pukul 05:00, Waktu Tokyo. Kamar Akiko, Alternate Dimension
Malam tadi malam yang menyenangkan, aku berpisah dari Meiko dan pulang ke rumah Akiko lagi. Namun, masalah yang terjadi adalah bahwa hari ini aku harus memutuskan diantara mereka berdua siapa yang akan aku korbankan.
Aku menghidupkan lampu kamar, seketika Akiko bangun.
"Kenapa kau hidupkan lampu kamar?" tanya Akiko heran.
"Aku mau bangun lah. Bukannya hari ini giliran kita jalan berdua?" tanya balik diriku.
"Iya... Bener."
"Ayolah kita bangun, kita siap-siap biar ga merepotkan orang lain."
"Betul juga, tapi jangan lupa makan dulu disini ya. Aku masak. Kamu ada pakaian kotor?"
"Eeh?!"
"Seperti biasa aku yang mencuci kan?"
"Maafkan aku, harusnya aku yang mencuci pakaianku sendiri."
"Tidak apa-apa. Kan aku yang membuatmu menginap disini. Ya, aku bantuin kamu lah otomatis."
"Terimakasih ya."
Kami pun melanjutkan beres-beres. Akiko mencuci pakaianku yang kotor, aku mulai packing baju yang sudah dicuci kemarin untuk dilipat rapi dalam tas yang disediakan olehnya.
Akiko dengan tekun mencuci helai demi helai pakaianku, bahkan pakaian dalamku juga ia cuci.
Sebagai ganti, tidak mungkin aku diam saja. aku mencoba memasak sesuatu untuknya.
15 menit kemudian, aku berhasil membuat omelet yang bisa dibagi dua untuk kami berdua. Orang tua Akiko sedang pergi ke luar kota, makanya kami memasak makanan sendiri.
"Kau sudah selesai? Aku akan coba makanannya." tanya Akiko.
"Silahkan." jawabku.
Akiko mencicipi sebagian kecil dari omelet itu. Ternyata...
"Kamu benar-benar pintar memasak." pungkas Akiko.
"Terima kasih. Ini balasanku, aku tidak enak kamu mencuci aku diam saja." responku.
"Aku paham."
Kami pun memakan omelet bersama-sama.
"Akihito-kun, kamu mau jalan-jalan kemana hari ini?" tanya Akiko.
"Aku mau jalan ke sekolah lagi." jawabku.
"Baiklah, aku antar."
Kami pun bersiap-siap.
---
Jum'at, 11 Juli 2025. Pukul 06:30, Waktu Tokyo. Stasiun Kereta, Alternate Dimension
Aku sudah beres-beres bersama dengan Akiko. Saat ini kami berada di stasiun kereta, menunggu kereta yang lewat ke sekolah.
Akiko melihat jadwal keretanya.
"Sebentar lagi keretanya sampai. Ayo kita bersiap di bagian tunggu kereta." ujar Akiko.
Tak lama, kereta pun sampai. Kami naik.
Di kereta api, aku melihat betapa ruwetnya pikiran Akiko tergambar dari ekspresi mukanya yang lesu. Aku khawatir dia bosan denganku.
"Akiko, kamu kenapa?" tanyaku.
"Aku tidak apa-apa."jawab Akiko sederhana.
Aku bertanya sampai 3 kali dan jawaban dia masih sama.
Entahlah.
Semoga saja dia tidak apa-apa.
---
Jum'at, 11 Juli 2025. Pukul 07:30, Waktu Tokyo. Stasiun Kereta, Alternate Dimension
Aku dan Akiko sampai di sekolah, karena hari ini hari Jum'at, sekolah akan pulang cepat. Jadi, aku memutuskan mengajak Akiko untuk keliling sekolah dan menunjukkan tempat mana saja yang belum kukunjungi.
Aku melihat Akiko ekspresinya sungguh tidak mengenakkan.
Aku memutuskan untuk bertanya.
"Akiko, ada ruangan kosong yang sepi? Yang belum pernah aku kunjungi?"
"Ada. Ruangan Kelas 3-A."
Kami pun bergegas ke ruangan 3-A.
Akiko masih dalam kondisi tidak mengenakkan.
Aku mencoba mencari cara, agar dia bisa kembali setidaknya tertawa atau tersenyum.
Aku pegang pipinya.
"Apaan sih." ujar Akiko sambil melepaskan tanganku dari pipinya.
"Ketawa kan?"
"Iya, puas?"
Aku tersenyum.
