Amira terlihat sedang menghembus nafas lelah sebelum melenggang menuju kamar kesayangan. Dibaringkannya tubuhnya di atas ranjang dengan kedua mata memejam rapat. Namun, dia tidak pernah bisa tidur. Pikirannya masih saja melayang jauh memikirkan tentang Hana dan Azriel.
Entah sudah berapa lama tenggelam ke dalam pikiran sendiri hingga tidak menyadari ada panggilan masuk dari Tamara. Amira terlalu larut ke dalam kesedihan hingga mengabaiakan keadaan sekitar. Bahkan kehadiran yang sang ayah yang saat ini sedang menatapnya intens dengan menyandarkan tubuhnya pada ambang pintu pun juga tak dia sadari.
Larut ke dalam kesedihan hanya mengiringi bulir - bulir air mata mengalir deras tanpa dapat di hentikan. Bersamaan dengan itu ponselnya berdering menampilkan nama Tamara. Dengan segera mengangkat panggilan tersebut. Namun, sebelum berbicara dengan Tamara. Dia pun berdeham untuk memulihkan suaranya. "Hallo ... "
"Hallo, Amira. Gimana kabar mu beb?"
"Baik, kau sendiri?"