Apa yang sudah kulakukan ini?
Bibirku telah menyentuh bibirnya, secara refleks aku meletakkannya dengan tepat. Beberapa saat kemudian matanya terbuka membuatku kaget dan tersipu malu. Wajahku langsung memerah, dan aku segera melepaskan bibirku yang melekat pada bibirnya ini.
Dia menatapku dan terus memandangiku yang tersipu malu ini. Matanya yang masih sipit dengan muka pucatnya yang memunculkan ekspresi datar, mungkin dia masih tidak sadarkan diri.
"Kau-" dia membangunkan separuh badannya lalu tangan kanannya memegang tanganku.
"Jangan pergi dari sisiku dalam beberapa hari ini." Wajahnya begitu sedih saat mengatakan itu padaku, tangan kirinya memegang kepala sebelah kiri lalu mengerang kecil kesakitan.
"A-anu ...!" Apa yang ingin aku katakan? Apa aku harus minta maaf padanya karena telah melakukan itu padanya ...? Jika dipikir-pikir lagi dia yang harusnya minta maaf untuk kerusakan kaca jendelaku.
"Ada apa?" dia menoleh ke arahku.
"A-anu, bi-bisakah kau menceritakan dirimu ...." Aku begitu canggung ketika berbicara dengan orang ini. Kalau dilihat dari dekat ternyata ganteng juga.
"Hm, ya." Jawabannya sesingkat itu sambil menganggukkan kepalanya tanda ia setuju mau menceritakan dirinya.
....
"Tapi, sebelum itu ..., kita harus memperbaiki kaca yang pecah itu dulu." Dia mencoba berdiri dan tangan kanannya yang memegangku menunjuk ke arah jendela balkon.
"Eh ..., lupakan saja soal ini! Besok aku akan panggil tukang-"
"Tidak usah, mungkin dengan sisa kekuatanku saat ini masih cukup." Ucap pria itu dengan percaya dirinya berjalan menuju jendela kemudian menyentuh kaca jendela dengan tangannya.
"Eh?" Apa maksudnya?
Sesaat seberkas cahaya muncul dari pantulan kaca, beberapa ujung kaca yang pecah itu mulai tersambung dengan kaca yang baru dalam sekali sentuhannya.
"Ka-kacanya kembali!?" Mataku terbelalak melihat sesuatu hal yang sakti itu di hadapanku, dengan bodohnya aku bertanya "Anda ini pesulap?" Apakah dia sedang melakukan atraksi di depanku selama ini?
"Diamlah!" Teriaknya parau, "Aku sedang konsentrasi." Tambahnya sambil membuat kaca jendela itu menjadi utuh kembali.
****
Kacanya benar-benar utuh kembali seperti semula, ia membalikkan badan dan tersenyum tipis padaku.
Aku masih terdiam dan merasakan kekaguman dari kemampuannya itu.
Selesai memperbaiki kaca dengan kemampuan yang bisa dibilang sulap itu, ia berjalan ke arahku tapi-
Tiba-tiba dia ambruk di depan tubuhku.
Aku secara refleks menangkap tubuhnya dan menopangnya.
"Ma-maaf aku merepotkanmu untuk sementara waktu, dan biarkan aku tinggal di sini." Ucap bisiknya yang begitu pelan di dekat telingaku.
Aku mulai sedikit curiga dengan ramalan yang aku dapatkan dari nenek di toko barang antik sebelumnya, awalnya aku tidak mempercayainya. "Apa hal ini sudah sengaja diatur oleh seseorang untukku?" pikirku sambil membopongnya lalu mendudukkan dia di kursi.
"Baiklah kau boleh tinggal di sini." Aku terpaksa menerimanya untuk tinggal di rumahku karena mengingat kondisinya yang terbilang tidak baik-baik saja itu.
"Terima kasih." Pria itu tertunduk dengan senyum lega.
Tiba-tiba kepalanya mulai sakit lagi "Aaaarrgh!!" erangnya.
"Kau baik-baik saja?" Aku jongkok di depannya, memegang tangannya yang memegang kepalanya yang tengah kesakitan. "Te-tenanglah, aku tidak bisa berbuat banyak untukmu." Aku mengatakan yang sebenarnya, sejujurnya aku bingung apa yang harus aku lakukan untuk menolongnya.
Perlahan dia terdiam.
"Maaf aku mengkhawatirkanmu." Ucapnya pelan sambil menahan rasa sakit ditubuhnya.
"A-ah, aku ...."
"Ini sudah tengah malam, kamu tidak tidur?"
"Bagaimana aku bisa tidur dengan nyenyak setelah mendapati orang asing yang kesakitan ini!?" Bualku di depan wajahnya.
"Ah ..., maaf." Dengan entengnya dia mengatakannya sambil menggaruk-garuk kepala bagian belakangnya.
"Aku punya banyak pertanyaan untuk-"
'kruuuuuuk ..., kruuuuuk ....' kata-kataku terpotong begitu mendengar bunyi suara perut keroncongan.
"Anu, bisakah aku meminta secuil makanan darimu?"
....
"Baiklah, tunggulah di sini."
