Setelah berada di istana selama beberapa saat, GM dan Putri Rani yang terlihat sudah mengganti gaun kebangsawanannya dengan baju zirah ala kesatria pemberani berangkat ke kota Ledena di mana Aceblack berada.
Bertunggangkan kuda, mereka telah tiba di depan pintu masuk gerbang kota tersebut. Saat itu Naara yang berada satu kuda dengan Reen sudah mencium bau darah terbawa oleh angin, meskipun dia tidak bisa melihat namun keempat indranya yang lain memiliki kepekaan tiga sampai empat kali lipat dari orang biasa dan tentu saja hal itu
tidak ia peroleh dari semesta melainkan dari latihan bertahun-tahun.
Diam-diam satu sudut bibirnya terangkat sedikit ketika memikirkan reaksi Reen dan orang-orang konyol lainnya saat melihat fenomena di depan yang akan segera mereka temui.
"Ada apa, Naara?" tanya Reen menyadari senyum miring tersebut dan membuat Naara sedikit terkejut.
Di dunia tempat dimana penulis hidup, Reen ini sudah seperti CCTV indomirt yang selalu mengawasi setiap saat.
Pelan tapi pasti kuda mulai berjalan melewati gerbang dan benar saja sebuah pemandangan mengerikan telah menyambut mereka.
Mayat-mayat prajurit dan penduduk bergelimpangan dengan kondisi mengenaskan, beberapa terlihat terpenggal dan beberapa lainnya tergeletak dengan bagian tubuh terpisah-pisah. Angin menghamburkan bau anyir darah yang membuat dasar perut bergemuruh.
Jangan tanya bagaimana wajah Putri Rani saat menyaksikan tragedi tersebut. Seluruh tubuhnya bergetar dan berkeringat dingin, ia seperti tidak bisa berkedip dari apa yang ia lihat.
Sebagai seorang putri yang sangat mencintai negerinya , itu seperti pukulan keras yang membuat nyawanya terasa ingin lepas jadi jangan tanya juga seberapa sakit hatinya sekarang, seberapa marah dan seberapa benci ia kepada aceblack yang sudah melakukan hal biadab tersebut kepada negerinya.
Seluruh anggota Garuda Merah tidak bisa berkata-kata, hanya bisa menatap cemas pada Putri Rani yang terdiam pucat seperti manekin.
Berbeda dengan ketujuh rekannya, Naara justru terlihat memasang wajah biasa saja bahkan dia terlihat membuat ekspresi malas meskipun ia tau apa yang sedang orang-orang itu saksikan.
Mata Rani yang sedari tadi membeku berkaca-kaca mulai dialiri air, meskipun ia berusaha untuk tidak menangis dengan menggigit bibir bawahnya tetap saja hal itu tidak bisa ia bendung.
=> Putri, kami yakin bahwa kau akan menjadi ratu yang hebat.
=> Putri, cepatlah besar dan jadilah ratu yang hebat.
=>Putri pasti akan jadi ratu dan melindungi kita semua.
Satu per satu ucapan penduduk kota Ledena yang menyimpan harapan besar bahwa suatu hari ia akan menjadi ratu hebat terngiang di kepalanya yang saat ini tertunduk.
"Padahal mereka begitu mempercayaiku tapi aku ... tidak berguna." Kedua tangannya mengepal hebat dan air matanya berjatuhan seperti hujan , ia menyesalkan dirinya yang tidak bisa menyelamatkan nyawa mereka yang mempercayainya.
"Ratu apanya... hiks ... hiks ... hiks ... payah ... ratu payah, putri payah... hiks...." Air matanya berjatuhan seperti tidak akan pernah habis.
Hening, anggota GM tidak ada yang bersuara hingga tiga puluh detik kemudian Reen memecah keheningan. "Aku tahu ini sulit tapi kita harus cepat atau hal yang sama akan terjadi di tempat lain," ucapnya membuat Rani tertegun.
"Rani ...." Naena menatap cemas.
"Benar." Rani menghapus air matanya. "Harusnya aku tidak membuang waktu, ayo pergi!"
Kuda-kuda mereka kembali berjalan namun sejurus kemudian sebuah panah menukik ke arah Putri Rani beruntung Reen sebagai pemimpin selalu sigap menangani serangan tiba-tiba seperti itu.
