Hari sudah mulai gelap namun perjuangan Garuda Merah melawan Aceblack masih belum berakhir.
Dari bawah kaki Venzo sesuatu yang seperti bola jerami melebar dan menjadi tanaman hijau yang menjerat. Bukan hanya satu itu namun semua bola jerami yang sejak awal memang tersebar di area pertarungan mereka, seperti sengaja ditanam.
Venzo nampak kebingungan saat tanaman di bawah kakinya terus tumbuh dan melilit.
"Itu namanya Mawar Jericho disebut juga mawar kebangkitan," jelas Jeki baru saja mendarat.
"Hah?" Venzo mengangkat alisnya sebelah, tak mengerti yang dikatakan Jeki. Melihat itu, Jeki hanya tepuk jidat seraya membatin, "Susasih bicara sama yang dangkal."
Jeki mengulurkan tangannya dan mengendalikan tumbuhan yang ia sebut mawar kebangkitan itu hingga terus mengembang dan membenamkan tubuh Venzo.
Venzo menggeliat saat sulur-sulur tanaman tersebut melilit kaki, tubuh dan tangannya.
Jeki mengepalkan tangannya dan secara ajaib, tanaman itu menggulung hingga benar-benar membungkus keseluruhan tubuh Venzo. Walau sudah begitu, Jeki terlihat memertahankan wajah seriusnya dan berkonsentrasi.
Dari dalam, sulur-sulur menjalar naik ke leher Venzo lalu melilit seperti ular. Tidak ingin berpasrah begitu saja, liur maha deras kembali tumpah dari mulutnya, itu merembes turun ke leher dan seterusnya.
Dari luar Jeki memerhatikan perubahan pada tanaman yang membungkus Venzo, itu terlihat layu secara perlahan dan benar saja tidak berselang lama tiga pancuran air menyembur keluar dari dalam, merobek gulungan dan Venzo pun melompat keluar.
Sejenak mata Jeki melebar saat melihat wujud Venzo yang dibaluri lendir, terlihat licin, mengilap dan iuh, menjijikkan.
Dari atas Venzo mengarahkan tangannya ke Jeki dan membakkan bola-bola lendir secara beruntun. Tak tinggal diam Jeki dengan cepat melompat mundur sembari mengendalikan Mawar Jericho di kedua sisinya hingga membesar dan membentuk tirai pelindung namun itu tidak cukup untuk menahan semua tembakan Venzo sehingga ia harus kembali melompat mundur menghindari jangkauan tembakan.
Saat itu Jeki melihat fenomena yang sama sebelumnya yaitu Mawar Jericho miliknya tiba-tiba layu setelah terkena bola-bola lendir milik Venzo.
Selain itu, ia juga menyadari kalau lawannya itu lebih ahli dalam bertarung jarak jauh.
Kalau begitu ....
Ia memutar arah pelariannya melawan arus serangan Venzo, berkelit dan meliuk-liuk dan ketika sudah cukup dekat, ia melompat untuk memukul Venzo, berencana untuk melakukan pertarungan jarak dekat akan tetapi di saat yang bersamaan Venzo menyemprotnya dengan liur maha dahsyat yang membuatnya terpental dan terguling-guling di pasir.
"Ahk, sial!" Ia bangkit dengan perasaan jengkel saat mendapati seluruh tubuhnya dibalut oleh pasir, liur Venzo yang lengket adalah penyebabnya.
"Bwahahaha, dengan ini kau pasti sulit bergerak," kata Venzo baru saja mendarat.
"Kau ...." Jeki menatap tajam pada Venzo, kedua tangannya mengepal dan, "APA KAU TIDAK PERNAH SIKAT GIGI?! LIURMU SANGAT BUSUK TAU!!" teriaknya seolah ingin melahap Venzo.
"Aku sikat gigi tiga kali setahun, hehe." Venzo menyengir kuda, memamerkan gigi kuningnya.
"Kau bercandakan?" Jeki berekspresi lempeng tak percaya namun sedetik kemudian ia terkaget melihat si kriwil yang jarang sikat gigi berlari menyerangnya dan benar saja ia sulit bergerak karena pasir yang membungkusnya sehingga semua serangan Venzo dengan mudah mengenainya meskipun ada juga beberapa yang berhasil ia tangkis dan hindari tapi itu tidak berarti banyak.
Ia bergeser ke kiri menghindari tinju Venzo namun perutnya langsung menerima dengkulan keras dari lutut Venzo.
Cough!
Ia memuntahkan ludah mual.
Ia berusaha memukul Venzo namun Venzo menahan tangannya dan dalam sekejap tubuhnya tertarik ke atas lalu terbanting dengan keras.
