Chereads / Pacaran Paksa (Dengan Ketua OSIS) / Chapter 115 - BAB 31: Tiga Pria dan Satu Wanita

Chapter 115 - BAB 31: Tiga Pria dan Satu Wanita

Rania memasuki restoran Prancis itu seperti seorang selegram yang di kelilingi oleh pengawal-pengawal tampan. Hampir semua mata memandang mereka berempat. Yang wanita cantik seperti bule, sementara para pria di belakangnya tampan dan gagah luar biasa. Alih-alih bangga dan senang, Rania justru malas dan enggan untuk berada disitu.

Salah seorang pelayan mengantarkan mereka ke sebuah meja yang cukup untuk 6 orang yang terletak di sudut ruang. Sempurna, bila itu sebuah kencan romantis. Rania masuk dan duduk manis di bagian dalam meja itu, sementara Bayu sang manajer duduk persis di sebelahnya. Miko dan Bagas mengambil posisi persis berhadap-hadapan dengan mereka berdua.

"Ok, kita pesen aja dulu ya. Rania, pesankan yang biasa aku makan disini ya. Rania udah hafal banget sama pesanan hampir semua tim hehehe", seru Bayu bangga. Ada gunanya juga membawa asisten kemana-mana, fikirnya.

"Hemmm aku juga udah hafal sama menu di restoran ini, kenapa sih kita gak pilih restoran lain Pak Bay? Suasana baru kek! Bosen banget disini terus!", usul Bagas. Bayu menggeleng-geleng yakin.

"Diskon perusahaannya lumayan disini. Aku gak perlu repot bawa-bawa bill ke kantor. Si kasir langsung hubungin pihak keuangan kantor, beres deh. Gampang kan?", seru Bayu santai.

Rania terkikik mendengar jawaban sang bos, yang membuat Bagas lemas. Itu juga sebenarnya alasan kenapa hampir semua rapat-rapat seperti ini di Akuntan Publik Adnan & Abraham di lakukan di restoran ini juga.

"Aku juga udah tau mau pesen apa. Jasmina pernah nyaranin aku makanan yang enak disini", seru Miko. Namun setelah ia mengatakannya, ia merasa ketiga teman semejanya itu menatapnya dengan tatapan menghakimi.

"Kapan lo makan ama Jasmina disini? Setelah dia jadian ama Devon?", tanya Bagas penuh selidik.

"Hemmm sepertinya ini menarik. Aku mau pesen Wine kalau begitu, Ayo lanjutkan bahas Pak Miko dan Jasmina", Bayu mempersilahkan Miko berbicara sambil tangannya memanggil sang pelayan. Miko diam seribu bahasa, sambil menatap Rania yang membelalakkan matanya, mulutnya tersenyum sambil sedikit ternganga.

"Iya Miko kapan? Are you flirthing her behind my brother's back? (Apa kau menggodanya di belakang abangku?)", tanya Rania penuh selidik namun tertawa ngikik. Berbeda dengan Bagas yang sedikit emosi.

"Eh enggak, jadi waktu itu memang Jasmina ama gue ada project gabungan gitu, aku lupa pas kasus yang mana. Kejadiannya uda lama kok. Kita disini, yaaaa... disini ngomongin kerjaan aja. Ya makan juga, pasti lah. Namanya juga restoran kan, nah jadi... ya gitu, Jasmina suruh gue pesen ini itu", jawab Miko berbelit-belit sambil menunjuk beberapa foto di menu secara asal. Sesungguhnya ia lupa dengan kejadian itu, karena sekarang menjadi tidak begitu penting.

"Awas lu ya, istri orang tu!", ancam Bagas sambil menoleh tajam ke arah Miko. Sang flamboyan tertawa ngikik.

"Ya gue tau lahhh. Tapi Rania belum ada yang punya kan Pak Bay?", tanya Miko penuh selidik ke wajah sang manajer. Bayu yang sedang sibuk meneliti daftar wine, langsung menurunkan buku menu dan berkonsentrasi ke wajah Miko.

