Chereads / Schoolmate or Cosplayer / Chapter 1 - Prolog

Schoolmate or Cosplayer

🇮🇩darrenlynn_frost
  • --
    chs / week
  • --
    NOT RATINGS
  • 13.3k
    Views
Synopsis

Chapter 1 - Prolog

Siapa yang pernah menyangka segalanya akan menjadi seperti ini?

Kecintaanku pada hal-hal berbau jejepangan yang telah mendarah daging ternyata membawaku ke dunia yang sangat rumit. Kenapa aku harus buru-buru memohon restu pada orang tua temanku sendiri? Aku belum mau menikah! Aku bahkan belum sempat merasakan nikmatnya menjadi seorang mahasiswa. Haduh, segalanya menjadi semakin rumit saja.

Belum lagi, seorang cewek yang tiba-tiba memasuki kehidupanku gara-gara insiden konyol menyebalkan. Aku muak harus dikejar-kejar oleh banyak manusia aneh gara-gara aku jadi dekat dengannya. Insiden payah! Jelas-jelas dia yang menabrakku duluan, kenapa malah aku yang disalahkan?!

~SoC~

Gabriel Adimas Kristiawan, cowok yang diam-diam membuatku jatuh cinta karena suatu hal. Sebuah keberuntungan aku bisa bersekolah di sekolah yang sama dengannya, meski aku harus merelakan diriku berada di jurusan yang berbeda dengannya. Dia lebih memilih mendalami Social Class yang membosankan daripada memilih Science Class bersamaku.

Menyebalkan sekali memang jika tidak bisa melihat orang yang kamu taksir setiap saat di sekolah. Kami cuma bisa bertemu saat jam istirahat atau jam pulang sekolah, selebihnya? Kami selalu sibuk dengan urusan masing-masing. Dia selalu berkeliling Beijing di akhir Minggu bersama teman-temannya yang aneh itu, berburu WiFi gratis hanya demi mendownload puluhan Gigabyte video kartun Jepang bernama "Anime".

Aku sangat tidak menyukai teman-temannya itu, karena mereka adalah orang-orang mesum yang memiliki kapasitas otak kecil berisi hal-hal tak wajar. Menonton anime? Oh ayolah, memangnya kau ini anak kecil? Bukannya aku mau menghina sih, tapi menonton anime hanya akan membuang-buang waktumu. Lebih baik kau mengalokasikan waktu-waktu untuk nonton anime itu dengan belajar atau.... Jalan denganku, hehehehe.

Tapi, di luar semua itu, kami ini tergolong cukup dekat, karena kedua orang tua kami adalah teman semasa sekolah mereka. Ayah Gabriel adalah teman ayahku, mereka telah berteman semenjak kelas 1 SMP di sebuah sekolah swasta di Indonesia. Yap, benar, aku dan Gabriel memang bukan warga negara asli Beijing, kami berdua berasal dari Indonesia, lebih tepatnya provinsi Yogyakarta. Keluargaku tinggal di daerah perkotaan dekat SMP ayah kami dulu, sementara keluarga Gabriel tinggal di daerah lain yang lebih jauh lokasinya.

Karena hubungan antara kedua ayah kami tergolong dekat, otomatis menjadikan kami sebagai teman sejak kecil. Aku tahu! Kedengarannya gila memang, jatuh cinta pada teman masa kecilmu sendiri, tapi, hey! Siapapun pasti juga pasti akan jatuh cinta kalau melihat paras pemuda itu. Ibunya adalah seorang wanita yang berasal dari Britania Raya, dan dia terlahir mengikuti sebagian besar gen ibunya. Rambutnya hitam lurus, dengan mata biru cerah, dan warna kulitnya mengikuti warna kulit ibunya yang putih.

Tetapi hal itu tidak mengurangi daya tarik dan kegantengannya, justru menambahkan kesan kalau dia adalah seorang keturunan Britania yang memiliki kulit putih bersih, wah! Pokoknya aku nggak bisa jelasin lagi deh seberapa ganteng seorang Gabriel Adimas Kristiawan itu. Saat kami masih bersekolah di Indonesia saja, sudah banyak cewek yang mengantri untuk bersanding dengannya, meski selalu ditolak dengan alasan kalau dia tidak sedang ingin menjalin hubungan lebih dari teman dengan siapapun.

Yah, dia memang orang yang ganteng, cerdas, berasal dari keluarga berada, dan seorang yang aktif dalam kegiatan sekolah. Hanya saja, dia terlalu terobsesi dengan karakter-karakter bertubuh seksi yang ada dalam anime yang sering dia tonton, membuatnya sering dijauhi dan dijuluki sebagai seorang maniak anime. Tapi, tenang saja, pokoknya aku akan berusaha membuatnya berpaling dari anime-anime itu dan jatuh cinta padaku!

~SoC~

Kenapa sih pemuda itu selalu saja menghindar dariku belakangan ini? Apa karena pertemuan kami yang tidak disengaja itu? Atau karena aku bersikap terlalu manja padanya akhir-akhir ini? Ah, rasanya tidak mungkin, aku sudah memberinya sogokan berupa album photobook cosplay seksi terbaru dariku, jadi tidak mungkin dia menghindar dariku.