Panah menancap di pasir dan menimbulkan ledakan kecil. "Itu pamble-kan?" kata Nacima saat Reen mencabut benda tersebut dan melihatnya dari dekat.
Reen mengangguk membenarkan.
"Itu artinya anoa ada di sekitar sini," kali ini Yyug yang berbicara.
"Bisa jadi atau mungkin tadi itu hanya mata-mata. Kita harus cepat," ucap Reen kembali menaiki kudanya. Jika itu benar mata-mata anoa pasti akan segera melapor ke komandannya bahwa tujuh orang yang berada di daftar teratas buku buronan mereka ada di Aladian.
Para anoa itu pasti akan membentuk pasukan untuk menangkap mereka. Keadaan Aladian saat ini sudah buruk dan akan bertambah buruk kalau dijadikan medan pertarungan melawan anoa. Sangat disayangkan, setelah kematian Jenderal Ryukei para anoa terpecah menjadi dua, sebagian besar mengikuti jalan perdamaian Jenderal Thougha dan sebagian sisanya tetap pada jalan Ryukei.
Jenderal Thougha dan Jenderal Ryukei adalah dua orang yang berseberangan tapi meskipun begitu mereka punya cita-cita dan impian yang sama yaitu PERDAMAIAN.
Menurut Jenderal Thougha dunia hanya butuh satu pemimpin dan selama dunia dipimpin oleh banyak orang perdamaian tidak akan bisa terwujud sedangkan menurut Jenderal Ryukei perdamaian akan terwujud ketika semua orang mau bekerja sama dan saling mengerti.
Anoa sendiri adalah pasukan keamanan yang dipelopori langsung oleh Jenderal Ryukei untuk memberikan perlindungan dan keadilan pada mereka yang terzalimi.
***
Di balai kota Ledena Aceblack kembali membuat keonaran. Pemandangan yang tak jauh berbeda di pintu gerbang terlihat di sini, bedanya di sini masih ada kehidupan.
Sejumlah prajurit Aladian telah tewas di tangan Seno, para penduduk lari kocar-kacir untuk menyelamatkan diri.
Tangis dan teriakan minta tolong terdengar di mana-mana.
Kini Aceblack tengah berdiri di antara puing-puing bangunan yang terbakar.
"Seno, aku rasa Raja Fuka tidak akan berubah pikiran," ucap Ifan, pria botak separuh yang merupakan salah satu anggota.
"Ifan benar, kita sudah membuat kekacauan tapi dia tetap saja bergeming," timpal Devi, wanita berambut nila bercampur hijau dan merupakan satu-satunya wanita di tim.
"Lakukan saja perintahku," ucap Seno tak mau tahu.
"Huffft. Astaga ..." Ifan membuat ekspresi malas, tapi seketika ia merubah ekspresinya menjadi ekspresi tegang.
Ifan merasa ada tekanan qiwer yang kuat mendekati mereka.
"Hati-hati, sebentar lagi kita akan diserang," ucapnya memeringatkan orang ysng sepertinya juga sudah tahu itu dan benar saja, sebuah bola api kini sedang menukik ke arah mereka.
Dengan cepat, mereka melompat menjauh dari titik di mana bola api itu akan jatuh.
Wussss
Pltakk
Boommmm
Bola api berbenturan dengan tana menciptakan ledakan yang membuat area itu bergetar.
Para anggota Aceblack tampak menyilangkan tangan di depan wajah, mereka berusaha mempertahankan diri agar tidak jatuh karena getaran.
Setelah beberapa saat, efek ledakan telah mereda dan menyisahkan awan debu yang menutupi pandangan.
Seno menutup hidung dengan lengan bawahnya sembari menatap lurus ke arah beberapa bayangan orang yang masih terlihat samar di depannya.
Ketika angin berhembus dan awan debu mulai menghilang, sosok dari bayangan tersebut sudat terlihat jelas di mata Seno.
Dengan cepat ia menegakkan tubuhnya yang tadi sedikit membungkuk. "O, apa ini? Enam buronan tingkat-S berkumpul di satu tempat. Baguslah, dengan begini kami tidak perlu repot mencari kalian," ucapnya.
