"Oy, Chris, berhenti main-main dengan pacarmu itu, apa kau sudah memesan makanan?" Guan Fei bertanya sambil mengambil tempat duduk di sebelah kiri Chris. "Dia bukan pacarku, Ah Guan, dan juga, apa kau buta? Jelas-jelas aku sudah memesan makanan untukmu dan Ah Luo," cibir Chris sebelum mengembalikan tanghulu milik Yaoyao. "Kau tidak asik, Chris, lagipula, Yao Ling Ling kan pendek. Pasti kalian akan terlihat cocok," Huang Luo ikut memanas-manasi Chris.
"Hei, babi bodoh! Aku tidak sudi berpacaran dengan lelaki brengsek macam temanmu itu! Jadi, jangan sembarangan kalau bicara ya," geram Yaoyao sambil menyumpit kwetiau yang ia pesan. "Yaoyao, kurasa kamu terlalu kasar," ucap Vivi sebelum menyeruput sup kacang merah miliknya. "Kasar bagaimana? Bukannya aku biasanya begini? Kenapa kau jadi aneh di depan mereka sih, Vivi? Biasanya kau tidak berkomentar apapun meski aku mengatakan hal yang lebih kasar daripada itu," Yaoyao bertanya bertubi-tubi, membuat Vivi merasa rikuh untuk menjawabnya.
"Hei pendek, apa yang dikatakan Silvi itu memang benar. Kau itu terlalu kasar, jadi kau jangan memberondongkan pertanyaanmu pada Silvi," cibir Chris sambil mengambil sumpit yang terletak di depan Yaoyao. "Kau ini bagaimana sih, Chris? Tadi kau merayu Yao Ling Ling, tapi sekarang kau malah membela Silvia," ucap Guan Fei heran. Chris hanya terdiam sambil memakan mie pedas miliknya dan melirik kearah Vivi.
Guan Fei melirik kearah temannya yang hanya diam tanpa menjawab pertanyaannya itu. Dilihatnya bahwa Chris makan sambil memperhatikan Vivi yang hampir selesai makan, membuat Guan Fei menaikkan sebelah alisnya. "Hoi, Chris, kudengar akan ada festival Comic-Con di kampus Starlight University, kau mau datang?" tanya Huang Luo sambil melihat ponselnya.
"Kapan? Berapa harga tiketnya?" Chris balik bertanya sebelum memakan lebih banyak mie. "Hari Jumat pekan ini, harga tiketnya 300 Yuan per orang," jawab Huang Luo sebelum menghabiskan roujianmo di tangannya. "Akan kupikirkan nanti, aku mau ke toilet dulu. Ah Guan, Ah Luo, kalau kalian sudah selesai duluan saja ke kelas, nanti aku menyusul," ucap Chris yang tampaknya sudah selesai makan, padahal di nampannya masih tersisa 3 tusuk tanghulu stroberi miliknya.
"Gabriel, itu tanghulu punyamu belum dimakan," ucap Vivi mengingatkan Chris akan makanannya yang belum dimakan. "Buatmu aja, Sil, gue duluan ya," ujar Chris dalam bahasa Indonesia sambil memindahkan tanghulu miliknya ke nampan Vivi. "Gabe? Loh kok?" Vivi tergagap saat Chris memindahkan tanghulu milik pemuda itu ke nampannya, lalu pergi sambil mengembalikan nampan yang dia bawa ke tempat yang disediakan.
"Sepertinya dia cukup baik padamu, Vivi," ujar Yaoyao sambil mengigit tanghulu miliknya, lalu melirik kearah Vivi yang hanya terdiam dengan wajah memerah. Yaoyao menaikkan sebelah alisnya saat melihat Vivi menyibakkan rambutnya, lalu memandangi tanghulu di tangannya dengan senyum cerah.