"Apa, apa tadi, gimana? Kenapa Rania?", tanya Bayu meminta agar pertanyaan di ulang.

"Pengacara kondang Miko nanya, tuh si Rania kagak ada pacarnya kan ya?", Bagas mengulang pertanyaan Miko kepada Bayu. Sang manajer langsung berpaling menatap Rania yang baru saja mengeluarkan buku tulis dan pulpennya. Ia tidak begitu tertarik lagi dengan pembahasan tentang dirinya, atau apapun yang akan dibahas setelah itu sebenarnya. Ia Cuma ingin mencatat apa yang perlu di catat, makan, dan pulang.

"Ehmmm setau gue enggak kok. Hampir 24 jam Rania selalu di kantor sama gue, dan gak pernah tuh dia sama pacar-pacar aneh gitu. Jadi gue bisa yakin kalau dia....ehmmm...jomblo. Bener gak Ran?", tanya Bayu meyakinkan.

"I'm not available", kata Rania berpura-pura berbisik kepada sang bos, namun ia berusaha agar Miko dan Bagas mendengarnya. Dengan sedikit melentikkan tubuhnya, ia mendekat kea rah bosnya itu. Bayu terkejut mendengarnya. Benarkah Rania menyukai seseorang? Benarkah ia sudah memiliki pacar? Ini sebuah fakta yang baru...

"Hemm, ini semakin menarik. Aku suka sama rumput tetangga hahahaha", kata Miko sambil menggoda Rania dengan tatapannya. Bagas langsung memukul lengannya menggunakan menu.

"Baru juga dibilang gak usah ganggu milik orang lain", tegas Bagas. Miko hanya bisa mengikik. Semua juga tahu ia sedang bercanda.

"Udah ah cepetan pesan makanan, trus makan, trus kita ngobrolin kerjaan. Ok?", usul Bayu. Semua mengangguk setuju dan memberikan pesanan mereka kepada pelayan.

----------------------------------

Hidangan-hidangan ala Prancis yang memiliki porsi kecil-kecil begitu cepat di lahap para tiga lelaki di meja Rania. Gadis itu sudah kehilangan selera makannya begitu ia melangkah ke dalam restoran beberapa puluh menit yang lalu. Setelah sebuah semangkuk kecil sup, sebongkah roti dan keju, Rania menyudahi makan malamnya dan mulai fokus bekerja. Para lelaki terus saja bercuap-cuap tentang kasus kolabrasi yang akan mereka hadapi untuk setidaknya 10 hari ke depan.

Tuan tanah Abi Mangkir merupakan salah satu orang yang paling di segani di daerah Jakarta Pusat. Selain memiliki beberapa properti yang di sewakan di daerah tersebut, beliau juga mengelola sebuah koperasi simpan pinjam untuk memajukan para pedagang kecil dan menengah. Mulai dari pemilik UMKM, pedagang di pasar sampai pedagang kaki lima. Tampilannya yang selalu bersahaja, sebenarnya hanya kamuflase. Seluruh usahanya memiliki omzet milyaran rupiah setiap bulan, tidak terkecuali koperasi simpan pinjam ini!

Entah kabar yang berhembus dari mana, beliau di tuduh menggelapkan sejumlah dana koperasi untuk keperluan usahanya yang lain. Padahal bila ditelaah lebih lanjut, hal tersebut tidaklah mungkin. Penampilannya yang sederhana, bisnisnya yang terlihat simpel, tidak bisa menutupi ada sebuah manajemen yang rapi di belakangnya. Abi Mangkir bukanlah orang sederhana. Ada banyak orang ahli yang bekerja untuk usaha-usahanya, tak terkecuali di koperasi itu sendiri.

"Gue sih curiga, ini permainan orang dalam cuy. Tau sendirilah, itu kan semi usaha keluarga. Mau seprofesional apapun beliau, pasti ada anggota keluarga yang kerja disitu. Nah gue curiga disitu celahnya", hipotesa Bagas.

"Kalian udah cek semua?", tanya Bayu.