Bukan hanya anoa yang memburu GM tepi para Ace juga, itu karena GM selalu mengganggu pekerjaan mereka dalam melakukan kudeta.
"Ah, maaf yah kalau kami sering merepotkan," ucap Reen terkekeh sambil menggaruk belakang kepalanya.
Sementara itu Rani terlihat menatap benci pada kelima orang itu tapi kemudian ia melihat penduduk yang terluka di sekitar, saat ini mengefakuasi mereka adalah hal terpenting untuk dilakukan.
Ia harus fokus pada penduduk dan menyerahkan Aceblack pada GM, ia harus berpikir jernih mana yang harus ia prioritaskan dan tidak.
Ia menuruni kuda, bermaksud menolong seorang anak yang terhimpit puing-puing, Seno dan teman-temanya nampak memerhatikan.
Melihat tatapan Aceblack pada Rani, Reen berinstruksi, "Kalian para gadis, bantu Rani untuk mengefakuasi penduduk dan Jeki, kau juga ikut untuk melindungi mereka."
"Ada apa denganmu?" Naara bertanya pada Niin yang tampak bengong dengan wajah pucat pasih, ekspresi yang sama saat bertemu Aceblue dan seperti menyadari keberadaan Niin, mata Seno kini melihat ke arah gadis berambut kuning tersebut.
Seperti sebelumnya saat bertatap muka dengan ace, Niin langsung bersembunyi di balik punggung Naara, seakan-akan itu adalah tempat berlindung paling aman di dunia.
Reen yang perhatian dan sebelumnya telah diberitahu oleh Ryukai tentang latar belakang Niin mengerti ketakutan yang melanda gadis itu sekarang.
Sambil tertunduk, Niin meremas jubahnya kuat-kuat, setidaknya itu memberi sedikit sensasi hangat untuk telapak tangannya yang sangat dingin namun tiba-tiba ia terkejut saat sebuah tangan memegang pundaknya.
Ia mengangkat kepalanya dan melihat wajah Reen tersenyum hangat kepadanya. "Jangan khawatir, ikutlah bersama Naena dan yang lain. Kau sudah menjadi bagian dari kami, sekarang kita adalah teman dan teman akan selalu saling melindungi,' ucap Reen berhasil menyentuh hati Niin.
"Teman ...." Niin menatap jauh ke dalam mata Reen, tidak tahu kenapa ia merasa ingin menangis. "B-begitu yah ...." Ia menunduk sedetik lalu melihat Naara. "Tapi guru—"
"Pergilah!" pungkas Naara tanpa berbalik. Dua detik Niin memandangi pria itu. "Um, hati-hati, Guru," ucapnya lantas berlari menghampiri Naena dan yang lain.
"Binggo!" Naara bersuara untuk kambing yang sejak tadi berdiri di dekat kakinya. Seolah mengerti maksud tuannya, Binggo segera mengangguk baik dan berlari menyusul Niin.
Dari pihak Acablack, Seno memerintahkan Venzo–pria kriwil dan Devi untuk menghalangi proses efakuasi. Kini tersisa tiga lawan tiga. Dari pihak Garuda Merah ada Reen, Yyug dan Naara sedangkan dari pihak musuh ada Seno, Ifan dan pria berambut maron, Murai.
Wussssss
Angin berhembus menerbangkan awan debu di tengah mereka.
Reen yang menatap lawan dengan tajam ingin mengatakan bahwa dirinyalah yang akan menghadapi Seno namun sebelum ia membuka suara, Naara sudah lebih dulu maju dan berdiri selangkah di depannya.
"Yang paling kuat adalah lawanku," ucap Naara dan langsung berlari menyerang Seno.
"Hey, Naara! Tu-tunggu ...." Reen mencoba menghentikan Naara justru dihadang oleh Murai dan mau tidak mau Reen harus melawannya.
Reen melirik ke tempat Naara dan Seno bertarung, tapi kedua sosok itu telah menghilang entah ke mana.
Bukan hanya Naara, Yyug dan Ifan juga sudah tidak terlihat di tempat itu. Ia benar-benar tidak tahu entah sejak kapan mereka semua menghilang.
"Naara, Yyug, kuharap kalian baik-baik saja,"
Ia kembali melihat ke arah Murai.