Apa? Siapa aku? Hemm..... Kalian bisa memanggilku Arisa Stanford, seorang cosplayer yang baru-baru ini terjun ke dalam dunia Gravure Models. Yah, meski aku tidak seberani itu untuk menjalani sesi pemotretan tanpa busana, tapi aku masih cukup berani untuk melakukan pemotretan dengan bikini seksi. Hal ini tentu saja membuat karirku melejit sehingga aku dan keluargaku bisa hidup enak di kota yang dikenal sebagai ibukota Tiongkok, Beijing.

Sebenarnya aku adalah seorang mahasiswi tahun kedua di sebuah universitas di Beijing, tapi, diam-diam aku menjalani profesi sebagai seorang cosplayer. Yap, aku menjalankan pekerjaanku tanpa sepengetahuan pihak kampus, dan untungnya aku masih bisa membagi waktu antara kehidupan kampus dengan kehidupanku yang glamor sebagai seorang cosplayer.

Tapi, semua itu hampir berubah menjadi kacau saat seorang anak laki-laki gendut dan jelek datang dan mengungkapkan identitas ku sebagai Gravure Cosplayer, Arisa Stanford. Untungnya aku membawa alat-alat penyamaran di dalam tasku, sehingga aku bisa kabur dari tempat itu tanpa disadari banyak orang.

Sial bagiku, aku malah menabrak seorang pemuda berparas Eropa dengan rambut hitam. Aku tentu berada dalam posisi yang baik-baik saja, karena aku terjatuh sambil menimpa tubuh pemuda itu. Akan tetapi, sialnya aku malah menjatuhkan makanan miliknya, membuatku merasa malu dan bersalah di saat yang bersamaan. Aku lalu menjelaskan padanya kalau aku sedang buru-buru karena dikejar oleh beberapa orang yang berniat mesum padaku, dan menatapnya dengan rasa takut yang menggunung di hatiku.

Untungnya, pemuda itu bisa memahami apa yang sedang kurasakan, malahan, dia membawaku ke sebuah restoran yang tidak terlalu ramai di jantung kota Beijing. Pemuda itu memilih meja yang paling pojok, lalu memesan makanan untuk kami berdua. Aku yang masih merasa bersalah tentu saja langsung mengulurkan kartu kreditku untuk membayar pesanannya, tapi dengan tegas ditolak oleh pemuda itu.

Hal itu tentu saja membuatku semakin malu, karena sebelumnya aku sudah menjatuhkan makanan yang dia bawa ke tanah, dan menindihnya saat kami berdua jatuh bersamaan. Tapi, dia masih menolak saat aku bilang bahwa aku akan mengganti makanannya. Hei, dia itu anak SMA! Aku bisa tahu itu karena aku melihat dia masih mengenakan celana seragam sekolahnya saat kami berjalan ke restoran ini. Aku jadi bertanya-tanya, kenapa dia se-ngotot itu tidak mau kutraktir sebagai ganti dari makanannya yang sudah kujatuhkan tadi?

Tapi, pertanyaan itu terjawab sudah saat aku melihatnya mengeluarkan sebuah kartu kredit berwarna emas dari dompetnya. 'ITU KAN KARTU KREDIT TANPA BATAS YANG HANYA ADA 20 BUAH DI SELURUH PENJURU TIONGKOK! AKU TIDAK SALAH LIHAT KAN?!' Begitu pikirku saat melihat kartu kreditnya. Pasti wajahku ternganga tidak jelas saat melihat pemuda itu membayar makanan kami.

Uh! Benar-benar memalukan, aku jadi malu sendiri saat mengingatnya. Kami menunggu makanan kami dalam diam, dan saat makanan kami datang, aku terkejut melihat dia makan seperti orang kelaparan.

Memalukan memang, tapi dia tampak santai saja saat melakukannya. Aku pun akhirnya memilih ikut makan bersamanya, dan mengamati pemuda itu dengan jeli. Dia memiliki banyak sekali pernak-pernik khas anime, baik di tas nya, headset yang dia pakai, maupun di jaket dan ponselnya. Dilihat dari manapun, dia memang tampak seperti seorang wibu tulen, meski wajahnya tidak menyiratkan bahwa dia adalah pecinta anime.

Selesai makan, kami memilih untuk berbincang-bincang mengenai banyak hal, mulai dari anime, sampai koleksi merchandise anime yang kami miliki. Aku pun akhirnya berani buka kartu mengenai diriku yang sebenarnya adalah seorang cosplayer, meski kami belum lama saling mengenal. Awalnya dia tampak kaget, meski dia bisa mengendalikan emosinya dengan baik. Lalu, aku pun menanyakan soal namanya, dan meminta untuk bisa bertukar nomor kontak dengan pemuda itu.

Anehnya, dia tidak mengatakan namanya terlebih dahulu, tapi dia malah meminta ponselku dengan sopan. Tentu saja aku memberikan ponselku, dan dia mengetikkan nomor ponselnya di kolom kontak milikku. Aku menunggu dengan sabar sampai dia selesai mengetikkan nomor kontaknya, meski di dalam, jantungku berdebar-debar. Saat dia telah selesai mengetikkan nomor ponselnya, dia menyerahkan kembali ponselku, dan mengatakan namanya dengan pelan, Gabriel Adimas Kristiawan.

Prolog End