Di sisi lain, Guan Fei dan Huang Luo menatap heran kearah Chris yang berkata kalau dia akan berpikir dua kali untuk datang ke Comic-Con. Padahal biasanya, Chris lah yang paling bersemangat untuk datang ke Comic-Con karena dia sudah menjadi maniak anime sejati. Belum lagi saat Guan Fei, Huang Luo, Dan Yaoyao melihat Chris memberikan manisan pada Vivi, meski itu adalah hal biasa bagi Guan Fei dan Huang Luo, tetap saja terasa janggal Yaoyao karena ia melihat betapa cuek Chris di depan orang-orang.
"Sepertinya aku mau menyusulnya sebentar, Yaoyao. Kamu duluan saja ke kelas ya? Kirimi aku pesan kalau Guru Devon meminta kita ke lab nanti," ucap Vivi sambil menghabiskan tanghulu pemberian Chris tadi. "Vivi! Tunggu....." "Tidak usah kau cegah, toh sebenarnya Vivi itu naksir pada Chris, jadi wajar kalau dia mau menemui pujaan hatinya saat jam istirahat makan siang begini," Guan Fei berkata memotong ucapan Yaoyao, membuat Yaoyao hanya bisa bengong setelah mencerna kata-kata dari Guan Fei.
~SoC~
"Gabe, sebenarnya kenapa kamu minta aku untuk menyusulmu kesini?" tanya Vivi sambil mendudukkan pantatnya di bangku atap gedung utama Sunshine International Academy. "Pake bahasa Indonesia aja kenapa, Sil. Toh disini juga banyak orang China, males aja gue make bahasa Mandarin disini," ucap Chris yang menyandarkan tubuhnya pada pagar pembatas sambil meminum sekaleng cola. Vivi sedikit menggembungkan pipinya saat mendengar ucapan pemuda itu.
"Ya udah, emang kenapa Lo minta gue kesini? Gue kira itu penting, jadi gue langsung ngacir kemari ninggalin si Yaoyao di kantin sama temen-temen Lo yang belagu itu," Vivi kembali bertanya, kali ini dengan ekspresi cemberut di wajahnya. "Lo tadi denger kan Huang Luo bilang kalo besok Jumat bakal ada Comic-Con? Lo mau ikut nggak sama gue kesana?" Chris balik bertanya pada Vivi sambil menaikkan kaleng cola ke mulutnya.
"Hah? Mau ngapain Lo kesana, Gabe? Jangan bilang kalo Lo mau foto bareng mbak-mbak cosplayer disana," tuduh Vivi kesal. "Bukan itu tujuan gue kesana. Aslinya sih, gue mau beli video game Fishcake Shinobi Thunder 4 yang lagi booming itu," jawab Chris sambil mencubit dagunya. "Hah? Buat apa? Bukannya Lo bisa beli di Game Center deket restoran Peyoung itu?" Vivi kembali bertanya dengan nada sedikit meninggi.
"Kecilin suara Lo dikit ngapa, Sil? Lagian, kalo gue belinya di Comic-Con, gue bisa dapetin itu setengah harga, belum lagi tanda tangan dari mbak-mbak cosplayer disana," jelas Chris kelewat santai. Sebuah kedutan kembali timbul di dahi Vivi, dan dengan tidak berperasaan, Vivi melangkah kedepan hanya untuk menginjak kaki Chris.
"Aduh! Sakit tau Sil! Gini-gini amat Lo ke gue...." ucap Chris sambil mengelus-elus kakinya yang diinjak oleh Vivi. "Bodo amat! Nī zhège báichī Gabriel! (Dasar Gabriel bodoh!)" rajuk Vivi sebelum meninggalkan Chris dengan langkah kaki yang dihentak-hentakkan. Chris hanya bisa menatap Vivi dengan tatapan bingung sambil mengacak-acak rambutnya, lalu berkata, "Perempuan memang susah dimengerti."
~SoC~
"Wah, Chris! Tidak kusangka kalau ternyata kau mau membayar tiket masuk untuk kami," puji Huang Luo saat mereka berada di gate khusus untuk memasuki Comic-Con di kampus Starlight University. "Biasa saja, Ah Luo, lagipula ayahku memberiku sedikit tambahan uang saku Minggu ini, jadi aku bisa santai sedikit," ucap Chris sambil menutupi telinganya dengan sebuah headset berwarna biru dengan gambar seorang tokoh anime berambut perak.