Namun, tak lama ia cerita.
"Akihito-kun, aku ingin jujur soal apa yang aku lihat ketika memegang tanganmu."ungkap Akiko.
"Silahkan." jawabku.
"Kau tahu? Kau adalah orang terpayah yang aku tahu, tapi usahamu tidak patah."
Aku tersenyum.
"Aku, aku pengecut, mudah menyerah, mudah bersedih, terlalu serius, susah bergaul dengan orang."
"Apa bedanya kita?"
"Apa bedanya menurutmu?"
"Kamu harus dijejali pengalaman. Kamu pasti bisa berkembang."
"Betul."
"Ayo, kamu harus lebih semangat lagi."
"Aku ingin pulang, bolehkah?"
"Boleh kok. Kalau kamu bosan ikuti aku gapapa."
"Bukan bermaksud begitu dasar!"
"Maaf..."
"Aku yang minta maaf, semua jadi gini gara-gara aku."
"Tidak apa-apa, mungkin lebih banyak yang bisa kita kerjakan ketika di rumah."
"Kamu kok jadi cowok pengertian banget ya?"
"Aku hanya meresponmu, bukan pengertian."
"Tapi begini saja kamu itu perhatian dan pengertian."
"Tapi aku gagal melakukan hal ini pada siapapun..."
"Bukan gagal, kamu takut."
"Takut?"
"Betul, kamu masih trauma akan kehilangan istrimu kan?"
"Iya, kamu benar."
"Dan sebenarnya hubungan kalian itu tidak mulus tapi kamu berusaha tutupi dan nafikkan kan?"
Kebuka semuanya.
"Jujur aja sama aku, jika kamu benar-benar sayang sama dia dan kamu tidak akan sefrustasi ini. Kamu pasti punya masalah dengan Mana."
"Semua salahku."
"Ayo kita pulang, aku akan bicara dan kasih solusi buatmu, walau itu tidak efektif lagi."
Iya, kamu benar. Aku ada beberapa masalah dengan Mana.
-Flashback On-
"Kamu tidak pernah mau dengar aku. Kamu selalu dengan maumu sendiri!"
"Kamu juga tidak pernah dengerin aku. Aku udah kasih alasan tapi kamu tetap aja gitu."
"Aku bosan dengar alasan berulang! Tidak masuk akal, memaksakan kehendak, egois!"
Hari itu adalah hari dimana aku konflik hebat dengan Mana, tepatnya sebelum pernikahanku dengannya.
Aku tidak pernah menyangka bahwa hubunganku dengan Mana juga banyak konflik.
"Kamu seperti anak kecil, kamu ngerendahin harga diri aku!"
"Kamu tidak pernah mengerti cara aku perhatian dengan orang!"
"Kamu itu gabisa kontrol. lebay banget!"
"Kamu juga gabisa paham aku."
"Aku paham kamu, tapi kamu yang selalu minta perhatian!"
Dan seterusnya.
Flashback Off
---
Jum'at, 11 Juli 2025. Pukul 11:30, Waktu Tokyo. Rumah Akiko, Alternate Dimension
Aku sudah sampai di rumah Akiko. Akiko terdiam saja dari tadi, entahlah aku bingung alasan dia diam sampai sekarang, apa karena hari ini adalah hari penentuan sehingga dia tak bisa senang?
Entahlah.
Siang itu aku membantu Akiko mengurusi urusan rumah, seperti menyapu, mencuci piring, menjemur pakaian, dan lain-lain sampai malam harinya.
---
Jum'at, 11 Juli 2025. Pukul 18:30, Waktu Tokyo. Rumah Akiko, Alternate Dimension
Malam ini, aku beristirahat di kamar Akiko. Aku sudah menemukan jawabannya tapi aku sama sekali bingung.
Yang kudapatkan adalah perbedaan paling mendasar antara Meiko dan Akiko yang mana adalah, Akiko bersamaku di urusan yang serius, ia sepertinya ingin hal yang jauh lebih panjang jangkanya. Sementara Meiko ingin aku selalu bersamanya dalam hal yang romantis.
Mana yang kupilih? Aku pun bingung. Aku sangat menginginkan keduanya.
Tapi..
Baiklah.
Aku memilih.
"Akiko, aku akan mengorbankan Meiko."
Akiko diam lalu dengan raut muka yang tidak bisa kuprediksi sama sekali, ia membentakku.
"Kau sudah gila?!" bentak Akiko.
"Kau benar-benar ingin mengorbankan Meiko?!" lanjut tanya Akiko.