"Audit sih masi jalan. Terpaksa deh si Abi bongkar semua aset-aset dan investasinya. Gile ya, hari-hari cuma pake baju koko ama sarung, tapi asetnya banyak bener! Itu gedung kawinan, beberapa ruko sama sewa kontrakan usaha legit kok. Surat-surat semua lengkap, dari IMB, ijin usaha, sampe pajak-pajak semua beres dan rapi. Ada beberapa orang yang resmi ngurus itu doank tiap bulan. Dari orang akunting, perawatan, sampe tugang tagih.", jelas Bagas.

"Trus yang koperasinya gimana?", tanya Miko sambil menyesap kopi hitamnya.

"Koperasi masih jalan auditnya. Memang ada transaksi mencurigakan yang mengarah ke rekening pribadi beliau, tapi ya gitu, agak aneh. Motifnya kurang, makanya masih mau di teliti lagi. Kalaupun ada dana yang aneh, sebenarnya gak sampai satu milyar kok", jelas Bagas lagi.

"Memangnya omzet koperasi itu sendiri berapa sih?", Bayu jadi penasaran. Bagas mengangkat-angkat alisnya, seakan-akan ia sedang bersiap mengatakan fakta yang mencengangkan.

"Siap? Tiga bulan terakhir, omzet koperasi itu rata-rata 3,3 milyar gross! Perbulan!", bisik Bagas misterius. Bayu dan Miko terbelalak tak percaya, sampai Miko bertepuk tangan.

"Gilaaa, apa gue tutup aja nih ya praktek hukum nyokap dan beralih bikin koperasi? Ngurusin pedagang kaki lima aja bisa ampe milyaran gitu!", pekik Miko tak percaya. Bayu terkekeh sambil mengangguk-angguk.

"Ya tapi gile aja Miko, itu dari ribuan transaksi loh. Bayangin aja tiap hari itu tukang tagih bisa keliling ke ratusan nasabah. Nilai kecil-kecil tapi yang diurusin banyak! Gue mah ogah. Mending di bank sekalian, ngurusin transaksi yang gede-gede walau nasabah Cuma sekian!", sanggah Bagas. Miko mengangguk-angguk.

"Proses hukum gimana Mik?", tanya Bayu. Miko membuka sebuah buku mungkil dan sebuah pulpen yang bernuansa emas.

"Kita dampingi terus. Untungnya saat ini tuduhan masih bersifat verbal, belum ada tuntutan yang terjadi. Tapi kita udah siap-siap aja sih. Dan kalau memang akhirnya terbukti mencemarkan nama baik beliau, kita justru akan maju nuntut pihak yang memojokkan dia. Yang penting kita harus tau dulu, ini tikusnya ada dimana dan motifnya apa!", tegas Miko. Bayu mengangguk-angguk.

"Hemmm, semua ini sebenarnya masalah sepele ya. Tapi Beliau dalam tiga tahun lagi gue denger akan mencalonkan diri jadi caleg. Bakal runyam nih imej beliau kalo dari sekarang gak kita beresin. Nah Rania, disinilah kita masuk. Kita harus bekerja sama dengan Pak Miko dan Bagas agar semua proses berjalan singkron. Kita kawal media, kita persiapkan orang-orang yang berpotensi menjadi narasumber media. Jangan sampai informasi yang salah di kutip asal-asalan. Paham ya?", tanya Bayu sambil menoleh ke Rania. Gadis itu mengangguk-angguk.

"Menurut lo chances si Abi bisa terpilih gimana?", tanya Bagas kepada Bayu. Manajer Rania itu tersenyum ringan.

"Kalau gak ada kasus ini aja, kesempatan dia masih 50-50 deh dengan partai koalisi pemerintah. Kasus sekecil ini pasti bikin kredibilitasnya goyah. Soalnya pemilih potensial dia justru ya para nasabah-nasabahnya ini. Kalau aja isu ini di goreng oleh media, selesai sudah. Jangankan terpilih menjadi caleg, mungkin dia bakal kehilangan usahanya sedikit demi sedikit. Begitulah pentingnya kredibilitas dan imej! Sayang banget kan ya kalau ternyata beliau tidak bersalah?", tanya Bayu. Rania, Miko dan Bagas mengangguk-angguk setuju.