"Aku harus membawanya menjauh dari sini agar Naena dan yang lain punya cukup ruang untuk mengefakuasi," batinnya.
Ia menarik satu pedang di punggungnya dan melempar pedang itu ke arah sebuah pohon.
Murai memperhatikan pedang berputar dengan cepat dan terkejut ketika melihat pedang yang membentur pohon ternyata memantul dan berbalik ke arahnya.
Dengan cepat ia melompat menghindari serangan dan di saat itu juga Reen melompat menangkap pedangnya lalu segera berlari menjauh dari tempat tersebut.
"Kau tidak akan bisa lari dariku," gumam Murai segera mengejar Reen.
***
Di tempat sebelumnya, Jeki sedang bertarung melawan Venzo dan Devi.
Sejumlah serangan yang dilancarkan Venzo masih dapat ia tangani namun dia tidak bisa menangani serangan dari Devi.
Jeki adalah orang yang tidak akan pernah mau memukul wanita selama hidupnya.
Walau apapun yang terjadi, ia tidak akan pernah melakukan hal itu sekalipun ia harus meregang nyawa.
Venzo menunduk dan menyapu kaki lawannya hingga hilang keseimbangan setelah Jeki terjatuh ia melompat dan berniat menghantam titik kepriaan Jeki dengan lututnya untunglah Jeki segera berguling dan bangun namun dihitungan sepersekian detik punggungya terkena hantaman keras yang membuatnya tersungkur.
Itu adalah Devi. Tidak tanggung-tanggung kini Devi menendang tubuh Jeki hingga terguling-guling beberapa meter, adegannya mirip dengan seseorang yang menendang sampah kaleng di jalanan.
"Uhkk!" Jeki memuntahkan ludah mual.
Naena yang melihat Jeki berniat untuk membantunya namun ditahan oleh Nacima.
"Aku yang akan membantunya, para penduduk membutuhkanmu untuk menyembuhkan mereka," ucap Nacima.
Sebelum Jeki bangun, Devi melesat untuk melakukan serangan lagi namun langkahnya dihadang oleh Nacima yang langsung berhasil meloloskan satu tendangan keras ke perut Devi dan membuat wanita bersurai nila hijau itu terseret mundur.
"Na-Nacima sayang, ahk ...." Jeki bangun dengan tubuh sedikit bergetar.
"Kau baik-baik saja 'kan?" tanya Nacima tanpa berbalik melihat wajah pria di belakangnya.
"Yaah, semakin baik saat melihatmu di sini, terima kasih, aku tertolong."
"Cih." Nacima melirik pria pemilik poni hitam berjurai ke samping itu untuk sesaat. Mini hat maron yang selalu pria itu kenakan sudah terlepas, mungkin jatuh saat bertarung.. Nacima kembali melihat ke depan dan berkata, "Aku yang akan melawan wanita itu dan kau yang satunya lagi." Dengan cepat ia melesat untuk menyerang Devi.
Dua detik Jeki melihat rekan wanitanya itu yang baru saja bertukar pukulan dengan Devi lalu tersenyum. "Hm, baiklah." Ia memukulkan kedua tinjunya kemudian melihat Venzo. "Kau akan kubalas," ucapnya melesat ke arah Venzo.
Dalam perkelahian ini kemahiran Jeki dalam seni bela diri diperlihatkan, terbukti saat ia berulang kali membuat Venzo berada dalam situasi mengkhawatirkan.
Bught!
Tubuh Venzo terlempar sesaat setelah menerima sebuah pukulan telak.
Saat Venzo berdiri tegak, ia menatap Jeki sambil menyungging senyum miring dan sesaat kemudian ia tiba-tiba terkekeh lalu tertawa terbahak-bahak.
Melihat Venzo seperti itu membuat Jeki berpikir bahwa mungkin serangannya sudah membuat otak Venzo tergeser.
"Huh. Ternyata kau hebat juga yah." Uap-uap tipis keluar dari tubuh Venzo.
"Percaya diri itu bagus, tapi kalau berlebihan itu tidak baik," ucap Jeki mengeluarkan qiwer-nya.
Niin yang merasakan pancaran aura qiwer segera berbalik ke arah Venzo dan Jeki, ia melihat sinar hijau tua nampak menyelubungi tubuh pria pemuja wanita itu.