"Sudahlah, kapan kita mau masuk nih? Nanti stan video game keburu ramai," protes Guan Fei sambil memakan permen. "Sabar sedikit, Ah Guan, toh bukan cuma kau yang ingin ke stan video game," sergah Chris sambil mengaduk-aduk isi tasnya hanya untuk mengambil sebuah masker hitam dengan tulisan [Oppai Daisuki] di bagian tengahnya. Huang Luo juga ikut memakai maskernya yang bergambar seorang tokoh anime yang mengenakan bikini, sedangkan Guan Fei mengenakan masker bergambar piala di bagian tengah.
"'Saatnya beraksi!'" ujar ketiga pemuda itu bersamaan sambil mulai melangkah memasuki gate. Ketiganya langsung saja menuju ke sebuah stan game untuk membeli game incaran mereka, lalu berkeliling setelah mendapatkan kaset video game masing-masing. Setelah agak lama, ketiganya lalu memutuskan untuk berpencar, karena Guan Fei ingin kembali ke stan video game untuk menjajal permainan yang mereka sediakan untuk versi demo, sedangkan Huang Luo ingin melihat cosplay competition yang memang menjadi acara utama di Comic-Con itu.
Chris yang sendirian tak tahu harus berbuat apa, jadi dia lebih memilih untuk duduk di depan sebuah stan makanan sambil menyantap beberapa dimsum goreng. Pemuda itu lalu membuka ponselnya untuk melihat-lihat notifikasi dan bermain dengan beberapa sosmed yang ia miliki, sebelum akhirnya merasa bosan dan memutuskan untuk menonton anime yang baru saja ia unduh kemarin. Setelah menghabiskan 2 episode anime, Chris merasa sangat bosan, lalu memutuskan untuk membeli sebuah es krim batangan untuk menemaninya dalam perjalanan pulang.
"Duh... Lapar nih.... Tahu begini tadi aku beli mapo tofu dan sup ikan pedas itu saja," sesal Chris sambil menggigit es krim miliknya dan melihat kantung plastik di tangan kirinya. "Hemm... Lumayanlah, untung Papa memberiku sedikit tambahan uang jajan berkat prestasiku, tapi, bagaimana kalau Mama tahu? Duh, jangan sampai dilihat oleh Merry deh, nanti dia mengadu ke Mama soal aku membeli kaset video game baru," gumam Chris risau sambil memasukkan kantung plastik itu ke tasnya.
Terlalu sibuk dengan pikirannya membuat Chris tak sadar kalau ternyata ada seorang perempuan yang menutupi wajahnya dengan masker dan topi lebar tengah berlari kearah pemuda itu. Perempuan itu tampak panik karena ia berlari sambil sesekali menengok kebelakang, hingga akhirnya ia bertubrukan dengan Chris. Keduanya pun terjatuh dengan posisi Chris yang ditimpa oleh tubuh perempuan itu, membuat pemuda itu terpaksa harus merelakan es krimnya jatuh ke tanah.
"Aiyoo... Bisakah kamu sedikit berhati-hati? Rasanya sakit kalau harus ditabrak sampai jatuh begini," ucap Chris sambil mencoba mendudukkan pantatnya di trotoar yang agak sepi itu. Perempuan itu terdiam sejenak saat melihat wajah Chris, sebelum akhirnya tersadar dan berkata, "Maaf, tuan, tapi saya sedang terburu-buru. Saya dikejar oleh beberapa orang, karena itu saya berlari dan tidak sengaja menabrak tuan."
Chris sedikit mengernyitkan dahinya sambil mencoba untuk berdiri. Tatapannya tak lepas dari perempuan yang menabraknya tadi. Saat perempuan itu mencoba untuk berlari lagi, Chris langsung memegangi tangan perempuan itu dan menariknya pergi. "Hei! Lepaskan aku! Bagaimana kalau aku ditemukan oleh orang-orang yang mengejarku tadi?!" protes perempuan itu sambil memukul-mukul punggung Chris. Chris dengan santai menoleh kearah perempuan itu, lalu berkata, "Diamlah, kamu sudah menjatuhkan es krimku ke tanah, tahu!"