"Politik memang kejam ya. Lo sendiri gimana Bay? Udah siap untuk pemilihan berikutnya?", tanya Bagas sinis. Bayu gelagapan sebentar.

"Hah? Lo ada rencana mau baju Bay?", tanya Miko sumringah. Tidak disangka, pria di hadapannya ini ada niat untuk maju menjadi calon legislatif!

"Ah, belum tahu kok. Gue masih banyak kerjaan disini, masih banyak yang harus gue urusin, gue ajarin", jawabnya sambil sekilas menatap Rania yang bengong.

"Ya, di cicil aja. Mumpung lu kerja ama Cecilia, ya sekalian aja mulai pupuk tu imej, kredibilitas ama cari follower di IG hahahahaha", ejek Bagas yang disambut tawa terkekeh oleh Miko.

"Bisa tuh mulai cari sensasi, misalnya pacarin artis atau selegram...", usul Miko.

"Atau... hehehe putri ketua partai hahahahaha", usul sambil terkekeh. Miko mengiyakan, sehingga akhirnya Miko dan Bagas saling memberikan toss ria mengejek sang Bayu. Rania menatap wajah sang bos dengan pandangan bingung. Selain terlalu banyak istilah bahasa Indonesia yang tidak dia pahami, ia justru bertambah bingung dengan istilah yang ia pahami. Benarkah Bayu akan menikahi putri salah satu putri ketua partai?

"Siapa namanya Gas?", tanya Miko setengah mengejek sambil melirik ke arah Bayu yang sudah memijat-mijat pelipisnya.

"Dokter Ghania... wakakakakaka", jawab Bagas sambil tertawa.

"Atas siapa itu satu lagi Gas?" tanya Miko lagi sambil kembali melirik mengejek ke arah Bayu.

"Putri keraton Gayatri, putri wakil ketua partai hihihi, luar biasa ya calon-calon istri sang penerus tahta. Kita mah cuma remahan rengginang ya Mik". tanya Bagas sambil melirik Miko.

"Yoiiiii", balas Miko. Bayu tersenyum hambar dan menutup buku Rania dan meletakkan pulpen gadis itu diatasnya. Ia berdiri dari duduknya dan memasang jas yang sejak tadi tersampir di kursi. Ia memasukkan HP miliknya ke dalam jas yang sejak tadi berada di meja makan.

"Ok, sudah semakin malam. Kasian nona Rania kalau kemalaman pulangnya. Yuk, kayaknya strategi tadi udah beres kita bahas, besok aku bicarain ama tim media deh. Kalian kerjakan bagian kalian dan kita saling memberi kabar di Grup WA. Rania akan atur pembuatan grup itu. Rania, jangan lupa buat folder khusus di drive kantor yang bisa di akses tim Miko dan tim Bagas. Ok?", perintah Bayu. Rania mengangguk patuh.

"Ok semua, gue pulang dulu. Rania bagaimana? Mau dipesankan taksi?", tanya Bayu kepada Rania. Gadis itu sedikit kecewa, namun tetap berusaha tersenyum ramah ke arah Bayu. Ia berharap setidaknya sang bos bisa mengantarkannya pulang malam ini.

"Beugghh ngapain? Secara rumah gue ama rumah Rania bisa di tempuh pake jalan kaki. Udah Ran, lo ama gue aja!", usul Bagas sambil merapikan kerah kemejanya dan menyisir rambutnya dengan jari-jari tangannya. Ingin rasanya Rania berkata tidak, tapi keadaan akan aneh bila ia justru memesan taksi di depan Bagas.

"Pulang ama gue juga ga masalah, muter-muter dikit demi gadis cantik mah gue rela", goda Miko sambil mengedipkan salah satu matanya ke arah Rania. Gadis itu bergidik. Hilang sudah harapannya untuk di antar Bayu malam ini.