Aku menuju dapur, aku hanya punya sisa nasi dan takoyaki. Ada beberapa telur di kulkas mungkin aku bisa membuat omuricr sederhana saja.
Segera kupanaskan nasi dan takoyaki di dalam microwave kemudian aku masak telur di wajan teflonku.
Beberapa menit kemudian ....
"Yosh! Selesai." Tadinya aku tak berniat masak apapun, karena ada orang yang membutuhkannya jadi apa boleh buat.
Segera kutaruh sepiring omurice beserta sendok dan garpu, segelas air mineral, dan sekotak takoyaki di atas nampan. Lalu kusuguhkan di meja depan tempat duduknya.
"Maaf hanya ini yang bisa kusuguhkan."
"Tidak apa-apa." Jawab pria itu tanpa protes.
....
"Itadakimasu (selamat makan)." Ucap pria itu sembari mengambil sendok untuk menyantap omuricenya.
"Loh!" Sendoknya jatuh, tangan kanan pria itu gemetaran karena kesakitan menahan lukanya sehingga menjatuhkan sendok itu. "Kalau begini aku tidak bisa-"
"Apa boleh buat ...." gumamku sambil mengambil sendok yang jatuh di dekat piringnya kemudian duduk di kursi sofa sebelahnya. Memegang piring yang berisi omurice dan berusaha menyuapinya.
"Buka mulutmu, aa ... em ...."
"Ah, maaf lagi-lagi aku merepotkanmu."
Pria itu menyantap makanan dengan lahap. Dia masih terlihat pucat kesakitan dan sangat kelaparan.
....
Segera setelah makan, aku meletakkan piring berserta nampan di dapur. Tapi, langkahku di hentikannya dengan tangan kirinya yang memegang pergelangan tanganku.
"Eh," aku menoleh dengan rasa ingin mengelakknya.
Dengan menyiratkan wajah kesedihan yang mendalam pria itu berkata "Maukah kau mendengarkan ceritaku?"
"Tapi ...," piring kotor ini harusnya aku cuci terlebih dahulu.
"...."
"Baiklah." Aku kembali duduk di dekatnya.
Ia mulai bercerita ....
Setelah kuamati berkali-kali wajahnya tampak familiar, perlahan-lahan kata demi kata ia ucapkan dengan suara paraunya meski kami berhadapan dengan rasa yang begitu gugup.
"Aku Matsuda Fuyuki, aku bukan pesulap ataupun orang jahat. Namun, aku adalah seorang pengguna kekuatan spiritual saat ini. Ketika dalam perjalanan pulang dari tempat kerjaku, aku dibuntuti oleh seseorang tak dikenal memakai penutup wajah berpakaian serba hitam. Dia juga seorang pengguna kekuatan spiritual, kemudian dia muncul di depanku menusuk perutku dengan pisau dan menyebetkan katana-nya ketika aku hendak mencabut pisau dari perutku. Lalu aku lari kencang dengan menggunakan langkah kilat di udara. Namun, dia berhasil menyusulku. Akhirnya langkahku berhasil dihadang dan dia menghajarku tanpa ampun. Belum sempat aku mengeluarkan kemampuanku, dia menghajarku dan mengenai titik vitalku. Rasanya sangat sakit, dia berniat membunuhku dan menghempaskanku hingga terperosok ke balkon rumah ini."
....
"Berarti, saat ini kamu sedang di kejar oleh orang itu?" Tanyaku ketakukan, kemungkinan saja dia mencarinya sampai sini.
"Ya, kemungkinan besar dia masih mencariku sampai memastikan menemukan aku harus mati." Jawabnya dengan serius.
"La-lalu ba-bagaimana jika dia kesini?" Aku begitu ketakutan jika terlibat situasi macam ini, mana mungkin aku menelepon polisi sementara mereka adalah pengguna spiritual? Polisi tidak akan bisa menangkap mereka, pikirku.
Dengan perasaan harap cemas dan dipenuhi kegelisahan hati, aku berharap semoga ini hanya mimpi ....
"Ini tidak nyata, kan?" Aku begitu takut, secara refleks aku mengatakan bisikan hatiku padanya.
Pria ini tersenyum tipis padaku dengan menahan rasa sakitnya "Tenanglah, semua akan baik-baik saja. Selama aku menyegel kekuatanku di sini, lokasi keberadaanku tidak dapat terdeteksi. Maka dari itu tolong izinkan aku berada di sini."
"Eh-!? Apa menyegel kekuatan itu sepraktis itu?"
"Tidak juga kok."
....
"Saat ini tubuhku sangat lemah akibat banyak darah yang keluar, sepertinya aku terkena anemia. Jadi, aku hanya bisa menyegel separuh kekuatanku saja."
"Oh begitu ya." Aku tidak begitu paham, aku hanya mengiyakannya.
"Iya, bahkan tubuhku terasa sangat lemas dan sendi-sendiku kesemutan."
"Kenapa kau tidak mau dibawa ke rumah sakit? Bisa saja mereka yang ada di sana memberikan pertolongan pertama-"
"Tidak, aku tidak mau."
"Kenapa?"
"Aku masih trauma ...."
"Trauma?"
"Ya. Karena aku memiliki kekuatan spiritual, aku dijadikan kelinci percobaan."
****