'Duh... Kolot banget sih... Padahal mukanya ganteng gitu, kayak pangeran-pangeran Eropa,' batin perempuan itu rikuh. "Bisa kuganti makananmu itu? Kalau kamu melepaskanku sekarang, aku berjanji akan mengganti makananmu itu nanti," ujar si perempuan pada Chris. "Tidak usah, kamu cukup ikut saja denganku, temani aku makan, karena aku sudah kelaparan," tolak Chris dengan nada santai, meski dalam hatinya ia sudah mengeluh kelaparan.
Chris lalu menarik tangan perempuan itu dengan pelan menuju sebuah jalan yang lumayan sepi. "He...hei, lepaskan aku, idiot! Bagaimana kalau mereka menemukanku disini?! Memangnya kamu mau bertanggung jawab kalau mereka sampai menangkap ku, hah?!" bentak perempuan itu keras, meski Chris sama sekali tidak menggubrisnya. Perempuan itu terus menerus membentak Chris, untungnya Chris dengan tepat waktu langsung memasang headset miliknya ke telinga.
Tak lama kemudian, keduanya sampai di sebuah restoran tradisional China dengan tulisan besar [Jiang Wei de Mala Ya] (Bebek Pedas Jiang Wei) di atas pintu masuknya. Chris menarik tangan perempuan itu memasuki restoran, lalu berkata dengan keras, "Wanshang hao, Jiajia-nushi. (Selamat sore, Kak Jiajia.)"
Seorang perempuan berusia sekitar 22 tahun langsung menoleh sesaat setelah mendengar ucapan Chris. Perempuan yang dipanggil Jiajia oleh Chris itu langsung saja tersenyum saat melihat siapa yang datang, lalu berjalan mendekat untuk menyambut pemuda itu. "Huanying nin lai, Yi Fan, nin cike hen shao lai zheli, (Selamat datang, Yi Fan, tumben kamu kemari di jam ini,)" ucap Jiajia yang belum menyadari bahwa Chris menggandeng seorang perempuan.
"Maaf merepotkan, Kak Jiajia, soalnya aku baru saja pulang setelah kegiatan ekstrakurikuler di sekolah," ujar Chris dengan disertai cengiran malu. "Tidak, tidak masalah kok, Yi Fan. Ngomong-ngomong, siapa yang kamu gandeng itu?" tanya Jiajia sambil melirik kearah perempuan yang digandeng oleh Chris. Chris lalu menoleh kearah perempuan itu dan menyikut lengannya sebagai kode untuk memperkenalkan diri.
"Sa...saya Riri, teman dari Yi Fan, kak, salam kenal," ujar perempuan yang mengaku bernama Riri itu. "Ooh, temannya Yi Fan ya? Kalau begitu, mau pesan apa?" tanya Jiajia ramah. "Kakak, aku pesan yang biasa, satu untuknya, dan satu untukku. Gandakan porsi untukku ya kak?" ucap Chris ceria, mengundang tatapan penuh tanda tanya dari Riri. "Oh, tentu saja, silahkan pilih tempat duduk kalian ya?" Jiajia berkata dengan ramah, lalu lekas pergi ke dapur.
Chris langsung saja menyeret Riri ke sebuah meja di pojok restoran itu, lalu mendudukkan tubuhnya di kursi yang ada. Pemuda itu menatap intens kearah Riri yang balik menatapnya tegang, lalu menghela nafas panjang. "Kamu tidak perlu takut, disini kamu aman. Kalau mereka berani mengejarku kesini, Kak Jiajia pasti akan menghajar mereka," ucap Chris sambil melepaskan jaket dan tasnya, tak lupa, ia meletakkan kemeja seragam miliknya diatas tasnya.