"Aku memilihmu, kan disuruh memilih, ya aku akan pilih kamu." jawabku.
Akiko terdiam...
"Maafkan aku, keputusanku bulat." jawabku.
"Tidak apa-apa. Aku tidak apa-apa." ujar Akiko sok kuat.
Aku sudah tahu Akiko tidak akan bisa tahan ini lebih lama.
Ia jatuh ke kasur dan memelukku.
"Aku ingin bersamamu sebentar saja. Aku benar-benar sedih. Kenapa kau memilihku?" tanya Akiko.
Tangisannya mulai meluap.
"Aku merasakan perhatian yang hilang. Aku merasakan itu dari kamu, Akiko." jawabku menenangkan.
"Aku... Aku ini payah. Pengecut, introvert. dan..."
"Sudahlah, aku tidak terlalu memikirkan kelemahanmu. Aku fokus pada apa yang kamu bisa."
"Kamu benar-benar payah. Bisa temani aku jalan malam ini? Aku ingin bertemu dengan Meiko. Aku harap kamu batalkan keputusanmu." ungkap Akiko.
"Baiklah, aku penuhi."
Aku pun mengajak Akiko jalan-jalan disekitar rumahnya, menuju ke jalan kota.
---
Jum'at, 11 Juli 2025. Pukul 19:30, Waktu Tokyo. Jalan Kota, Alternate Dimension
Akiko masih terlihat sedih sepanjang jalan, aku benar-benar bingung mengatasinya, persis seperti waktu aku masih berkelahi atau tidak cocok dengan Mana.
"Maafkan aku..."
"Iya tidak apa-apa."
"Maafkan aku. Aku akan mencoba menceritakan masa laluku dengan Mana sesuai permintaanmu."
"Janganlah, jangan ceritakan hal itu, moodku sedang tidak baik, lagian kita harus temui Meiko secepat mungkin."
"Tapi aku memilihmu bukan Meiko."
"Kamu salah orang."
"Iya tidak apa-apa. Aku cuma ingin sendiri saja."
"Mana mungkin bisa kutinggalkan kau sendiri?!"
"Tinggalkan aku sendiri!"
"Tidak mau!"
"Tinggalkan aku sendiri kau dengar!!"
"Aku tidak mau!!"
"Bedebah kau!"
Akiko berlari menjauh dariku, aku terus mengejarnya...
Sampai suatu ketika ia menyebrangi jalan, mobil dengan kecepatan tinggi akan melintas...
Akiko tidak melihat ke kiri dan ke kanan. Gawat!!!
Akiko!!!!
Aku mendorongnya
BRUK!
"Aaakh...."
Ia terpental ke tepi jalan.
Aku sajalah yang mati...
...
BRUK!
Seketika semua orang diam.
"Akihito-kun!" seru Akiko.
"Terlambat, aku terlambat!" seru Meiko.
Pandanganku kabur, rasa sakit memuncak, aku benar benar lemas, darah ada di sekelilingku. Aku benar benar akan mati di dimensi ini.
Aku diangkat oleh supir mobil tersebut dan dibawa ke rumah sakit.
Akiko dan Meiko mendampingiku di dalam mobil, menanti dalam cemas.
"Akihito-kun! Bertahanlah!" ujar Meiko.
"Maafkan aku, Akihito-kun!" ujar Akiko.
"Akiko, Meiko..." jawabku lirih.
Mereka mendengar perkataanku.
"Ironis ya, ini seperti kejadian Mana dulu ketika ditabrak mobil, aku sedang berada pada detik detik terakhir sama seperti Mana dulu. Kalau memang tidak berubah dan sama polanya, aku akan tiada dalam waktu beberapa menit lagi. Aku sudah lelah sekali, lemas karena tabrakan tadi." ujar
"Jangan pergi, Akihito-kun!" seru Akiko.
"Akihito-kun bertahanlah! Demi kami berdua, kami mohon bertahanlah!" seru Meiko
"Satu hal yang kalian harus tahu, bahwa kalian berdua adalah bagian dari diriku. Aku tidak bisa memilih diantara kalian berdua. Aku sadari itu, makanya kecelakaan naas ini, aku mengorbankan diriku untuk itu."
"Akihito-kun..." ujar Akiko.
"Terimakasih semuanya..."
Pandanganku kabur, mataku mulai tertutup, ku dengar mereka menangis histeris tapi suaranya mulai tak terdengar lagi. Semuanya menjadi gelap.
TO BE CONTINUED