Sinar pagi telah mengintip malu - malu melalui tirai jendela menyapu hangat wajah cantik, memaksanya membuka mata. Namun, tak berselang lama kembali memejam sejenak merasakan betapa nikmatnya bisa menyambut pagi dengan senyuman terbaik. Meskipun hatinya berselimut luka mendalam, akan tetapi Amira tidak pernah mau menyambut pagi dengan sejuta luka.
"Selamat pagi, Amira. Sambutlah aku dengan semangat mu. Iringilah langkah kaki mu dengan senyuman ku." Sapa sang mentari. Siluet hitam kembali terbuka berpadukan dengan senyuman yang kembali mengukir di bibir ranum.
Tanpa Amira sadari Inem telah mengintip dari balik kaca. Iku, Non Amira senyum - senyum yo. Wah, pertanda apik iki. Mugo - mugo iki awal kebahagiaan Nona ku, Ya Allah. Batin Inem beriringan dengan langkah kaki mendekati pintu kamar.
"Masuk!" Jawab Amira dari dalam. Dia pun enggan mendekat ke arah pintu. Kepalanya masih saja menyandar pada sandaran ranjang sambil memfokuskan tatapannya pada layar ponsel.