"Benarkah apa yang kamu bilang itu?" Riri kembali bertanya dengan ragu, meski ia bisa melihat tatapan serius dari mata Chris. Chris hanya mengangguk saja, lalu mengambil ponselnya dari saku dan menekan sebuah nomor. "Ni hao, Mama, I'm going to be late cuz I'm having extra training for next basketball competition, don't worry, I'll make sure to eat something healthy here," ucap Chris sambil menekan tombol loudspeaker.
"[Hello, Gabe. Well, if that's the case then Mama will allow you to come home late. Don't eat too many spicy noodles in the cafeteria, okay?]" ucap sebuah suara feminim dari seberang, membuat Chris mengacungkan tinjunya di depan dada dengan bahagia. "Okay Mama, I'll be home as soon as possible after the training is over," ucap pemuda itu berbohong. "[Okay hun, be careful, I love you,]" balas suara feminim yang menurut Riri adalah ibu dari pemuda di depannya ini. "Love you too, Mommy," ujar Chris mengakhiri panggilan teleponnya dengan ibunya.
"Kamu baru saja membohongi ibumu kan?" tuduh Riri sambil menatap ragu kearah Chris. "Terpaksa, soalnya, aku merasa kalau kamu harus bertanggung jawab soal makananku yang kamu jatuhkan tadi," ucap Chris mengiyakan tuduhan Riri. "Kurasa aku tidak punya pilihan lain," ucap Riri seraya mengambil dompetnya dari dalam tas. Perempuan itu lalu membuka topi dan maskernya, menampakkan sesosok gadis manis dengan wajah khas seorang blasteran Indonesia-Tionghoa. Chris langsung ternganga saat melihat betapa cantiknya wajah Riri.
"Kenapa kamu menatapku seperti itu? Ada yang salah dengan wajahku?" tanya Riri dengan ketus. Chris hanya bisa menggelengkan kepalanya, dan saat ia baru akan membuka mulut, Jiajia mendatangi mereka dengan membawa dua mangkuk sup. "Yi Fan, ini pesananmu tadi, dua mangkuk sup kerak nasi dengan ekstra bebek panggang. Ngomong-ngomong, aku membuatkan porsi besar untukmu, jadi habiskan ya?" ucap Jiajia sambil menurunkan kedua mangkuk berbeda ukuran itu ke meja makan.
"Kalau begitu, biar aku yang membayarnya," ucap Riri sambil mengambil kartu kreditnya dari dompet dan mengulurkannya pada Jiajia. "Tunggu, Kakak, biar aku saja yang bayar. Toh aku yang membawanya kesini," tolak Chris sambil mengambil dompet miliknya di saku belakang. "Hei! Jangan menolaknya, lagipula aku yang membuat makananmu jatuh tadi kan?" Riri berkata sambil mengulurkan kartu kreditnya pada Jiajia, tapi ditolak oleh perempuan itu dengan sopan.
"Maaf, Riri-'a, kalau Yi Fan berkata dia yang membayar, lebih baik turuti dia," tegur Jiajia sopan pada Riri. Riri pun menaikkan sebelah alisnya pertanda bingung, lalu menatap kearah Chris yang masih sibuk meraih dompetnya.
Akan tetapi, kebingungan Riri akhirnya terjawab setelah Chris mengeluarkan sebuah kartu berwarna emas dari dompetnya. Chris lalu menyerahkan kartu kredit itu pada Jiajia, yang diterima dengan senang hati oleh perempuan itu. Sementara Riri terperangah seraya menatap takjub kearah Chris yang dengan santainya mengambil sendok dan mulai memakan sup miliknya yang berukuran tiga kali lipat dari porsi yang dia pesan untuk Riri.
'Gila! Sekaya apa sih anak ini sebenarnya? Pantas dia menolak waktu aku mau mentraktirnya, dia punya kartu kredit tantpa batas yang legendaris itu...' batin Riri sambil menatap Chris yang makan seperti orang kelaparan. "Jangan diam saja, cepat dimakan sebelum dingin," tegur Chris saat melihat Riri terdiam menatapnya. Riri hanya mengangguk pelan, lalu ikut memakan sup miliknya.