"Ahk." Rasa ngilu menjalar di seluruh punggung Jeki, belum juga ia sempat menarik napas, bayangan sebuah kaki tiba-tiba berada di atas wajahnya untung saja ia masih sempat menahannya.
"Wajahmu itu sangat menjengkelkan. Akan kuhancurkan!" ucap Venzo menempatkan semua berat di kakinya.
"I-iri bilang boss." Jeki mencengkram pergelangan kaki Venzo, bangun dan melempar Venzo dengan keras hingga membuat Venzo terguling-guling beberapa meter.
"Huffth, hampir saja." Jeki menegakkan tubuhnya dan melihat Venzo di kejauhan yang juga sedang menegakkan diri.
Si kriwil itu juga sudah terbungkus pasir sama sepertinya. Hampir-hampir ia tak bisa menahan tawa saat melihat rambut Venzo yang sudah mirip mi goreng, sayang itu tak berlangsung lama karena dengan kekuatannya Venzo membuat pasir-pasir yang membungkusnya tampak lumer seperti lelehan gula.
*
Di sisi lain, di waktu yang bersamaan, dari tangan Devi, menyembur gas berwarna nila menuju gerombolan kutu yang melesat ke arahnya.
Bush!
Kutu-kutu milik Nacima berhamburan dan mati bergelimpangan di pasir namun seperti tak pernah habis, kutu kloter kedua kembali menyerang Devi namun Devi menghadapinya dengan jurus yang sama yang ia keluarkan sebelumnya.
Kutu-kutu milik Nacima berguguran.
"Kau salah memilih lawan," kata Devi. Kini gilirannya yang melancarkan serangan dengan menyemburkan gas beracunnya namun Nacima menghindarinya dengan melompat mundur.
"Aku tidak akan membiarkanmu lolos, dasar hama!" Devi memberikan serangan susulan namun kali ini kapasitasnya lebih besar dan jarak jangkaunya juga lebih luas.
Ekspresi Nacima tidak berubah, ia tetap berkonsentrasi mengendalikan kloter baru yang ia munculkan.
Kloter tersebut berputar dan bergerak sangat cepat hingga menimbulkan putaran angin yang menghilangkan gas beracun milik Devi walau setelah itu, beberapa kutu miliknya harus mati.
Jujur saja, Devi muak dengan kutu-kutu tersebut yang tidak pernah habis.
Dari jauh, Niin dibuat terpaku oleh ribuan kutu yang beradu dengan gas nila namun sesaat kemudian pandangannya bergeser ke arah beberapa tanaman hijau yang tumbuh secara mendadak dan menghalangi pandangan mata dari melihat apa yang berada di baliknya, meskipun begitu ia bisa merasakan aura qiwer Jeki dan lawannya ada di sana.
"Niin."
Ia terkejut saat seseorang tiba-tiba menepuk pundaknya, itu Naena.
"Kita harus pergi," ucap Naena.
Niin mengedarkan pandangan melihat semua penduduk sudah dipindahkan ke kuda, beberapa juga ditandu. Rani terlihat sudah duduk di salah satu kuda, siap untuk memimpin rombongan.
"Ayo cepat naik, jangan bengong," ucap Binggo duduk merendahkan diri.
"Ta-tapi mereka ...." Niin melihat ke arah Nacima juga ke arah tanaman hijau dimana Jeki berada di baliknya secara bergantian.
"Jangan khawatir, percayalah pada mereka, mereka akan baik-baik saja," ujar Naena lalu mengajak Niin naik ke punggung Binggo. Satu lagi hal mengesankan yang Niin lihat dari Naena, Naena adalah orang yang sangat memercayai teman-temannya.
Sekilas Niin teringat lagi saat Naara dan Reen bertarung, waktu itu Naena juga terlihat sangat percaya pada Reen.
***
Di dalam lubang dimensi, Yyug masih terus bergerak menghindari pukulan Ifan.
"Cih! Apa kau cuma bisa menghindar saja! Kau seperti kera yang cuma bisa menari," kesal Ifan.
"Keterlaluan, kau membuatku hilang kesabaran!" kekesalan Ifan kian memuncak, ia memutar tubuhnya dengan cepat, berusaha mengimbangi kecepatan Yyug. Pukulan yang dilancarkannya pun kian brutal.
Tanpa menggubris perkataan Ifan, Yyug tetap melanjutkan apa yang dilakukannya saat ini, yakni bergerak menghindari pukulan demi pukulan yang terarah kepadanya. Entah kenapa sebuah senyum miring sesekali terlihat di wajahnya.