"Nah bagus banget kalau begitu. Gue titip Rania ya Gas. Kalo besok pagi dia ngeluh disakitin ama elu atau bahkan malam ini dia gak selamat sampe rumahnya, gue lapor ke partai!", canda Bayu. Bagas tertawa mengikik mendengarnya.

"Iya bos, tenang aja!", jawabnya sambil menatap Rania yang sibuk merapikan barang-barangnya.

-------------------

Perjalanan dari restoran ke kompleks rumah Rania dan Bagas memakan waktu sekitar sejam. Suasana jalanan ramai lancar, dimana waktu masih belum terlalu larut namun masih banyak kendaraan yang menuju rumah masing-masing. Mobil SUV Bagas terasa begitu nyaman dengan AC yang menderu kencang dan alunan musik pop dari stasiun radio terkenal.

"Kamu kedinginan?", tanya Bagas sambil melirik ke arah Rania. Gadis itu menoleh kearah Bagas dan menggeleng pelan.

"I'm fine (aku baik-baik saja)", jawabnya santai. Rania melipat kaki langsingnya yang memang sedikit kedinginan. Gaunnya terlalu pendek dan stoking yang ia kenakan belum mampu menahan laju dinginnya udara.

"Semalaman kamu banyak diam Ran, something bothered you? (Ada yang mengganggu kamu/kamu fikirin?)", tanya Bagas. Rania menggeleng cepat.

"Hahaha nothing. Maybe I'm just tired (Hahaha tidak ada. Mungkin aku Cuma lelah)", jawab Rania santai.

"Berarti kasus begini gak bikin kamu galau kan. Berarti hal lain ya? Cowok mungkin?", tanya Bagas penuh selidik. Rania membuang tatapannya ke jendela di sampingnya. Ia lelah untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan Bagas yang ajukan, seakan kesannya hanya mengisi kekosongan di mobil.

Kalau di fikir-fikir, selama ini percakapannya dengan Bagas hanya seputar Jasmina dan Devon. Kalaupun mereka pernah bekerja sama untuk sebuah project, selalu ada Jasmina bersama mereka sebagai pencair suasana.

"Bayu, hemmm …. he's a nice guy. But don't put your hope too much for him. He's not available Ran… (Bayu, dia cowok yang baik. Tapi jangan menggantungkan harapan terlalu besar untuknya. Dia tidak tersedia Ran…)", jelas Bagas tanpa beban.

Rania memandang Bagas dengan tatapan marah dan bingung pada saat yang bersamaan. Tega sekali Bagas yang tidak begitu mengenalnya, tiba-tiba menuduhkan ia menggantungkan harapan kepadanya.

"Bagas, what are you talking about? I'm not… (Bagas apa yang kamubicarain? Aku tidak…)", sebelum Rania bisa berkata-kata lagi, Bagas menghentikan mobilnya. Kebetulan sekali, mereka sudah sampai di depan rumah Rania.

"Rania, you are no match for him. Don't get yourself hurt… (Rania, kamu bukan tidak sesuai untuknya. Jangan membuat dirimu terluka.)", jelas Bagas.

Hati Rania mendidih mendengarnya. Sebelum ia mengeluarkan sumpah serapah dalam bahasa Inggris, ia memutuskan untuk mengakhiri percapakan mereka malam itu.

"Ok thanks for the ride Bagas, good night (Ok terima kasih untuk tumpangannya Bagas, selamat malam)", seru Rania sambil buru-buru turun dari mobil Bagas dan berlari kecil memasuki pagar rumahnya sendiri. Ketika Rania mencoba membuka pagar, tangannya bergetar karena emosi yang meluap-luap.

Siapa Bagas dan orang lain yang menghakiminya tidak pantas untuk seseorang atau sesuatu?

Bagas memperhatikan langkah kikuk Rania yang memasuki rumahnya. Ia sebenarnya hanya ingin memperingatkan Rania agar tidak jatuh ke lubang yang sama dengan Jasmina. Rania pasti belum paham situasi yang akan ia hadapi bila ia terus memupuk perasaannya kepada Bayu Perdana Sasmita itu.

Next: Jangan Seperti Jasmina