Selesai makan, Riri menatap bingung kearah Chris yang dengan santainya meminum segelas air. Pemuda itu lalu menatap lekat kearah Riri, sebelum akhirnya mengatakan sesuatu yang membuat Riri tercengang.
"Lo orang Indonesia kan? Gue bisa liat dari muka Lo kalo lo itu keturunan Indonesia," ucap Chris seraya mengisi kembali air dalam gelasnya. "Kok Lo bisa bahasa Indonesia sih? Jangan-jangan lu juga?!" Riri bertanya dengan terkejut. "Iya, gue juga orang Indonesia," jawab Chris dengan nada ogah-ogahan. Riri menatap Chris dengan wajah tidak percaya, lalu menatap kearah pernak-pernik milik Chris.
"Lo suka anime juga?" Riri kembali bertanya, kali ini dengan nada yang lebih ceria dari sebelumnya. "Iya, emang Lo juga suka?" Chris balik bertanya, kali ini ekspresinya heran sekaligus tertarik. Keduanya pun berbincang-bincang mengenai anime yang mereka sukai. Tak lupa, mereka saling menunjukkan merchandise anime yang mereka miliki, termasuk foto-foto merchandise yang ada di rumah mereka. Dari sinilah, Chris bisa mengetahui nama asli Riri, yakni Larissa Mayangsari.
"Btw, gue kaget loh waktu Lo ngomong pake bahasa Indonesia, Lo asli Indonesia kan?" Larissa kembali bertanya dengan antusias. "Ya iyalah, emang nggak kelihatan ya kalo gue ini orang Indonesia?" canda Chris sambil memutar-mutar ponselnya di meja. "Nggak sih, muka Lo itu terlalu cakep soalnya. Kayak orang-orang bule gitu," balas Larissa setengah bercanda. "Oh, itu, soalnya gue keturunan Inggris, Mama gue itu orang Inggris, Risa," ucap Chris sambil menunjukkan foto keluarganya lewat ponsel.
"Wih! Serius Lo? Mantap abis!" Larissa berkata dengan riang, dirinya sungguh kagum dengan keluarga dari anak di depannya ini. Chris hanya tertawa garing, lalu membuka ponselnya untuk browsing. Melihat bahwa Chris sudah kehabisan topik, Larissa memutuskan untuk mengatakan sesuatu pada Chris. "Eh, Yi Fan, sebenernya gue ini..... Cosplayer Arisa Stanford lho....." ucap Larissa sedikit lirih.
Chris berhenti menatap ke ponselnya, lalu menatap kearah Larissa dengan tatapan terkejut. "Seriusan?" hanya itulah kata yang bisa keluar dari mulut Chris, meski sedetik kemudian ia bisa mengendalikan ekspresinya seperti semula. Larissa sedikit tertawa, lalu mengambil ponselnya dan membuka aplikasi Instagram miliknya. Gadis itu lalu medorong ponselnya kearah Chris, membuat pemuda itu bisa melihat apa yang tertera di layar ponsel itu dengan jelas.
"Wah, beneran ternyata... Nggak nyangka kalo gue bakal ketemu sama cosplayer disini," ucap Chris berkelakar. "Btw, boleh gue tau nama Lo? Sekalian kita tuker kontak gitu," tanya Larissa seraya menatap kearah Chris.
"Boleh, sini hp Lo, mana ada sih cowok yang bisa nolak kalo ternyata ada cewek cantik yang minta nomor hpnya," ujar Chris mengiyakan permintaan Larissa sambil berkelakar. Larissa hanya tertawa kecil sambil memberikan ponselnya kearah Chris, dan Chris pun langsung saja memasukkan nomor ponselnya ke daftar kontak milik Larissa. "Nama gue, Gabriel Adimas Kristiawan, panggil aja Gabriel atau Chris. Salam kenal ya, Larissa Mayangsari," ujar Chris sambil mengembalikan ponsel Larissa.
Bersambung