"Dasar tidak berguna! Mati kau!" geram Ifan memberi pukulan dengan kekuatan maksimal namun, sebelum pukulan itu terealisasikan tiba-tiba ia merasa ngilu di persendian kaki kirinya.
Krak!
Ia mendadak jatuh terduduk. "Agh!" rintihnya. "Kenapa kakiku terasa sakit?" gumamnya, memegangi kaki kirinya.
"Oh, sudah selesai yah," ucap Yyug, berhenti bergerak dan tersenyum miring.
"I-ini pasti rencanamu 'kan?! Apa yang sudah kau lakukan padaku?!" geram Ifan menatap tajam.
"Apa yang kulakukan?" Yyug membenarkan kaca matanya, "aku hanya menghindari pukulanmu saja."
Jawaban Yyug yang terdengar enteng dan terkesan meremehkan, membuat gigi Ifan menggertak. Merasa tidak terima, Ifan mencoba untuk bangun namun ngilu di kakinya semakin menjadi.
"Ahk! Dasar payah," umpat Ifan pada dirinya sendiri.
"Sebaiknya jangan memaksakan diri untuk berdiri karena kalau tidak, persendianmu bisa patah.
Persendianmu itu sudah tidak sanggup menahan bobot tubuhmu yang beratnya berlebihan." Yyug melangkah untuk lebih dekat dengan Ifan.
"Omong kosong! Aku biasa melakukan hal ini dalam pertarungan dan tidak pernah terjadi apa-apa."
Yyug kembali menyungging senyumnya ketika mendengar pernyataan Ifan.
"Huh. Itu karena kau terjebak strategiku. Tubuh besarmu itu adalah kelemahan terbesarmu."
"Maksudmu?"
"Tulangmu itu tidak mampu menahan berat tubuhmu yang berlebihan dan aku tinggal membuatnya bekerja lebih keras.
"Saat bertarung, aku manyadari bahwa kau lebih sering memukul dengan tangan kanan, karena itu aku berusaha untuk selalu berada di sisi kirimu dan membuatmu melakukan perputaran badan.
"Selain menahan bobot tubuhmu, persendian kirimu harus bekerja ekstra saat kau melakukan perputaran, kau tidak sadar bahwa kau selalu berputar ke arah kiri atau singkatnya aku membuatmu bergerak sesuai dengan keinginanku," jelas Yyug.
"Kau ... brengsek!"
"Yaah sayang sekali lawanmu kali ini adalah seorang ahli strategi yang terkenal dengan kejeniusannya," ucap Yyug merasa bangga pada dirinya sendiri namun tak lama setelah itu ia kembali fokus melihat Ifan.
"Sebentar lagi kau akan menghilang bersama lubang dimensi ini. Jangan khawatir, kau hanya akan merasa terhimpit oleh empat dinding yang meremukkan tulang," ujarnya mengangkat tangan kananya ke udara.
"Kau pasti akan kubalas, Brengsek!" geram Ifan.
"Hm, sudah mau mati masih bisa sombong." sedetik setelah mengucapkan itu, tempat di sekitar yang bernuansa serba putih berubah menjadi hamparan pasir yang membentang luas.
Ruang dimensi pun telah menghilang bersama dengan sosok dan teriakan menyedihkan Ifan.
"Ahk!"
Yyug terduduk sambil memegang dada. Sinar biru gelap yang membungkus tubuhnya perlahan meredup dan menghilang. "Penggunaan qiwer memang sangat tidak bagus untuk tubuh," gumamnya.
Chought!
Ia meludahkan cukup banyak darah.
***
Di dalam sebuah bangunan megah, seorang gadis berambut orange–model bob nungging lengkap dengan topi bercorak api merah nampak melangkah tergesa-gesa.
Kata ANOA jelas tertulis secara vertikal di punggung seragam Putih hitam yang ia kenakan.
"Komandan!"Ia menghampiri seorang pria bercambang tipis dan memakai jubah putih dengan lambang bintang emas dikedua bahu yang tengah berjalan di depannya.
"Ada apa, Sifana? Kenapa tergesa-gesa begitu?"
"Komandan, aku menerima informasi bahwa saat ini Garuda Merah berada di Aladian dan informasi terbaru yang kami terima mengatakan bahwa mereka telah merekrut Naara Arude sebagai anggota."
"Jadi begitu. Mereka tidak bisa dibiarkan bebas lebih lama lagi. Segera persiapkan pasukan untuk melakukan penangkapaan pada Reen dan kelompoknya!"
"Baik!" jawab Sifana sembari memberi hormat.